Kata Pengemis yang Menjamur Jelang Lebaran "Jaman Ahok Kita Digaruk Melulu, Jaman Anies Longgarlah"
Menjelang lebaran, ratusan pengemis berkedok manusia gerobak mulai menyerbu kawasan pemukiman elit, Menteng, Jakarta Pusat.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang lebaran, ratusan pengemis berkedok manusia gerobak mulai menyerbu kawasan pemukiman elit, Menteng, Jakarta Pusat.
Berdasarkan pantauan Warta Kota pada H-2 lebaran atau Rabu (13/6/2018) pukul 12.30 WIB, para pengemis ini dapat dengan mudah ditemui.
Sangat berbeda dengan hari-hari biasa, yang mana para pengemis dan manusia gerobak tidak berani menampakkan diri pada siang hari. Menjelang lebaran, mereka beroperasi terang-terangan pada siang hari.
Di antaranya berada di Jalan Haji Agus Salim, di sepanjang Jalan Gereja Theresia, Jalan Yusuf Adiwinata, Jalan Lombok serta di beberapa lokasi lainnya terutama kawasan taman.
Salah seorang manusia gerobak yang ditemui di Jalan Haji Agus Salim, Suratmin, mengaku berasal dari Gombong, Jawa Tengah. Ia merantau ke Jakarta seorang diri, meninggalkan anak-anak di kampung halamannya.
Baca: Trump Pamer Mobil Dinas Antipeluru kepada Kim Jong Un
Di dalam gerobaknya, terdapat tumpukan kardus bekas yang telah dikumpulkannya. Sejak H-5 lebaran, ia kesulitan menjual barang-barang tersebut karena pengepul sudah menutup lapaknya.
Dalam satu minggu Suratmin bisa mengantongi penghasilan sebesar Rp 500.000. Untuk makan sehari-hari, ia lebih sering mengandalkan belas kasihan warga Jakarta yang suka memberinya makanan, sembako hingga uang tunai.
Setiap bulan, ia harus menyisihkan penghasilannya untuk membayar sewa kontrakan Rp 350.000 di daerah Kebon Sayur, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Selain itu, ia juga harus berkirim uang untuk keluarganya. Setahun sekali usai lebaran di Jakarta, Suratmin mudik ke kampung halamannya.
"Saya bukan pengemis. Saya tidak minta-minta. Kalau ada yang ngasih ya syukur Alhamdulillah saya terima. Kalau enggak ya nggak apa-apa," tutur Suratmin kepada Warta Kota, Rabu.
Ia memilih memulung pada siang hari karena tenaga tuanya sudah tidak kuat lagi untuk bekerja malam hari.
"Karena mau lebaran sekarang banyak pendatang. Dari awal puasa udah banyak. Apalagi sekarang. Mereka ini emang pengemis tapi pura-pura memulung sambil bawa gerobak. Biasanya isi gerobaknya cuma pakaian doang. Kalau pun ada barang rongsok paling cuma dikit," kata Suratmin membeberkan ciri pengemis berkedok pemulung.
Tidak jauh dari Suratmin, tepatnya di Jalan Gereja Theresia sampai ke Jalan Yusuf Adiwinata dekat SPBU, terdapat puluhan gerobak pemulung musiman.
Mereka datang dari berbagai wilayah di Pulau Jawa untuk meraup keuntungan dari belas kasihan warga Jakarta.
Ada yang datang dari Tasikmalaya, Surabaya, Semarang, Solo dan bahkan dari Palembang, Sumatera Selatan. Puluhan gerobak diparkir di sekitar SPBU. Pemandangan ini sangat berbeda pada hari biasa.
Dewi, pengemis berkedok manusia gerobak yang sedang mangkal, mengaku berasal dari kota Surabaya, Jawa Timur. Ia merantau ke Jakarta seorang diri sejak awal ramadan.
Di dalam gerobak miliknya, hanya terdapat pakaian, tikar dan sebagainya. Tidak ada barang rongsokan yang menandakan dirinya pemulung.
"Suami sama anak di kampung. Bulan puasa dan lebaran kan banyak yang kasih sedekah. Lumayan, daripada di kampung," katanya kepada Warta Kota.
Demikian pula dengan Tuti, pengemis asal Palembang, Sumatera Selatan. Ia mengemis bersama seorang anaknya yang masih gadis bernama Febi.
"Di sini kalau malam ramai, banyak teman-teman. Bisa 25 sampai 30 orang. Kalau siang mencari biar gak digaruk Satpol PP," ucapnya.
Ia memperkirakan pengemis musiman yang ada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat berjumlah ratusan. Pada siang hari, mereka ada yang berkeliling komplek dan ada juga yang beristirahat di taman.
"Bisa ratusan. Pangkalannya kan gak cuma di sini doang," ujarnya.
Ujang, pengemis asal Tasikmalaya, Jawa Barat, juga rela meninggalkan keluarga di kampung untuk mengemis di Jakarta selama ramadan dan lebaran. Ia mengaku tidak terlalu takut dengan razia Satpol PP.
"Kalau jaman Ahok ngeri. Digaruk melulu. Jaman Anies longgar lah, tapi saya tetap waspada," kata Ujang.
Ia mengatakan, malam takbiran dan hari lebaran adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu. Sebab, setiap masjid menyalurkan zakat, infaq dan sedekah kepada fakir miskin. Dari satu masjid, mereka biasanya mendapatkan santunan Rp 50.000.
"Tinggal fotocopy KTP banyak-banyak, terus kasih ke panitia di masjid. Nanti, sore sebelum malam takbiran, tinggal ambil uangnya dengan kasih unjuk KTP asli," ucap Ujang.
Penulis: Hamdi Putra