Pemerintah Kaji Tiga Program Rekayasa Lalin di Jabodetabek usai Ganjil Genap
Saat ini pemerintah tengah menyiapkan program lainnya untuk mengurangi kemacetan
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah ganjil-genap, saat ini pemerintah tengah menyiapkan program lainnya untuk mengurangi kemacetan di kawasan Jabodetabek.
Kepala Badan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Bambang Prihartono menyebutkan ada tiga program yang pertama ramp metering jadi nantinya pintu tol akan ditutup ketika kondisi jalan tol sudah penuh.
"Ada macam-macam, pertama kalau tol macet pintu tol bisa ditutup, jadi gak bisa masuk (ramp metering) nanti saat sudah sepi terbuka lagi," kata Bambang saat ditemui di kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Kamis (27/9/2018).
Rencana kedua adalah dinamic pricing atau peningkatan tarif tol saat tol macet dan yang ketiga adalah electronic road pricing (ERP) yaitu jalan berbayar yang diberlakukan di jalan non tol atau arteri.
"Semakin macet tol, tarif tol akan dinaikan (dinamic pricing) jadi tarifnya progresif saat sepi turun lagi, kemudian yang jalan non tol nama ERP, itu juga kalau makin macet bayarnya makin tinggi," ungkap Bambang.
Mengenai waktu implementasinya, Bambang menyebutkan sekitar dua tahun lagi karena pemerintah masih fokus terlebih dulu kepada penerapan ganjil genap.
"Kapan itu dilakukan? Kita lakukan setelah ganjil genap selesai, ganjil genap inikan hanya sementara ya satu tahun dua tahun setelah itu kita bicara ERP," papar Bambang.
Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna mengatakan pembatasan kendaraan di tol memang sangat diperlukan untuk selain untuk mengurangi kemacetan juga untuk menjaga kondisi jalan.
Baca: Billy Syahputra Berencana Secepatnya Nikahi Hilda Vitria
Mengenai tarif yang akan diterapkan Herry menyebutkan saat ini masih dilakukan kajian awal belum sampai ke bahasan tarif yang nantinya akan diberlakukan.
Namun dipastikan besarannya akan disesuaikan dengan kesedian pengguna jalan (Willingness To Pay) dan juga tidak terlalu murah, karena pembatasan kendaraan tersebut juga bertujuan agar masyarakat beralih menggunakan transportasi umum.
"Tarif nanti bergantung ada willingness to pay nanti kita lihat yang bisa buat orang berpindah ke publik transport, kalau terlalu murah gak ada yang mau pindah tapi kajian belum sampe ke tarif," kata Herry saat ditemui di kesempatan yang sama.