65 Unit Mobil, 87 Unit Properti Milik First Travel Sudah Disita, Bagaimana Nasib Korban?
Pengadilan Negeri Depok tak hanya memberi hukuman berat bagi ketiga bos PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK -- Pengadilan Negeri Depok tak hanya memberi hukuman berat bagi ketiga bos PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel.
Aset-aset yang disita oleh Kejaksaan atas kasus ini akhirnya diputuskan dirampas menjadi milik negara, pun hasilnya akan masuk kas negara.
Konteks macam ini sejatinya bukan pertama kali, sebab dalam kasus kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Mandiri Pandawa Grup hal serupa juga terjadi, dimana aset-aset Pandawa dan bosnya, Nuryanto juga dirampas negara.
Sayangnya, keputusan untuk merampas aset-aset tersebut sebenarnya turut menghambat proses perdata niaga yang tengah dijalani baik First Travel maupun Pandawa.
Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) First Travel baru rampung dimana diputuskan berdamai atawa homologasi, sementara Pandawa kini tengah mengalami proses kepailitan.
Keduanya merupakan proses perdata niaga.
Untuk First Travel, perkara pidana yang menjerat ketiga bosnya terdaftar di Pengadilan Negeri Depok dengan nomor perkara 83/Pid.B/2018/PN.Dpk untuk terdakwa Andika Surachman dan Annisa Hasibuan, dan 83/Pid.B/2018/PN.Dpk untuk terdakwa Kiki Hasibuan.
Sementara perkara niaganya terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 105/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Jkt.Pst.
Sementara kasus Pandawa perkara pidananya terdaftar di Pengadilan Negeri Depok dengan nomor 424/Pid.Sus/2017/PN.Dpk hingga 429/Pid.Sus/2017/PN.Dpk. sementara perkara niaganya merupakan hasil dari pembatalan homologasi dari perkara 37/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Jkt.Pst.
Salah satu pengurus PKPU First Travel Sexio Noor Sidqi menyatakan, diperlukan sinkronisasi atas dua jenis perkara ini.
"Perlu dicari titik temunya kalau memang ketentuan hukum acara atau material belum ketemu. Perlu ada pembicaraan, setidaknya para stakeholder, penegak hukum, polisi, kejaksaan, kurator, pengadilan, kemkumham," jelasnya kepada KONTAN pekan lalu.
Sexio menambahkan, tanpa koordinasi, para kreditur tak akan menerima apapun. Pun ia menilai adanya keterdesakan atas sinkronisasi atas dua perkara ini, lantaran dasar perampasan aset yang kerap menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
"TPPU memang banyak di kasus korupsi, tapi ternyata bukan cuma itu, ada investasi, pengumpulan dana masyarakat dan lainnya. Kalau begini kan tidak ada kerugian yang diderita negara. Jadi jika aset dirampas yang paling rugi adalah kreditur," jelasnya.
Perampasan aset First Travel sendiri berasal dari sekitar 820 barang bukti yang dikumpulkan penyidik. Sementara yang dirampas ada sekitar 529 barang bukti, mislamya berupa rumah mewah, apartemen, kantor, mobil, gaun mewah, rekening. Yang nilainya ditaksir sekitar Rp 25 miliar.