Jawaban Satpol PP Menanggapi Protes PKL yang Merasa Disamakan dengan Pelaku Kriminal
100 pedagang kaki lima (PKL) di Jakarta Pusat menjalani proses sidang tindak pidana ringan (Tipiring), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak lebih dari 100 pedagang kaki lima (PKL) di Jakarta Pusat menjalani proses sidang tindak pidana ringan (Tipiring), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Banyak PKL yang mengeluhkan proses persidangan, lantaran mereka menilai disamakan dengan pelaku kriminal.
Menanggapi hal tersebut, Kasie PPNS dan Penindakan Satpol PP Jakarta Pusat Santoso menyatakan, proses persidangan merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh pihaknya dan dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
"Kami Satpol PP menjalankan peraturan daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, di mana di dalamnya diatur unsur pidananya. Karena itu sidang Tipiring merupakan proses tindak lanjut terhadap pelanggaran tersebut," kata Santoso saat dikonfirmasi, Jumat (21/4/2017).
Di dalam Pasal 24 Perda Nomor 8 Tahun 2007, terdapat ketentuan mengenai tempat usaha.
Disebutkan bahwa setiap orang atau badan yang dalam melakukan kegiatan usahanya menimbulkan dampak terhadap lingkungan, wajib memiliki izin tempat usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan.
Pemberian izin tersebut dilakukan oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi persyaratan. Selanjutnya, gubernur menetapkan tempat yang dilarang untuk digunakan sebagai tempat usaha.
Melakukan usaha di pinggir jalan termasuk dalam pelanggaran yang mengganggu warga Jakarta, sehingga kegiatan jual beli di trotoar dilarang.
Santoso menambahkan, pihaknya terpaksa melakukan proses persidangan Tipiring, lantaran sejumlah pedagang kerap melanggar tata tertib dan kembali berjualan di pinggir jalan.
"Kami selalu berusaha untuk melakukan upaya yang persuasif dan humanis dalam setiap tindakan yang dilakukan. Sebelum keluar kebijakan akan diadakannya sidang Tipiring, kami sudah melakukan sosialisasi dan imbauan kepada para pedagang, bahwa ada konsekuensi hukum dari setiap pelanggar tata tertib," tuturnya.
Dari 107 berkas pelanggaran, jumlah pedagang yang hadir sekitar 67 orang saja. Sementara, sisanya diputus secara verstek (menjatuhkan putusan tanpa hadirnya tergugat dan dijatuhkan tanpa bantahan).
Bagi pedagang yang terbukti baru sekali melanggar tata tertib, akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp102 ribu. Sedangkan bagi yang terbukti melanggar lebih dari satu kali, dikenakan denda maksimal Rp125 ribu. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.