Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pasca Tsunami di Selat Sunda, Nelayan Cilincing Takut Melaut

Seorang nelayan bernama Sultan (39) mengatakan tragedi tsunami di Selat Sunda memicu rasa takut dirinya untuk melaut.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pasca Tsunami di Selat Sunda, Nelayan Cilincing Takut Melaut
Harian Warta Kota/henry lopulalan
Perahu dan pemukiman nelayan di sepanjang Kali Cakung Drain, Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/11/2018). 

Laporan Wartawan Warta Kota, Junianto Hamonangan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Peristiwa tsunami di Selat Sunda yang menerjang wilayah Banten dan sekitarnya membuat sejumlah nelayan yang tinggal di Kampung Nelayan, Cilincing, Jakarta Utara, takut melaut. Kondisi itu ditambah lagi belakangan ombak di laut juga besar.

Seorang nelayan bernama Sultan (39) mengatakan tragedi tsunami di Selat Sunda memicu rasa takut dirinya untuk melaut.

Sultan mengaku takut ada hal-hal yang membahayakan dirinya saat melaut untuk sekarang ini. “Tsunami kemarin bikin takut sih. Takut kalau ada tsunami nanti tenggelam juga," ujar Sultan, Jumat (28/12).

Sultan menceritakan akhir tahun memang selalu menjadi momok baginya dan sesama nelayan untuk melaut. Pasalnya kondisi ombak disertai dengan angin kencang menjadi kendala utama mencari di tengah laut. 

“Udah pada nggak melaut dari hari Kamis minggu lalu. Ya abis ombaknya sih gede,” ungkap Sultan.

Baca: Raih Banyak Sumbangan Dana dari Pendukung, Sandi: The Power of Sholat Dhuha Is Real

Kondisi semacam itu bisa terjadi hingga beberapa bulan. Sementara mereka harus mereka berangkat ke tengah laut dan berhadapan dengan ombak besar yang sewaktu-waktu bisa menghancurkan kapal.

Berita Rekomendasi

“Kalau angin kenceng (ke tengah laut) 2 jam lebih. Kondisinya goyang parah sampe air bisa masuk ke kapal yang isinya tiga orang,” katanya.

Baca: Bisnis Prostitusi Online Terungkap di Serpong, Pelaku Mematok Tarif Rp 200 Ribu Sekali Tampil Live

Alhasil dengan kondisi tersebut membuat pendapatan mereka berkurang drastis selama beberapa waktu ini. Padahal ketika kondisi cuaca sedang normal, dirinya mengantongi pendapatan yang lumayan.

“Udah semingguan ini begini terus, nggak ada yang bisa kita ambil penghasilannya. Boro-boro bisa dapet duit. Emang biasanya terjadi (cuaca ekstrim dan gelombang tinggi) itu bulan 12 sampe bulan 1 atau bulan 2,” kata Sultan.

Pada saat cuaca normal, ia bisa memperoleh 40-50 kilogram tangkapan ikan atau cumi dengan penghasilan bersih Rp 500 ribu per hari. Dengan cuaca seperti seksrang, ia baru bisa melaut lagi sekitar bulan Maret ketika cuaca kembali normal.

“Kalau cuaca lagi normal, pendapatan bagus. Kalau sekarang udah seminggu itu nggak ngantongin uang sama sekali. Mau nyoba lagi paling bulan Maret udah mulai bagus," ujarnya.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas