Konon, Masjid Al-Atiq Kampung Melayu Dibangun oleh Para Wali
Masjid Al-Atiq, berlokasi di Jalan Masjid I Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan, merupakan salah satu Masjid tertua di Jakarta.
Penulis: wahyu firmansyah
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan tribunnews.com, Wahyu Firmansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masjid Al-Atiq, berlokasi di Jalan Masjid I Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan, merupakan salah satu Masjid tertua di Jakarta. Melihat bentuk arsitektur masjid yang berdiri sejak tahun 1632, tampak pada atap bangunannya yang bersusun dan lambang panah sebagai simbol bersejarah.
Seperti beberapa masjid yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, antara lain Masjid Demak, Masjid Sunan Giri, dan Gresik. Ketua Masjid Al-Atiq, Fachri Mufti saat ditemui menjealaskan, bangunan Masjid terinspirasi dari Masjid Demak. "Masjid kita ini, bangunannya seperti bangunannya Masjid Demak ," ujar Fachri di Masjid Al-Atiq, Jumat (18/5/2018).
Kesamaan dengan Mesjid Demak dapat terlihat. Di antaranya bentuk atap Masjid sebelumnya yang tidak menggunakan genteng dari tanah liat, melainkan kayu sirap, dan kubah Masjid yang berbentuk piramida . "Kalau dilihat kubahnya seperti piramida," katanya.
Bangunan masjid yang sudah lam ini nyaris tak terlihat dengan bentuk bangunan aslinya. Maklum, sudah mengalami beberapa kali renovasi menjadi bangunan beton meski masih menyisakan beberapa pernik aslinya. "Saya sendiri mengalaminya sudah 4 kali renovasi mesjid ini," ujar Fachri.
Ditambah lagi ketiadaan bukti tertulis otentik tentang kapan pastinya masjid ini pertama kali dibangun. Fachri bercerita bila sampai saat ini masih belum jelas kapan Masjid Al-Atiq terbangun tetapi ada kabar jika Masjid tersebut dibangun oleh para Wali. "Kalau untuk berdirinya sendiri memang belum ada yang tahu, sebab konon katanya bahwa masjid ini didirikan oleh para wali. Kapan pastinya, kita tidak ada yang tahu persis," katanya.
Masjid Al-Atiq pernah mengalami kebanjiran hingga dua meter lebih, Pada tahun 1996, saat Jakarta dilanda musim hujan. Sehingga, masjid yang telah berlantai dua ini menjadi tempat penampungan para penduduk setempat. Akibat musibah itu, tidak hanya bangunan masjid yang mengalami kerusakan, tetapi juga seluruh dokumentasi turut lenyap ditelan banjir.
"Memang kejadian banjir dimulai tahun 1996 terakhir banjir tahun 2014 terakhir, jadi memang kalau masalah peninggalan yang masih ada tongkat dan kaligrafi ini (sambil menunjuk kaligrafi di dekat mimbar masjid)," katanya.
Hal ini disebabkan lokasi Masjid yang tidak lebih dari tiga meter dari tepi Kali Ciliwung.