Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Karmila soal Detik-detik Kecelakaan Tanjakan Emen

Kabin bus menjadi gelap dan penuh debu. Karmila (44) terus melangkah menuju kaca depan bus yang sudah pecah.

Editor: Sanusi
zoom-in Cerita Karmila soal Detik-detik Kecelakaan Tanjakan Emen
tribun jakarta
Karmila, saksi hidup laka maut Tanjakan Emen 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabin bus menjadi gelap dan penuh debu. Karmila (44) terus melangkah menuju kaca depan bus yang sudah pecah.

Ia menginjakkan kakinya sedikit demi sedikit di atas tepian kursi penumpang bus yang sudah terbalik 90 derajat.

Dalam perjalanannya menuju pintu keluar, Mila sempat mendengar suara rintihan kawan-kawannya yang berada di bawah kursi tersebut.

Baca: Ibu-ibu Ini Memaki-maki Petugas Polantas, Jalanan Pun Macet Dibuatnya

Sambil coba menenangkan diri, Mila berusaha agar kakinya tidak menginjak tubuh tetangganya yang tengah kesakitan itu.

"Tolong, ya Allah. Tolongin, saya," rintih Mila menirukan suara teman-temannya yang menjadi korban laka maut bus pariwisata yang tengah menuju Ciater, Jawa Barat sore itu.

Ibu empat anak itu masih ingat ada beling di bawah kakinya setelah berhasil keluar dari bus maut.

Berita Rekomendasi

Tapi ia tidak ingat mengapa kakinya tidak terluka sedikit pun walaupun menginjak pecahan kaca bus itu.

Ia juga masih ingat betapa pegal lengan dan pergelangan tangannya usai mencengkram besi tirai sebelum bus yang ditumpanginya terguling di tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat.

"Saya sudah tahu bus oleng ke kanan dan ke kiri. Waktu itu saya berdiri dan bisa melihat dengan jelas ada sepeda motor yang menyalip. Saya cuma bisa fokus dan mencari pegangan," ungkap Mola mengingat apa yang menimpa dirinya.

Sisi kiri atas bus itu membentur tanah dua kali.

Kali pertama membuat kaca di bus itu pecah, dan kali kedua membuat sebagian penumpang di bagian kursi penumpang sebelah kiri terlempar keluar.

Ia takut bus itu akan meledak.

Hanya maut dan keluarganya yang ada dalam pikirannya, namun Mila melawannya.

Ia bertekad harus hidup.

"Mati. Mati. Tapi saya ingat keluarga, anak-anak, saya harus tetap hidup. Pokoknya, gimana caranya saya bisa hidup. Saya cuma takut kalau meledak," ungkap Mila.

Setelah berhasil mempertahankan hidupnya dan keluar dari bus, Mila kemudian mencari pertolongan.

Ia sempat kesal dan menangis karena warga yang ada tak mau meminjamkan ponsel kepadanya.

Dengan alasan tidak ada pulsa, mereka hanya merekam kejadian itu dengan ponselnya.

Ia bahkan sempat mengingat ponsel dalam tasnya yang masih berada di dalam bus ketika itu.

"Kesel banget. Mau minjem hp buat nelpon dia (menunjuk suami yang ada di sampingnya-red), mereka cuma nge-shoot nge-shoot aja. Bilang nggak ada pulsa," ungkap Mila.

Setelah beberapa saat, lalu lintas di tanjakan Emen itu menjadi macet.

Namun tidak ada seorang pun yang berani menolongnya. Petugas kepolisian lalu datang dan membawa Mila ke poliklinik di dekat lokasi kejadian.

Sementara korban lainnya dibawa ke RSUD Subang. Karena tidak ada luka serius di tubuhnya, proses pengobatannya tidak berlangsung lama.

Namun ia merasa sangat kelelahan karena petugas kepolisian yang membawanya terus menerus menanyainya.

"Capek banget rasanya, karena saya jadi salah satu saksi yang ditanya terus-terusan sama polisi," kata Mila.

Di hari ketiga setelah kejadian, seluruh tubuh Mila baru terasa sakit.

Seluruh badannya baru saja selesai diurut.

Kakinya yang sempat bengkak di hari pertama kini sudah lebih baik.

Namun ia mengaku masih ingin diurut lagi.

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas