Penyalahgunaan Obat Gangguan Kejiwaan Jadi Tren
Orang yang mudah stres itu, yang menurutnya, akan mencari langkah instan. Sehingga, mereka enggan melakukan pengobatan ke dokter
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWSCOM, JAKARTA - Direktur Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, Fidiansjah menjelaskan penyalahgunaan obat untuk kesehatan jiwa sudah mulai meningkat.
Alasannya, perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan teknologi menjadi satu di antara banyak faktor.
"Tidak bisa dipungkiri perkembangan zaman dan teknologi menjadi penyebab orang-orang mulai stres," kata dia saat dihubungi, Jakarta, Jumat (22/9/2017).
Orang yang mudah stres itu, yang menurutnya, akan mencari langkah instan. Sehingga, mereka enggan melakukan pengobatan ke dokter dan langsung mengonsumsi obat-obat kejiwaan.
Belum lagi, menurutnya, peredaran obat kesehatan jiwa didapatkan secara mudah, meski tanpa resep dokter.
"Biasanya orang-orang ini menggunakan untuk menurunkan depresi dan ini gejalanya sudah mulai banyak. Tapi, masalahnya yaitu, tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya," jelas dia.
Secara aturan, dia menjelaskan obat-obat kesehatan jiwa memiliki prosedur yang khusus berbeda dengan obat lainnya.
Pertama, urai Fidiansjah, obat kesehatan jiwa tidak secara mudah akan didapatkan. Obat-obat itu, disimpan dalam suatu ruangan yang khusus dan sangat dijaga peredarannya.
Kedua, sudah diwajibkan bagi konsumen untuk membawa resep dari dokter saat membeli obat tersebut. Apoteker, juga tidak dapat secara serta merta memberikan obat itu, meski sudah diberikan resep dari dokter.
"Tidak bisa sembarangan. Pasti bisa dilihat, kalau apoteker A yang jaga, banyak keluar obat kesehatan jiwa, itu bisa kami periksa," tukasnya.
Sasar Anak-Anak
Direktur Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, Fidiansjah mengatakan obat kesehatan jiwa, sudah menyasar ke anak-anak. Padahal, prediksi Kemenkes sebelumnya, obat-obat itu hanya akan disalahgunakan oleh usia produktif.
Meski dirinya, tidak menyebutkan prosentase peningkatan, kecenderungan itu sudah mulai terlihat. Seperti yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu.
"Prediksi kami sebelumnya itu, ke remaja usia produktif. Tapi, tren sekarang justru ke anak-anak. Di Kendari misalnya," ucapnya.