Isu Reklamasi, Komoditas Politik untuk Lemahkan Ahok
Anies Baswedan – Sandiaga Uno, yang paling keras menolak dilanjutkannya proyek pembangunan 17 pulau reklamasi.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Isu reklamasi Teluk Jakarta telah menjadi komoditas politik dalam pertarungan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. Tujuannya untuk menggerus elektabilitas pasangan Basuki Tjahja Purnama – Djarot Saiful Hidayat.
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, berpendapat sangat wajar apabila isu reklamasi digunakan sebagai komoditas politik. Ia menilai isu tersebut memang sangat “seksi”. “Selain kasus penghinaan agama dan penggusuran, isu reklamasi juga merupakan kelemahan yang dimiliki Ahok,” kata dia saat dihubungi wartawan, Kamis, (19/1/2017).
Pangi menyarankan Ahok untuk membalas setiap serangan yang dilancarkan. Jika tidak, menurut dia, elektabilitas mantan politikus Partai Gerindra itu akan semakin menurun. “Dengan segala kemampuan dan pengalamannya, Ahok yang paling pas untuk melanjutkan kepemimpinan karena sudah mengimplementasikan program-programnya. Namun jika tidak diatasi, Ahok bisa kalah,” ujarnya.
Pasangan nomor urut tiga, Anies Baswedan – Sandiaga Uno, yang paling keras menolak dilanjutkannya proyek pembangunan 17 pulau reklamasi. Bahkan, mereka berjanji akan menghentikan proyek tersebut apabila terpilih menjadi pemimpin Jakarta pada pemilihan 15 Februari mendatang. Proyek yang tengah dimoratorium itu dinilai merugikan nelayan.
Pengamat ekonomi, Poltak Hetrodero, berpendapat sangat mustahil menghentikan proyek reklamasi. Alasannya, pembangunan 17 pulau reklamasi merupakan proyek nasional. Jika dihentikan, para investor yang sudah berinvestasi akan menggugat pemerintah daerah. “Kalau pendapat untuk hentikan, siapkan saja untuk membayar ganti rugi. Uang ganti ruginya berasal dari APBD DKI yang hanya Rp 70 triliun,” tutur Poltak.
Menurut Poltak, isu reklamasi digunakan hanya untuk “terlihat berbeda”. Padahal, menurut dia, masih banyak isu-isu yang layak disoroti, selain reklamasi. “Ini ada sekedar asal beda karena banyak isu, tapi mungkin isu reklamasi ini harus ditangani dengan hati-hati,” kata dia.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan isu reklamasi pun tidak cukup kuat untuk mendompleng elektabilitas. “Banyak program krusial dan bersentuhan langsung dengan masyarakat yang dapat dikedepankan, tidak hanya isu reklamasi. Misalnya isu pembangunan, normalisasi sungai atau bagaimana supaya Jakarta menjadi bagus, harus ada awareness di situ,” ujar Siti.