Survei Median: Politik Identitas Menguat Menjelang Pilkada DKI Jakarta
Fenomena itu terlihat dalam survei yang diselenggarakan oleh Media Survei Nasional (Median)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proporsi warga Jakarta menjadikan agama sebagai basis pilihan politik dalam memilih cagub dan cawagub di Pilkada DKI,15 Februari 2017 mendatang ternyata cukup signifikan.
Fenomena itu terlihat dalam survei yang diselenggarakan oleh Media Survei Nasional (Median), bertema “Persepsi Warga Jakarta Atas Politik Identitas dan Aktivisme Islam.
Menurut Direktur eksekutif Median, Rico Marbun, Pilkada DKI Jakarta yang merupakan ajang pemilihan kepala daerah langsung untuk yang ketiga kalinya, telah menyajikan fenomena yang unik terkait politik identitas, yaitu menguatnya isu berdasarkan identitas dalam hal ini agama.
"Kita tidak bisa pungkiri, di tengah tingkat rasionalitas, penduduk Jakarta yang lebih tinggi dari provinsi lain, namun pada Pilkada 2017 ini isu identitas, terutama agama sedang menguat,"katanya dalam pernyataan persnya, Jumat (10/2/2017).
Walaupun menurut Rico, sebagian besar warga Jakarta pada dasarnya memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap perbedaan etnik dan agama dalam hidup bertentangga.
Namun jika terkait dengan pengisian jabatan publik, sikap resistensi warga terhadap perbedaan cukup signifikan.
“Ketika ditanyakan bagaimana perasaan anda ketika bertetangga dengan orang yang berbeda agama? Jawaban warga sebesar 32,5 persen menyatakan cukup nyaman. Sedangkan sebanyak 62.8 persen menyatakan biasa saja, dan hanya 4,0 persen menyatakan tidak nyaman, sedangkan 0,7 persen tidak tahu,” katanya.
Namun menurut Rico, ternyata ada proporsi yang cukup signifikan dari publik Jakarta yang menjadikan identitas agama sebagai basis penerimaan, terkait pejabat publik.
“Ketika ditanyakan bagaimana perasaan anda jika pimpinan masyarakat seperti RT,RW ,Lurah, Camat, dan Walikota, di Lingkungan anda, berasal dari agama lain? Ternyata 35 persen warga menyatakan tidak nyaman, 51.8 persen menyatakan biasa saja, 11.2 persen merasa nyaman, dan 2 persen menjawab tidak tahu,”terangnya.
Begitu juga persepsi warga terkait agama yang dibawa ke dalam urusan politik, ternyata dukungannya cukup besar.
Menurut Rico, ketika menanyakan kepada responden tentang seberapa setujukah mereka jika ada yang berpendapat, bahwa agama sebaiknya tidak dibawa-bawa ke dalam politik? Ternyata 22 persen menjawab setuju, 27.6 persen biasa saja, sedangkan sebanyak 32.6 persen menyatakan tidak setuju, dan sisanya tidak tahu.
Makin besarnya peran politik identitas di kalangan warga Jakarta juga terlihat ketika ditanyakan seberapa setujukah mereka jika ada yang berpendapat, bahwa Tokoh Agama sebaiknya tidak terjun ke politik dan memperebutkan kekuasaan?
Sebanyak 21.4 persen menyatakan cukup setuju, 22.1 persen menyatakan bisas saja, 37.6 persen menyatakan tidak setuju, dan 18.9 persen menyatakan tidak tahu.
Survei dilakukan pada rentang 29 Januari sampai 2 Februari 2017. Terhadap 800 responden, dengan metode multistage random sampling, dengan margin eror ± 3,4 persen. Pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.