Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Tuna Daksa Terjerembab di Dunia Narkoba, Uang Hasil Mengemis Ditukar Sabu

Rahmat Untung (38), tampak cekatan berjalan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (6/9/2017). Dengan kedua tangannya yang menjejak lantai, dia mendoro

TRIBUNNEWS.COM, TANJUNGKARANG - Rahmat Untung (38), tampak cekatan berjalan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (6/9/2017). Dengan kedua tangannya yang menjejak lantai, dia mendorong tubuhnya bergerak menyusuri lantai keluar-masuk ruang sidang.

Ya Rahmat berjalan bukan menggunakan kaki melainkan tangan. Rahmat adalah penyandang tuna daksa. Kedua kakinya tidak ada sejak ia keluar dari rahim ibunya. Sejak itulah, kaki menjadi tumpuannya melangkah. Ini mengundang perhatian para pengunjung.

"Ih kenapa sih itu?" ujar seorang perempuan keheranan melihat Rahmat yang berada di tempat orang-orang berperkara. Keberadaan Rahmat di pengadilan untuk menjalani sidang perdananya sebagai terdakwa kasus narkotika.

Jaksa penuntut umum Tri Joko Sucahyo mendakwa Rahmat dengan dua pasal.Yaitu pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Hakim ketua Syamsul Arief pun prihatin dengan kondisi yang menimpa Rahmat. "Sedih juga melihat kondisi seperti ini. Miris.Biasanya penyandang disabilitas disorot karena prestasinya yang membanggakan," ucap Syamsul.

Syamsul lalu menanyakan kenapa Rahmat tidak didampingi pengacara. Dengan suara pelan, Rahmat menjawab tidak punya uang untuk menyewa jasa pengacara. Syamsul memberitahu bahwa Rahmat bisa didampingi pengacara tanpa membayar.

Syamsul memerintahkan staf pengadilan memanggil pengacara dari Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Tanjungkarang untuk mendampingi Rahmat selama persidangan. Kisah hidup Rahmat tergolong pelik.

Berita Rekomendasi

Ketiadaan kaki membuat Rahmat susah mendapatkan pekerjaan. Untuk menghidupi dirinya, Rahmat memilih pekerjaan sebagai pengemis. Ia biasa mangkal di Pasar Tengah mengharapkan belas kasihan orang-orang.

Dalam sehari, Rahmat bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Sayangnya, uang tersebut malah digunakannya untuk membeli sabu. Rahmat mengaku belum lama ini menjadi pengguna kristal haram. "Baru satu bulan," ujarnya.

Alasannya memakai sabu untuk membuat badan lebih kuat ketika mengemis di tengah terik mentari. Rahmat membeli barang haram itu dari para pengedar yang berada di Kampung Ampai, Kelurahan Perwata, Telukbetung Barat.

Bapak dari satu anak yang telah bercerai dari istrinya ini mengatakan, baru tiga kali membeli sabu di Ampai. Sampai akhirnya petugas Polsek Telukbetung Barat menangkapnya usai membeli sabu di Ampai.

Sebelum tertangkap, Rahmat sempat mengisap sabu di rumahnya. Setelah itu ia meminta tukang ojek mengantar pergi ke rumah temannya di Kampung Ampai dengan alasan ingin mengambil baju. Sampai di Kampung Ampai, Rahmat dihampiri seorang lelaki.


Lelaki tersebut menanyakan maksud kedatangan Rahmat. Dijawab Rahmat bahwa dirinya hendak membeli sabu-sabu seharga Rp 150 ribu. Lelaki tersebut mengambil barang pesanan Rahmat. Terjadilah transaksi di tempat tersebut.

Setelah mendapatkan sabu, Rahmat pergi bersama tukang ojek. Di tengah jalan, polisi menangkap Rahmat dan menemukan barang bukti dua paket sabu di kantong celananya. Ia pun menyesal kini harus berhadapan dengan hukum. Rahmat berjanji akan berhenti memakai sabu. (*)

Sumber: Tribun Lampung
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas