Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Viral! Kronologis Bayi Debora Meninggal Ditolak Rumah Sakit Karena Kekurangan Uang Muka

Kisah meninggalnya bayi bernama Debora di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, kemudian di share ke media sosial dan mengundang reaksi netizen.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Viral! Kronologis Bayi Debora Meninggal Ditolak Rumah Sakit Karena Kekurangan Uang Muka
KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR
RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat.(KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR) 

"Maaf Pak ..bapak harus membayar uang muka sebesar Rp.19.800.000,- agar anak Bapak bisa masuk PICU", ujar Ifa petugas administrasi datar.
"Kami ada BPJS mba...tolonglah masukkan ke PICU. Selamatkan dulu anak kami", mohon Pak Rudianto sambil mengatupkan telapak tangannya di dada memohon-mohon welas asih petugas.
"Maaf Pak..rumah sakit ini belum ada kerjasama dengan BPJS. Mohon selesaikan uang muka dulu agar anak bapak bisa segera dimasukkan ke ruang PICU", ujar Tina petugas administrasi tanpa peduli sambil menyorongkan sehelai kertas berisi daftar harga uang muka pelayanan perawatan.

Di kertas daftar harga itu tertera angka Rp. 19.800.000,- untuk pelayanan PICU.
Kedua orang tua Debora tampak bingung. Mereka tidak membawa uang sepeserpun. Dompet dan tas mereka tertinggal di rumah karena buru-buru membawa anaknya ke rumah sakit.
"Pa segera pulang Pa..ambil uang kita", ujar Bu Henny sambil bercucuran air mata meminta suaminya segera mengambil uang balik ke rumah.

Rudianto, ayah bayi Debora segera berlari kecil menuju parkiran motor. Keringat mengucur dari dahinya. Ia memeluk istrinya sambil menguatkan agar istrinya menjaga putri mereka di ruang IGD. Ia segera menghidupkan motornya. Mengebut membelah sunyinya jalan Peta Barat dan Selatan dengan degub jantung berdetak kencang.

Pukul 04.30 Wib ayah Debora kembali ke RS Mitra Keluarga Kalideres. Ia langsung berlari ke salah satu ATM di pojok rumah sakit itu. Ia menarik empat kali di ATM BCA. Uangnya di rekening hanya tertinggal 5 juta lebih.
"Ini mbak lima juta rupiah. Barusan saya tarik dari ATM. Mohonlah dimasukkan anakku di ruang PICU. Saya berjanji siang nanti akan mencari kekurangannya", mohon ayah Debora sambil memelas.

Uang dihitung Mbak Tina petugas administrasi. Lima juta rupiah.
"Tapi maaf pak ini masih kurang dari uang muka PICU", jawab mbak Tina datar.
Ayah Debora memohon sekali lagi. Hanya itu uang miliknya. Ia tidak tahu harus mencari kemana lagi karena masih subuh. Keluarganya yang lain masih tidur. Ia berjanji siang hari akan membayar kekurangannya yang penting bayinya segera dimasukkan ke PICU.

"Saya harus telepon atasan saya dulu pak", balas Tina.
Ayah Debora segera bergegas ke ruang IGD menjenguk anaknya. Terlihat istrinya Henny menangis sesunggukkan. "Bagaimana pa..sudah papa berikan uang muka PICU?", tanya istrinya sambil kebingungan. Suaminya terdiam sesaat. Ia hanya menjawab lirih "uang kita hanya ada lima juta ma".

Sepuluh menit kemudian petugas administrasi memanggil kedua orang tua Debora.
"Maaf pak atasan saya tidak memberi izin anak bapak dimasukkan ke PICU sebelum bapak menyelesaikan uang muka. Ini saya kembalikan uang lima jutanya", ujar petugas administrasi itu tanpa empati.

BERITA REKOMENDASI

Sontak tangis pecah. Ayah ibu Debora hanya bisa menangis. Bu Henny menangis sesunggukkan. "Tolonglah mbak...anak saya kritis. Dia kedinginan. Perlu segera masuk PICU. Mohonlah mbak..mohon..", ucap suami Bu Henny mengiba-iba sambil membungkukkan badannya dengan kedua tangan mengatup.

Tak ada jawaban. Petugas berwajah dingin itu hanya menjawab datar. "Ini aturan rumah sakit Pak..silahkan bayar uang muka sesuai daftar harga PICU".
Sontak langit terasa gelap. Kedua orang tua Debora ini lunglai. Kemana lagi harus mencari uang? Waktu terus berpacu. Bayinya semakin sekarat. Wajahnya pucat. Nafasnya tersengal karena batuk dahak dan tubuhnya kedinginan.

Bu Henny mengontak teman-temannya. Ia mencoba menghubungi teman-temannya untuk meminta bantuan. Ia menelpon Iyoh teman baiknya agar mengecek ke RS Koja. Sulit menelpon rumah sakit itu untuk bertanya ruang PICU. Iyoh dan suaminya segera bergegas ke RS Koja mencari ruang PICU.

Dokter Iren menemui kedua orang tua Debora. "Bagaimana bu sudah diselesaikan di administrasi?", tanya dokter Iren.
"Uang kami tidak cukup bu. Hanya lima juta. Kami mohon agar bisa dimasukkan di PICU nanti siangan kekurangannya akan kami penuhi", balas Bu Debora memelas.

Dokter Iren tidak membantu apa-apa. Ia hanya menyarankan memberi surat rujukan agar dibawa ke rumah sakit yang ada kerjasama BPJSnya. Kedua orang tua Debora hanya bisa pasrah. Mereka bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Debora harus dievakuasi ke rumah sakit yang ada BPJSnya agar bisa menerima bayi Debora.


Pukul 06.00 WIB, kondisi Debora terus menurun. Ia masih diruang IGD. Bu Henny mencoba menghubungi koleganya. Pukul 06.17 WIB Bu Henny memposting kegalauannya di akun fesbuknya.
"URGENT PLEASE, TOLONG BANTU CARI RS SEKITARAN JAKARTA BARAT YG ADA RUANG PICU YG KOSONG. PLEASE TELP KE 082168852971. PLEASE".

Beberapa temannya merespon. Seorang temannya di Tangerang mencoba membantu. RS Tangerang ada PICU. Bisa segera dibawa ke sana segera.
Bu Henny mencoba mengecek beberapa rumah sakit di Jakarta yang masih ada ruang PICU. Ia mengecek RS Koja. Ia meminta sahabatnya Iyoh mengecek ke RS Koja.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas