Wali Kota Tangerang Panen Melon di Lahan Tidur Bareng Warga
“Dengan memanfaatkan lahan tidur, warga dapat menghasilkan kurang lebih 1,5 ton melon. Per kilonya masyarakat bisa mendapatkan Rp 15 ribu.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Derasnya pembangunan di perkotaan tak menghalangi semangat warga Kelurahan Panunggangan Timur, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, untuk melakukan tradisi kegiatan bercocok tanam, yang menjadi budaya bangsa Indonesia sejak dulu.
Selain dapat meningkatkan ketahanan pangan dan mempertahankan sektor pertanian melalui kelompok tani di Kota Tangerang, bercocok tanam juga turut memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah yang hadir di panen raya melon menyatakan meski Tangerang merupakan kota industri, dengan semakin terbatasnya lahan pertanian, bukan berarti kegiatan bercocok tanam terhenti.
Hal ini dibuktikan dengan masih adanya panen raya buah melon yang dilakukan warga Panunggangan Timur, Kecamatan Pinang.
“Dengan memanfaatkan lahan tidur, warga dapat menghasilkan kurang lebih 1,5 ton melon. Per kilonya masyarakat bisa mendapatkan Rp 15 ribu. Ini upaya yang patut didorong agar terus berkembang,” ujar Arief, Rabu (21/6/2017).
Ia menambahkan, upaya positif tersebut tentunya harus didukung penuh agar warga semakin semangat meningkatkan kualitas, seperti halnya bantuan bibit yang dilakukan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang, serta kemudahan lahan untuk bercocok tanam.
Arief berjanji akan berupaya melakukan koordinasi kembali dengan Perusahaan Terbatas (PT) maupun para pengembang. Karena, sebagian lahan yang digunakan warga di Panunggangan Timur untuk kegiatan cocok tanam melon ini, memang punya PT yang belum digunakan.
“Daripada lahannya dianggurin, mendingan dipakai dulu buat kegiatan cocok tanam,” ucapnya.
Ia mengungkapka,n untuk lahan fasos fasum yang belum digunakan, dirinya mempersilakan juga untuk dimanfaatkan.
Menurut Arief, walaupun di tengah kota metropolitan, kegiatan bercocok tanam adalah bagian dari budaya masyarakat yang jangan sampai ditinggalkan, malah kalau bisa harus terus dikembangkan.
“Kalau perlu buat posko pendidikan bertani sederhana buat anak-anak, biar bisa ikut belajar dan bertani saat waktu luangnya. Dan buat taman berkebun, biar masyarakat semakin semangat bercocok tanamnya,” tutur Arief.
Penulis: Andika Panduwinata