Emrus Sihombing: Ronda Digital Bikin Masyarakat Cerdas dalam Menganalisa Konten Sebuah Berita
Dengan ronda digital ada semacam sistem keamanan lingkunga (Siskamling) atau apapun namanya di dunia digital.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ronda digital merupakan ide yang bagus dan terobosan luar biasa.
Dengan ronda digital ada semacam sistem keamanan lingkungan (Siskamling) atau apapun namanya di dunia digital.
"Jadi masyarakat bisa berdialog ketika menemukan konten apakah itu hoaks atau narasi kebencian,” ungkap Dr. Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif EmrusCorner, Jumat (8/2/2019).
Ronda digital diakuinya bisa menjadi solusi cerdas untuk memerangi berita bohong (hoaks) dan narasi kebencian di media sosial (Medsos).
Dengan ronda digital masyarakat diajak untuk aktif melakukan komunikasi dan memahami budaya saring sebelum sharing saat berselancar di dunia digital (maya).
Emrus mengakui bila ronda digital itu dilakukan masyarakat bisa lebih cerdas dalam menganalisa konten sebuah berita, apakah berita itu benar atau hoaks.
"Mereka juga bisa memilah dan memilih mana berita yang bisa disebarkan dan mana yang tidak produktif. Selain itu, mereka juga bisa saling melaporkan ke pihak berwenang seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika bila menemukan konten hoaks dan narasi kebencian," ujarnya.
Selain itu, dengan adanya ronda digital, masyarakat juga bisa saling mengingatkan kepada pemegang akun medsos yang menyebarkan kontek tidak produktif, bahwa tindakan komunikasi seperti itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kebersamaan.
“Saya rasa ronda digital sangat efektif untuk mereduksi hoaks dan narasi kebencian di medsos. Masyarakat bisa memperbincangkan sesuatu yang baik untuk kebersamaan, juga bisa mengkritisi bila menemukan hoaks atau narasi kebencian yang tujuannya ingin memecah belah,” jelas Emrus.
Emrus juga mengingatkan agar hari-hati dalam memahami sebuah konten agar jangan sampai pesan itu malah viral sehingga menguntungkan dan membesarkan pemilik akun.
Dalam hal ini, dosen pasca sarjana Universitas Pelita Harapan ini menggaribawahi teori komunikasi yang dikemukakan Willy Karamoy yaitu efek pantul cermin. “Maksudnya ingin meredam atau menolak, tetapi karena salah desain pesannya justru mengangkat dan menyebarkan konten tersebut,” jelasnya.
Secara umum, Emrus melihat ada aktor yang sengaja menghembuskan hoaks dan narasi kebencian yang bertujuan untuk menimbulkan gesekan sosial di grass root.
Tindakan seperti itu dinilai sebagai kejahatan komunikasi. Ia menjelaskan komunikasi itu seharusnya beradab di tengah publik karena digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun yang terjadi di masyarakat kita, komunikasi malah digunakan untuk menyebarkan hoaks dan narasi kebencian yang bisa menimbulkan polarisasi dan gesekan, terutama di tahun politik seperti sekarang ini.