3 Pelaku Pembunuhan Siswi SMP di Kuburan Cina Minta Tolong ke Presiden Prabowo: Ingin Pulang
Tiga bocah pembunuh siswi SMP di Palembang minta bantuan Presiden Prabowo Subianto.
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Tiga bocah yang terlibat dalam kasus pembunuhan dan rudapaksa siswi SMP di Palembang, Sumatra Selatan, meminta bantuan kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui video yang beredar di media sosial.
Dalam video tersebut, mereka terlihat duduk berbaris dan menyampaikan harapan untuk segera dipulangkan dari Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSRABH) di Indralaya, Ogan Ilir.
"Assalamualaikum wr wb, yang terhormat bapak Presiden, bapak Prabowo, kami minta bantuannya kami masih ingin lanjut sekolah dan kami ingin pulang ke rumah dan bertemu orang tua kami," ungkap NS, salah satu bocah berusia 12 tahun, dalam video yang dilihat pada Rabu, 6 November 2024.
Mereka menegaskan, mereka bukan pelaku asli dari pembunuhan tersebut, yang menewaskan AA, seorang siswi berusia 13 tahun.
"Kami bukan pelaku asli yang di kuburan Cina," tegasnya.
Hal senada juga disampaikan kedua rekannya yang bergantian berbicara di hadapan kamera.
Mereka juga meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera membebaskan mereka supaya bisa kembali ke orang tua dan melanjutkan sekolah.
"Kepada yang terhormat Bapak Presiden, kami minta tolong, saya bukan pelakunya, saya ingin pulang ke rumah, saya juga ingin lanjut sekolah. Mohon pertimbangan yang seadil-adilnya," ujar AS (12) yang duduk di ujung kanan.
"Pak Prabowo tolong, saya bukan pelakunya. saya ingin pulang ke rumah, saya ingin sekolah lagi pak. Saya ingin pulang dari panti sosial ini," ucap MZ (13) yang berada di ujung kiri.
Vonis Ringan dan Reaksi Keluarga Korban
Sebelumnya, empat remaja terdakwa dalam kasus ini telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Palembang.
Baca juga: Nasib 4 ABH Kasus Pembunuhan Siswi SMP di Kuburan Cina, Penjara 10 Tahun hingga Sekolah di LPKS
IS, yang dianggap sebagai otak kejahatan, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan pelatihan kerja selama satu tahun.
Sementara MZ (13), NS (12), dan AS (12) hanya divonis menjalani pendidikan formal di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) selama satu tahun.
Keluarga korban, AA, mengekspresikan kekecewaan terhadap putusan tersebut.
Ayah korban, Safarudin, terlihat marah dan tidak terima dengan vonis yang jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.