Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sastro: Budaya, Tradisi dan Seni itu Menjadi Alat untuk Menyampaikan Ajaran-ajaran Agama

Agama dan budaya yang ada di Indonesia jika dilihat dari konteks Islam yang berkembang dan hidup di nusantara ini telah menjadi hubungan simbiosis.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Sastro: Budaya, Tradisi dan Seni itu Menjadi Alat untuk Menyampaikan Ajaran-ajaran Agama
humas bnpt
Ngatawi Al-Zastrow 

“Kita juga perlu marah tapi harus pada tempatnya. Kalau kita marah dan mengatasnamakan marah itu pada hal-hal yang sifatnya membesar-besarkan masalah, maka orang jadi mikir seperti masalah sedikit dibesar-besarkan yang akhirnya sama saja dengan mengkerdilkan Islam itu sendiri,” paparnya.

Terkait dengan puisinya Sukmawati yang bikin heboh masyarakat menurutnya ini mengindikasikan bahwa taraf keberagamaan masyarakat Indonesia ini cenderung masih bersifat legal formalistik, dimana masih menjadi orang yang mudah kaget. mudah marah dan mudah terkejut. Padahal sebetulnya puisi itu adalah puisi otokritik yang dapat menjadi bahan refleksi bagi masyarakat semuanya.

“Misalnya ketika mbak Sukma mengatakan bahwa ‘Kidung ibu lebih indah daripada adzan mu’. Nah ‘Mu’  ini tujuannya kemana? ‘Mu’ ini kalau tujuannya kepada orang yang adzan itu yang kadang suaranya sember, suaranya tak beraturan, kadang juga asal teriak atau asal bunyi. secara jujur dan estetik misalnya dibanding dengan kidung kidung yang merdu, yang berirama, menyentuh hati secara faktual memang seperti itu,” tutur alumni IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.ini menjelaskan.

Kondisi seperti ini menurutnya sudah diantisipasi oleh para wali pada jaman dahulu ketika Sunan Kalijogo mentransformasikan ayat-ayat Allah menggunakan seni, budaya dan tradisi. Karena hal itu  sebagai sarana untuk menyebarkan, mengajarkan dan menyampaikan pesan-pesan agama supaya lebih indah, lebih mudah diterima dan lebih menyenangkan ketika didengarkan orang,

“Akhirnya dengan cara seperti itu justru Islam bisa diterima oleh semua orang,  dibanding dengan orang-orang yang berteriak-teriak tapi suaranya nggak jelas meskipun itu suara yang mengandung kebaikan. Ini faktual, harus dibedakan antara pesan agama, ajaran agama dengan metode, cara atau alat menyampaikan pesan,” ujar pria yang memiliki ciri suka memakai blangkon ini.

Karena adzan itu adalah bagian dari ritual agama dalam memanggil orang untuk melaksanakan shalat. Karena suara adzan itu suara sakral, suara suci dan ritual agama, maka mestinya harus disampaikan dengan suara yang indah sehingga  jangan sampai kalah dengan kidung.

“Nah  kalau langgam kalah dengan kidung akhirnya dia menjadi bahan ketawaan orang dan bahan ejekan orang. Ketika ada orang ada yang merasakan seperti itu ya kita jangan marah, mestinya kita instropeksi lain kali kalau adzan suara atau langgamnya harus yang bagus, merdu,” ujanya

Berita Rekomendasi

Pria kelahiran Pati, 27 Agustus 1966 ini mencontohkan Sunan Kalijogo dulu ketika membangunkan orang untuk Sholat Tahajjud tidak langsung mengutip ayat-ayat dalam kitab suci melainkan ditransformasikan menjadi kidung Rumekso Ing Wengi.

“Itu adalah contoh Sunan Kalijogo mencoba memperindah, mempercantik supaya pesan-pesan agama ini lebih mudah, gampang dan lebih enak diterima oleh para penyampai pesan. Karena itu sesuai dengan kondisi psikologis, kondisi cultural, kondisi tradisional masyarakat. Jadi marilah kita sama-sama mencoba untuk menghayati sejarah itu di muka bumi Indonesia ini,” jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas