Reklamasi Teluk Jakarta Sulit Dibatalkan
Rencana pembatalan akan melanggar berbagai ketentuan, berpotensi digugat, menyedot anggaran negara yang besar untuk ganti rugi
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sejumlah kalangan menilai sulit bagi pemerintah membatalkan proyek reklamasi 17 pulau di Jakarta yang kini sedang berjalan.
Rencana pembatalan akan melanggar berbagai ketentuan, berpotensi digugat, menyedot anggaran negara yang besar untuk ganti rugi, serta kontraproduktif bagi seluruh pihak yang terlibat, termasuk sebagian besar masyarakat nelayan yang mendukung dan berharap banyak dari proyek tersebut.
Pakar Teknik Lingkungan dan Ahli Tata Air Perkotaan dari Universitas Indonesia Firdaus Ali menyatakan proyek reklamasi yang disinergikan dengan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) — yang dulu dikenal sebagai Tanggul Laut Raksasa— justru akan membawa manfaat besar bagi Penataan dan Pengembangan Teluk Jakarta baik secara lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Di bidang lingkungan, proyek reklamasi 17 pulau yang akan turut memperbaiki ekosistem pantai Jakarta yang puluhan tahun sudah rusak parah akibat beban pencemaran yang baik mengalir melalui 13 sungai/kali maupun yang dibuang langsung ke badan air di Teluk Jakarta.
Di bidang sosial, reklamasi akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar karena terbuka luas berbagai lapangan pekerjaan baru. Karena direncanakan dengan matang proyek ini juga akan mampu menyelamatkan masyarakat Jakarta dari ancaman banjir rob akibat naiknya muka air laut dan tingginya laju penurunan muka tanah yang mencapai 12 sentimeter per tahun.
Adapun dari sisi ekonomi, proyek reklamasi disamping untuk meningkatkan daya tampung dan daya dukung ruang Ibu Kota juga akan dapat melahirkan sentra pertumbuhan baru yang dapat mendorong produk domestik Jakarta dan Indonesia. “Ini seperti Teluk Tokyo di Jepang yang kondisinya sekarang jauh lebih baik,” kata Firdaus di Jakarta, Selasa (21/2/2017).
Ia menjelaskan saat belum direklamasi, kondisi Teluk Tokyo lebih buruk dari Teluk Jakarta saat ini. Namun, setelah reklamasi dilakukan, kondisi teluk ini lebih baik. Bahkan, salah satu landasan pacu smBandara Internasional Haneda yang merupakan bandara tersibuk di Jepang merupakan hasil reklamasi.
Firdaus bercerita, saat pertama kali dicetuskan, proyek reklamasi di Teluk Tokyo juga mendapatkan penolakan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). “Pemerintah Jepang bahkan menunggu beberapa tahun karena memberi waktu pihak yang kontra menyiapkan konsep yang lebih baik. Tapi mereka tidak bisa tunjukkan, sehingga proyek reklamasi Teluk Tokyo diputuskan tetap jalan. Dan hasilnya bisa kita lihat,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani menyatakan dukungannya kepada pemerintah untuk kembali melanjutkan proyek pengembangan kawasan melalui reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Menurut dia, pembangunan kawasan di Pantura Jakarta akan memberikan dampak positif yang besar bagi perekonomian nasional. “Saya melihatnya harus berjalan kembali, tidak bisa dibatalkan sepihak apalagi sebagai pengusaha harus ada win-win solution semuanya. Kalau pemerintah menjalankan kembali, saya melihat ada indikasi yang sangat positif,” kata Rosan.
Ia mengatakan reklamasi merupakan hal yang wajar. Di beberapa negara, reklamasi bahkan dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian. “Proses sudah dijalankan dengan baik dan analisis mengenai dampak lingkungan juga sudah ada. Kadin melihat reklamasi untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Semua negara maju juga melakukan ini,” ujarnya.
Dengan melanjutkan reklamasi, akan tercipta lapangan pekerjaan baru yang cukup tinggi. Selain itu, reklamasi akan mendukung sektor pariwisata di Kepulauan Seribu yang menjadi salah satu destinasi wisata yang diutamakan pemerintah.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta mencatat pemerintah sudah menerbitkan izin 17 pulau reklamasi kepada sembilan pengembang. Pulau-pulau tersebut diberi nama berdasarkan alfabet dari A hingga Q.
Bahkan, sejumlah pulau kini sudah jadi dan dipakai untuk berbagai aktivitas, sementara sebagian yang lain masih dalam proses pengurukan. Di antara pulau hasil reklamasi yang sudah digunakan adalah Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok (New Priok) Tahap I yang dikelola PT Pelindo II (Pulau N). Pelabuhan ini sudah diresmikan Presiden Joko Widodo tahun lalu. Ada pula Kawasan Ekonomi Khusus Marunda (sebagian Pulau O,P, dan Q), serta taman wisata Jaya Ancol (Pulau K).
Bahkan, Pelindo II saat ini sedang melangsungkan reklamasi New Priok Tahap II dan III dengan luasan sekitar 200 hektare atau 20 persen dari jatah yang diberikan. New Priok II dan III ini rencananya akan berkapasitas masing-masing 1,5 juta TEUs, sehingga kapasitas total tiga terminal baru mencapai 4,5 juta TEUs.