Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

FISIP Universitas Budi Luhur Luncurkan Buku Karya Al Busyra Basnur

Menjadi diplomat yang baikitugampang, salah satu diantaranya harus gemar membaca berkali-kali dan terus menerus menciptakan serta memperluas jaringan.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in FISIP Universitas Budi Luhur Luncurkan Buku Karya Al Busyra Basnur
ist
Al Busyra Basnur, SH, LLM., dalam peluncuran bukunya ‘Diplomasi Publik Catatan, Inpirasi dan Harapan “ di Kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan, Jumat (2/3/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi diplomat yang baikitugampang, salah satu diantaranya harus gemar membaca berkali-kali dan terus menerus menciptakan serta memperluas jaringan.

Membaca menjadi salah satu modal terpenting untuk memperluas wasasan seorang diplomat.

“Bacalah buku dan media apa saja agar mengetahui perkembangan, jangan tergantung kepada media sosial yang justru banyak berita sampahnya, karena akan membawa kalian terombang-ambing,” ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI, Al Busyra Basnur, SH, LLM., dalam peluncuran bukunya ‘Diplomasi Publik Catatan, Inpirasi dan Harapan “ di Kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan, Jumat (2/3/2018).

Buku Diplomasi Publik merupakan kumpulan tulisan dan pengalaman Al Busyra yang pertama diluncukan di Universitas Budi Luhur.

Hadir dalam peluncuran antara lain Deputi Rektor bidang Riset dan Penjaminan Mutu, Krisna Adyarta M, Direktur Riset dan Penjaminan Mutu Prof FX Suwarto, Dekan FISIP Fahlesa Munabari PhD dan Kaprodi HI Elistania para dosen serta 300 mahasiswa khususnya dari FISIP.

Al Busyra menjelaskan, diplomasi pada prinsipnya adalah pekerjaan mencari teman sebanyak-banyaknya untuk mendukung langkah diplomat dalam kebijakan suatu negara.

Harus disadari diplomasi publik yang bisa dilakukan para diplomat professional dari kementerian Luar Negeri sesungguhnya hanya sekitar 30 persen.

BERITA REKOMENDASI

Sedangkan sisanya adalah diplomasi yang dilakukan oleh diplomat-diplomat di luar kementerian luar negeri.

“Mereka itu adalah kalian para mahasiswa, tokoh masyarakat, seniman olahragawan dan lain-lain yang ada di masyarakat. Jadi Diplomasi tidak harus dilakukan oleh para diplomat karir yang ada di Kemenlu,” tuturnya.

Berbagai cara diplomasi bisa dilakukan diantaranya dalam bentuk soft diplomacy. Misalnya saja setiap tahun Kemenlu mendatangkan 700 mahasiswa asing untuk belajar di Indonesia. Mereka belajar Bahasa Indonesia, kebudayaan kesenian dan lain-lain tentang Indonesia.

“Setelah setahunmerekakembalikenegaranyamemperkenalkantentang Indonesia, dandalam lima hingga 10 tahunkitaakanmemperolehhasilnya,” ujar alumni Universitas Andalas Padang ini.

Deputy Riset dan Pengabdian Masyarakat Krisna mengatakan mahasiswa harus banyak melatih dan menambah ilmu pengetahuannya dari luar. Tidak hanya ilmu yang didapat dari dosen di ruang kelas tetapi harus mencari pengetahuan dari luar. Apalagi dari para praktisi yang secara praktis memahami betul apa yang terjadi.


“Karena antara teori dan kejadian di lapangan belum tentu sama sehingga kekurangannya bisa dijelaskan oleh para prkatisi itu,” kata Krisna.

Sedangkan dekan FISIP FahlesaMunabariPhD menekankan besarnya manfaat belajar diplomasi langsung dari diplomat. Pembelajaran secara langsung akan memberi wawasan sesungguhnya dariapa yang terjadi dan dihadapi oleh diplomat dalam bertugas.

“Bukan saja teori atau sebatas tulisan tetapi juga pengalaman riil dalam menghadapi persoalan nyata yang punya batas waktu untuk secepatnya diselesaikan,” kata Fahlesa.

Peraih gelar PhD di Southeast Asian Studies dari University of New South Wales, Australia,ini menambahkan, di dalam buku Diplomasi publik inilah Al Busyra menuliskan berbagai pengalamannya selama bertugas menjadi diplomat secara ringan dan santai.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas