Cerita Korban Tsunami 3 Jam Mengapung di Laut, Teriakan Minta Tolong Terdengar di Kegelapan
Willy Siska, warga Cipinang Lontar RT 001/09 Pulogadung, Jakarta Timur menjadi salah satu korban selamat dalam peristiwa tsunami selat sunda Anyer.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Willy Siska, warga Cipinang Lontar RT 001/09 Pulogadung, Jakarta Timur menjadi salah satu korban selamat dalam peristiwa tsunami selat sunda Anyer.
Namun meski selamat dirinya dirundung duka yang dalam karena aset berharganya telah pergi meninggalkannya.
Sang istri Yuanita Primawati (34), dan dua anaknya Alya Shakila (7) serta Muhammad Ali Zaidan (3) yang saat ini belum diketemukan adalah korban dalam peristiwa tersebut, bahkan mereka ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.
Meski kesedihan yang amat dalam yang ia rasakan, namun ia tetap berupaya tegar menghadapi semua ini, bahkan ia dengan kuat mengantar almarhumah dan anak sulungnya pergi ke tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Cipinang Baru, Pulogadung Jakarta Timur pada Senin (24/12/2018) pagi tadi.
Di balik kesedihan dan duka yang mendalam yang di rasakan salah satu pegawai PLN ini, menyimpan peristiwa yang cukup mengerikan dalam peristiwa di anyer tersebut, terlebih ketika itu gelombang tinggi yang datang, bertepatan dengan acara gathering PLN di Tanjung Lesung yang menampilkan band seventeen.
Baca: Tokoh Dunia Turut Bersimpati Atas Bencana Tsunami di Indonesia
Di saat itulah secara tiba-tiba, gelombang air laut menporak-porandakan panggung dan orang-orang yang ada di sekitarnya hingga beberapa diantaranya terserat ke laut.
"Jadi saat tsunami terjadi itu memang tiba-tiba sekali dan kami group PLN sedang ada acara di tanjung lesung, acara inti pada malam itu. Acara musim seventeen, tiba-tiba pada lagu ketiga, panggung itu runtuh, kami pikir saat itu panggung saja yang runtuh, ternyata itu ada tsunami datang," kata Willy, Senin (24/12/2018).
Ketika gelombang tsunami menyapu pesisir pantai, ia mengaku tak mendegar adanya tanda-tanda sebelumnya seperti gempa atau apapun, namun gelombang air laut tersebut menerjang secara tiba-tiba orang-orang sekitar baik itu istri dan anaknya yang saat itu berada d sekitar area panggung.
"Memang saat itu kita tidak merasakan apa-apa. Biasanya ketika ada tsunami itu ada di awali adanya gempa tapi ini tidak ada yang dirasakan, tapi tiba-tiba datang dalam hitungan detik. Jadi tsunami itu datangnya dari arah kiri, makanya sebagian temen-temen kita itu termasuk saya dan istri saya terseret ke laut, dan anak saya terserat ke daratan," ujarnya.
Meski saat itu ia terpisah dengan anak dan istrinya karena terjangan gelombang tsunami, Willy yang saat telah terserat ke laut mencoba untuk berenang ke pesisir pantai.
Namun rupanya gelombang tsunami kembali terjadi hingga ia terhantam hingga terserat sejauh 2 kilometer dari tepi pantai.
Ia mengaku di lautan tersebut ada beberapa kelompok yang berupaya menyelamatkan diri dengan mengapung mengunakan kotak crew dari personil band.
Namun rupanya keadaan yang cukup mencekam dan gelap tersebut, beberapa orang mencoba untuk mengapai kotak kayu tersebut untuk mengapung.
"Saya waktu itu pasrah aja mungkin ajal saya sudah di sini tapi tetap saya berusaha untuk naik ke permukaan tapi datang lagi ombak besar di hantam lagi kita, tenggelam. Tapi kita terseret. Dan kita berusaha muncul lagi mungkin sekitar 2 km dari pesisir pantai. Waktu itu kita berkelompok termasuk salah satunya crew seventeen itu, tapi saya lupa siapa," ucapnya.
Baca: Penyebab Tsunami Adalah Longsor di Tepian Anak Krakatau
Meski dalam keadaan panik, dirinya tetap mencoba tenang dan berserah diri, meskipun ia tetap berusaha berenang ke tepi pantai.
Namun saat dirinya bergabung dengan dua kelompok yang tengah terapung di laut dengan alat bantu kotak kayu.
Dia melihat dua anak kecil yang tengah terapung dengan memegang papan kayu.
Di saat itulah ia tegugah untuk menyelamatkan dua anak tersebut.
"Saat itu dari belakang ada dua anak kecil dua orang, yang tengah mengapung pada kayu dan saya melihat anak kecil tersebut, langsung saya pindah dan menyelamatkan dia. Saya ke arah selatan, meninggalkan dua kelompok tadi yang terapung ke utara dan saya nggak tahu apakah yang dikotak tersebut selamat atau tidak dan kami pun berusaha baca istighfar dan satu anak kecil ini ternyata tangannya patah," kata pria dua anak ini.
Hampir tiga jam berenang di lautan untuk menuju pantai, dan kembali diterjang gelombang, ia dan dua anak berhasil selamat hingga ke pesisir pantau.
Namun ketika itu kondisi pesisir pantai cukup mencekam hingga beberapa pohon roboh.
"Hampir 3 jam berenang tapi nggak berasa capek. Mungkin ini kehendak Allah belum saatnya termasuk dua anak kecil tadi yang akhirnya dapat selamat di pesisir pantai tadi," ujarnya.
Tak sampai disitu, ia pun bergegas untuk mencari anggota keluarganya yang hilang.
Namun karena minimnya penerangan ia hanya mendengar suara-suara teriakan minta pertolongan.
Hingga pada pukul 07.00, ia menemukan anak sulungnya sudah terbaring tidak bernyawa.
"Anak saya yang gede Alya itu saya sendiri yang menemukan dan saya sendiri yang bawa ke pendopo hotel. Kalo istri saya itu ketemunya 3 kilometer dari pesisir pantai dibawa arus. Dan saya masih ada satu lagi putra saya yang masih kecil yang belum ketemu dan saya mohon doa apapun kondisinya bisa segera diketemukan dengan putra kami," ucapnya.
Penulis: Joko Supriyanto