Tanpa Pancasila Kita Akan Alami Keretakan Dalam Menyambut Hari Depan Indonesia kata Anas Saidi
Deputi I bidang Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Dr Anas Saidi, MA mengatakan tanpa Pancasila kita akan kehilangan
Editor: Toni Bramantoro
“Ini masih kurang disosialisasikan dan kebetulan absennya Pancasila di ruang publik selama 2 dekade dikalangan milenial ini ternyata membawa implikasi yang tidak sederhana. Anak-anak yang sekarang berumur sekitar 20- 30 tahunan umumnya tidak memahami sejarah dan esensi dari Pancasila. Bisa dikatakan Pancasila itu surplus wacana, tapi defisit tindakan. Pancasila belum menjadi bagian Pedoman tingkah laku, belum menjadi alat evaluasi terhadap kebijakan negara,” ujarnya.
Untuk itu menurutnya perlu adanya mengembalikan dan memperkuat lagi di sekolah sekolah terhadap mata pelajaran yang berhubungan dengan Pancasila.
Hal ini dikarenakan anak-anak mulai SD hingga perguruan tinggi cenderung tidak mengenal Pancasila sebagai satu doktrin. Karena kalau generasi muda tidak mengerti dan bahkan membenci Pancasila, maka bangsa ini bisa mengalami keretakan.
“Tapi tentu saja bahwa pendidikan Pancasila juga harus didampingi dengan pendidikan agama yang toleran, yang kemudian memberikan kebebasan kepada perbedaan keyakinan dan tidak memutlakkan tafsir yang kemudian memberikan penekanan terhadap kelompok yang berbeda dengan kalimat kalimat bid’ah, takfiri dan lain sebagainya,” ujar pria kelahiran Blitar 7 Februari 1955 ini
Dikatakannya, BPIP sendiri sudah melakukan sejumlah langkah dengan membuat garis besar ideologi Pancasila itu sendiri yang memuat apa yang disebut dengan, etos, logos dan kepercayaam. Karena Pancasila tidak cukup sebagai ideologi saja, tapi perlu digeser perkembangannya yang disebut dengan paradigma ilmu.
“BPIP melakukan pedoman tindakan di seluruh perguruan tinggi agar menjadi satu pedoman tindakan Kita belum punya rumusan kecuali kisi-kisi bahwa demokrasi Pancasila itu apa bedanya dengan demokrasi liberal dan apa yang disebut dengan ekonomi Pancasila dan sebagainya. Persoalan- fundamental inilah yang digarap BPIP,” kata peraih doktoral di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia ini.
Dan BPIP sendiri selama ini sudah melakukan MoU dengan berbagai kementerian dalam upaya memperkuat mata pelajaran Pancasila di sekolah sekolah, meskii masih membutuhkan kajian yang lebih mendalam agar pendidikan Pancasila bisa sejalan sebagai upaya untuk membentengi diri dari pengaruh paham radikal.
“Semoga kedepan masyarakat sudah memiliki kesadaran bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi yang bisa mempertemukan perbedaan, tanpa harus melakukan suatu pemaksaan,” ujarnya mengakhiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.