Pengamat Prediksi Kenaikan Tarif Ojek Online akan Berdampak Terhadap 10 Sektor Usaha
Pengamat ekonomi memperkirakan kenaikan ojek daring berpotensi mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 0,3 persen.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi memperkirakan kenaikan ojek daring berpotensi mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 0,3 persen.
"Dengan luasnya operasional mereka saat ini, besaran kenaikan tarif tersebut bisa berpengaruh sekitar 0,2-0,3 persen terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi, menjawab pers di Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Perkiraan tersebut berdasar asumsi kenaikan tarif sebesar 42 persen dari rata-rata saat ini Rp 2.200 per kilometer, menjadi Rp 3.100 sesuai usulan Tim 10.
Data penelitian Research Institute of Socioeconomic Development (Rised) terhadap rencana kenaikan tarif mencatat, saat ini konsumen menempuh jarak sekitar 8,8 kilometer per hari dengan kisaran tarif rata-rata Rp 2.200 per kilometer.
Baca: Unggah Foto Anak, Juliana Moechtar Sebut Sang Anak Ingin Jadi Penyanyi Seperti Ifan Seventeen
Baca: Jadwal Persija Jakarta dan PSM Makassar pada Piala AFC 2019
Survei dilakukan terhadap 2.001 responden yang tersebar di 10 provinsi dan berlangsung selama dua minggu pada Januari 2019.
Fithra Faisal Hastiadi menilai, dengan cakupan operasional ojek daring yang luas, kenaikan tarif akan berdampak terhadap 10 sektor usaha, mulai dari bisnis kuliner, pariwisata, hotel, hingga pakaian jadi. Sementara, setiap Rp 100 juta investasi yang dikeluarkan oleh 10 sektor ini, menyerap tenaga kerja 15-20 orang.
Kini, ojek daring memang tak cuma mengantar penumpang, operasionalnya justru sudah semakin luas, mulai dari melayani pesan antar makanan, belanja kebutuhan pokok, sampai jasa logistik untuk konsumen perorangan dan e-commerce.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2018, sektor transportasi-komunikasi tercatat tumbuh dari 5,04 persen menjadi 6,14 persen. Sektor restoran-hotel juga ikut tumbuh dari 5,31 persen menjadi 5,85 persen.
"Perlu diketahui bahwa pertumbuhan di kedua sektor ini ikut ditopang oleh kehadiran aplikator Grab dan Go-Jek," ujarnya.
Menurut Fithra, itu semua berpotensi terjadi akibat kenaikan ojek daring yang berdampak terhadap keputusan konsumen, untuk meninggalkan penggunaan jasa transportasi berbasis aplikasi.
Padahal, selama ini mereka dipakai sebagai sarana penghubung ke transportasi umum lain seperti stasiun dan halte Bus Trans Jakarta. Keadaan ini bisa mendorong masyarakat untuk kembali menggunakan kendaraan pribadi.
Belum lagi dampaknya terhadap penurunan pendapatan mitra pengemudi akibat anjloknya jumlah konsumen mereka. Padahal, mitra pengemudi ojek daring di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari dua juta orang.
Harus seimbang
Dalam kesempatan berbeda, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, mengatakan bahwa pembahasan tarif batas bawah dan atas ojek online harus melibatkan aplikator (perusahaan ojek online) dan mitra pengemudi agar menguntungkan semua pihak.