Langkah DPRD Buat Ahok Tak Diberhentikan Secara Terhormat Sebagai Gubernur DKI
Akibatnya Ahok tak jadi diberhentikan secara terhormat seperti yang disebut Kemendagri, beberapa waktu lalu.
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Theo Yonathan Simon Laturiuw
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI Jakarta sepakat menjadikan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai dasar pemberhentian Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan gubernur DKI Jakarta.
Akibatnya Ahok tak jadi diberhentikan secara terhormat seperti yang disebut Kemendagri, beberapa waktu lalu.
DPRD memilih UU Pilkada lantaran dinilai lebih baru ketimbang UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
Lagipula, DPRD menilai baik UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda atau UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sama-sama mengakomodir keputusan pengunduran diri Ahok.
“UU Nomor 10/2016 juga bijaksana. Dalam hal ini menurut perundangan RI, UU Pilkada yang terbaru,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (30/5).
Lebih lanjut, Prasetyo menjelaskan Pasal 173 dari UU Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengakomodasi permintaan pengunduran diri Ahok.
Pasal tersebut menyebut dalam hal Gubernur berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan, maka wakil gubernur menggantikan gubernur.
DPRD Provinsi, pada Pasal 2 menyebut usulan pengesahan pengangkatan wakil gubernur kepada presiden melalui menteri (dalam negeri) untuk disahkan pengangkatannya sebagai gubernur.
Sementara, pada Pasal 78 Ayat 1 UU nomor 23/2014 tentang Pemda juga termaktub hal serupa.
Bamus DPRD dipimpin langsung Prasetyo, dihadiri Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, anggota dewan perwakilan fraksi partai dan dari pihak eksekutif, Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah.
Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik menyatakan, proses pemberhentian Ahok sebagai gubernur tidak perlu menunggu proses banding yang diajukan pihak kejaksaan.
Jika bersikeras menunggu surat dari kejaksaan maka Ahok akan berstatus diberhentikan.
Proses yang akan diambil akan lebih panjang jika status diberhentikan sesuai UU Nomor 23/2014 tentang Pemda.
Sebelumnya Kemendagri mengusulkan pemberhentian Ahok harus menunggu surat keputusan jaksa.
“Kalau Kemendagri menunggu (surat) jaksa berarti kan Ahok itu diberhentikan. Kalau DPRD ini kan mengumumkan pengunduran diri Ahok berdasarkan UU Pilkada dan mengusulkan pengangkatan Djarot Saiful Hidayat (Pelaksana Tugas/Plt Gubernur DKI),” ujar Taufik.
Anggota dewan dari Fraksi Partai Gerindra itu bersikeras jika pemberhentian Ahok menggunakan UU Pemda, maka akan ada dua kemungkinan yang dipakai dalam memberhentikan Ahok, yaitu secara terhormat dan tidak terhormat.
Kemungkinan itu sangat tipis antara Ahok diberhentikan secara terhormat atau tidak.
Paripurna pemberhentian Ahok diundur dari, Selasa (30/5/2017), menjadi Rabu, (31/5/2017) Pukul 14.00.
Penundaan karena alasan teknis.
Taufik mengatakan sebelumnya surat belum ditanda tangani Ketua DPRD.
Paripurna besok juga bakal disampaikan soal hasil Pilkada DKI 2017, usulan pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, dan pengajuan Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sebagai gubernur definitif.
Saefullah sebagai wakil dari pihak eksekutif menyetujui diadakannya rapat paripurna istimewa besok.
Menurutnya, semakin cepat dilaksanakan semakin baik agar tak mengganggu roda pemerintahan.
"Kalau memang rapat paripurna istimewa akan dilaksanakan besok maka eksekutif setuju. Semakin cepat semakin baik supaya roda pemerintahan stabil," ungkap Saefullah.(ote)
Berita ini sudah ditayangkan dalam wartakotalive.com dengan judul: Langkah DPRD Bikin Ahok Tak Diberhentikan Secara Terhormat