7 Kasus yang Lilit Anies-Sandi dalam 100 Hari Masa Kerja
Anies-Sandi baru memimpin Jakarta selama 3 bulan. Anies-Sandi dilantik Presiden Jokowi pada 16 Oktober 2017
Editor: Fajar Anjungroso
Syafrudin mengatakan, pada pemerintahan sebelumnya, gaji untuk TGUPP dari kalangan PNS berasal dari tunjangan kerja daerah (TKD) mereka.
Sementara itu, anggota TGUPP yang berasal dari kalangan profesional menerima honor dari biaya penunjang operasional atau dana operasional kepala daerah.
Hal itu sudah diklarifikasi kepada Pemprov DKI Jakarta. Dengan demikian, tidak ada pos anggaran khusus untuk TGUPP pada pemerintahan sebelumnya.
"Prinsipnya TGUPP ini waktu itu belum ada di APBD. Jadi ini baru muncul," ujar Syafrudin.
Makanya Kemendagri memberi solusi agar TGUPP tetap ada dan bisa mendapatkan gaji, yaitu dengan biaya penunjang operasional (BPO) kepala daerah.
Atas evaluasi ini, Anies tetap merasa Pemprov DKI memiliki otoritas terkait anggarannya
Anies menganggap Evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri atas APBD DKI 2018 hanya rekomendasi.
"Sebetulnya untuk otoritas ada di kami, otoritas bukan di Kemendagri. Kemendagri hanya rekomendasi, jadi bisa tidak dijalankan," ujar Anies.
Masalah ini rampung setelah pos anggaran APBD untuk TGUPP dipindah dari Biro Administrasi Setda ke Bappeda DKI yang dinilai memiliki fungsi serupa dengan TGUPP.
5. Anies-Sandi vs Menteri Agraria/Kepala BPN
Masalah Anies-Sandi dengan BPN terjadi setelah Anies mengirim surat permohonan agar BPN mencabut HGB pulau D dan tak mengeluarkan HGB pulau C dan G.
Tapi BPN menolah mentah-mentah surat permohonan tersebut dan Anies serta Pemprov DKI kini sedang mempelajari surat penolakan tersebut.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, seperti dilansi kompas.com, mendukung pernyataan Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil yang menolak mencabut sertifikat hak guna bangunan (HGB) reklamasi Pulau C, D, dan G seperti permohonan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Jawaban dari Kepala BPN itu sudah betul dan sesuai prosedur karena itu HGB kan keluar karena sudah ada persetujuan dari pemilik hak pengelolaan lahan (HPL) yang mana atas nama Pemprov DKI," kata Yusril dalam Program Perspektif Indonesia SMART FM di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1/2017).
Yusril menyampaikan keheranannya kepada Pemprov DKI Jakarta yang tiba-tiba ingin BPN membatalkan sertifikat HGB pulau reklamasi. Padahal HGB itu tidak mungkin keluar tanpa rekomendasi dari pemilik HPL.
"Jadi enggak bisa tiba-tiba gubernur minta sertifikat HGB itu dibatalkan karena semata-mata dengan alasan belum ada perda zonasi dan tata ruangnya. Sebab, yang bisa membatalkan itu salah satunya adalah karena bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang sudah ada," ujar Yusril.
Yusril mengatakan, apabila BPN membatalkan sertifikat pulau reklamasi tersebut, pengembang yang terlibat dalam perjanjian reklamasi bisa menuntut dan menang di pengadilan.
"Berdasarkan pengalaman saya, BPN itu selalu kalah di pengadilan kalau membatalkan secara sewenang-wenang soal sertifikat itu. Bukan hanya BPN, Pemprov DKI juga bisa dituntut karena akan dianggap wanprestasi," ujar Yusril.
6. Anies-Sandi vs Polda Metro Jaya
Anies-Sandi menerapkan kebijakan kontroversial dengan menutup separuh jalan jatibaru raya di kawasan Tanahabang, Jakarta Pusat.
Separuh jalan itu kemudian dijadikan tempat PKL berjualan di trotoar dan jalannya.
Arus lalu lintas pun dirombak sehingga terjadi kemacetan di titik-titik lain kawasan Tanah Abang.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Halim Pagara yang kemudian mengkritik kebijakan tersebut.
Bahkan Halim berbicara ke media soal ketidaksetujuannya dan meminta evaluasi. Tapi Halim mengaku tetap mendukung kebijakan gubernur, hanya perlu evaluasi.
Di berbagai media, Halim juga menjelaskan memakai jalan untuk PKL melanggar aturan yang ada.
Halim lebih setuju PKL dikembalikan ke blok G, atau diberi lokasi relokasi lain.
Kebijakan ini pun mendapat cukup banyak perlawanan warganet. Bahkan sampai ada petisi yang sudah ditandatangani puluhan ribu orang dan masih terus bertambah.
7. Anies-Sandi vs Nur Afni Sajim
Ini merupakan kasus saling sindir antara Wagub Sandiaga Uno dan anggota DPRD DKI Komisi B, Nur Afni Sajim.
Afni menyerang program Ok Oce dalam sebuah rapat pembahasan di DPRD, Selasa (9/1/2018).
Afni menyebut pelatihan Ok Oce hanya cuap cuap dan tak menyukai program tesebut.
Ternyata 2 hari setelah Afni meledek program Ok Oce, Sandiaga Uno mendapati fakta bahwa Afni ternyata jadi salah satu peserta program distribusi Ok Oce bernama Pap and Mom store.
Sandi mengetahui itu saat Direktur PD Pasar Jaya, Arief Nasrudin memaparkan program itu di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Kamis (11/1/2018).
Seperti dilansir Kompas.com, saat Arief membacakan daftar calon mitra yang akan bekerja sama dalam program tersebut, Sandiaga melihat sesuatu yang janggal dan meminta Arief berhenti.
Sandiaga melihat ada nama Nur Afni yang akan menjadi calon mitra PD Pasar Jaya. Dalam presentasi itu tertulis Nur Afni merupakan warga yang beralamat di Kapuk Pulo, Jakarta Barat.
Sandiaga penasaran apakah Nur Afni yang dimaksud merupakan Nur Afni Sajim, anggota DPRD DKI Jakarta Komisi B yang menyebut OK OCE adalah program pelatihan cuap-cuap.
"Ini Bu Nur Afni yang (anggota fraksi) Demokrat itu, Pak?" tanya Sandiaga kepada Arief.
"Iya, Pak. Dia punya koperasi," ujar Arief.
"Dibantu ya, Pak. Supaya ini enggak cuap-cuap, he-he-he," ujar Sandiaga sambil tertawa.