Jangan Sampai Tempat Ibadah Menjadi Lahan Perpecahan kata Muammar Bakry
Muammar Bakry mengatakan bahwa masyarakat harus bisa memaknai rumah ibadah itu sebagai tempat unuk saling tolong-menolong dan memperkokoh persatuan
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, Dr. H. M. Muammar Bakry, Lc, MA mengatakan bahwa masyarakat harus bisa memaknai rumah ibadah itu sebagai tempat untuk saling tolong-menolong dan memperkokoh persatuan antar umat.
Yang mana rumah ibadah kalau di dalam Islam itu dinamakan masjid, yang artinya tempat untuk bersujud.
Dimana semua rangkaian ibadah shalat umat Islam itu bukan hanya sujud, tetapi juga ada berdiri, ada duduk. Namun masjid tidak dinamakan tempat itu sebagai tempat berdiri, maupun tidak dinamakan sebagai tempat duduk majelis. Namun Masjid dinamankan sebagai tempat untuk tempat sujud.
“Yang maknanya bahwa sujud itu artinya merasa diri sebagai seorang hamba dihadapan Allah, kemudian dengan konsep seperti itu lahir hamble. Jadi hubungan sesama manusia itu terjalin dengan silaturahim,” ungkap Dr. HM. Muammar Bakry, Lc, MA di acara Rapat Kerja Nasional Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (Rakernas FKPT) di Hotel Mercure Ancol, Selasa (19/2/2019).
Itulah sebabnya menurutya dalam konsep Islam ketika melakukan shalat berjamaah itu afdolnya adalah untuk menyatukan, mendekatkan badan kita dengan badan kanan kiri kita, yang maknanya bahwa kita ini adalah ukhuwah. Dimana manusia itu menjalin ukhuwah dari masjid, yang ketika selesai shalat selalu diakhiri dengan memberikan Salam yang memiliki arti kedamaian.
“Artinya konsep ibadah di dalam Islam itu adalah shalat yang sesungguhnya melahirkan jiwa-jiwa damai. Bahkan dalam Islam itu bukan hanya damai dengan dirinya sendiri, tetapi dia menjadi pelopor perdamaian. Islam itu bukan hanya sekedar damai, tapi berupaya untuk menjadikan pihak lain diluar dari dirinya, orang lain merasa menikmati kedamaian itu. Jadi harapan konsep ibadah di dalam Islam itu ya seperti itu,” ujar pria yang juga Wakil Rektor IV Universitas Islam Makassar (UIM) ini.
Dan sudah menjadi suatu keharusan menurutnya rumah ibadah itu menjadi pusat kedamaian dan pusat perdamaian.
“Saya kira bukan hanya di masjid saja yang memiliki konsep seperti itu, tetapi semua rumah ibadah dalam semua agama juga menjadi pusat perdamaian dan kedamaian. Karena tidak ada agama mana pun yang memerintahkan untuk berbuat anarkis atau memerintahkan intoleran kepada para penganutnya,” kata Muammar Bakry.
Dijelaskan pria yang juga Pemimpin Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah Makassar ini, para pengurus rumah ibadah harus bisa menjadikan rumah ibadah itu sebagai ajang untuk mempersatukan umat. Dirinya memberikan contoh kalau di masjid ada Marbot dan juga pengurus masjid yang mempunyai tanggung jawab penuh itu untuk kemaslahatan para jamaahnya. Oleh karena itu wilayah kekuasaan yang memiliki otoritas untuk mengatur masjid termasuk imamnya, muadzin maupun penceramahnya menjadi tanggung jawab pengurus masjid itu sendiri.
“Nabi bersabda bahwa’Tidak sah shalat seseorang jika ia mengimami bukan dalam wilayahnya’ yang artinya sekalipun itu masjid milik semua umat Islam, tapi jamaah yang tidak dipersilahkan untuk menjadi imam atau menjadi penceramah atau khatib di masjid itu tentunya tidak boleh langsung tampil. Saya kira rumah ibadah yang lain seperti itu,” ujar pria kelahiran Makassar, 22 November 1973 ini.
Menurutnya, hal ini dikhawatirkan jangan sampai ada paham yang bertentangan dengan paham mainstream jamaah yang ada di masjid atau tempat ibadah itu sendiri. “Dan itu menjadi akhlak beribadah dalam agama Islam. Jadi tidak boleh Jamaah itu tampil tanpa ada persetujuan atau izin dari pengurus Masjid tempat ibadah tersebut,” tutur pria yang juga pengurus FKPT Provinsi Sulawesi Selatan ini.
Untuk itu menurutnya, sudah seharusnya para pemuka agama, atau penceramah dalam menyampaikan pesannya supaya bisa membuat masyarakat merasa terlindungi tanpa adanya ujaran kebencian ataupun hal-hal yang dapat menganggu persatuan diantara umat
“Karena itu sebagai penceramah atau mubaligh itu adalah mubaligh yang mengetahui kondisi jamaahnya. Imam yang baik itu adalah imam yang mengetahui kondisi jamaahnya. Artinya jangan sampai dakwah-dakwah yang dia sebarkan dan disampaikan justru merusak sistem yang sudah baik di masyarakat atau di lingkungan jamaah itu,” kata anggota Majelis Ahli Forum Kajian Cinta Al Quran Sulawesi Selatan ini.
Dirinya menghimbau kepada para masyarakat ataupun pengurus rumah ibadah jika menemukan ada orang yang menyebarkan narasi kebencian di rumah ibadah maka sebaiknya untuk melaporkan ke pihak keamanan.
Hal ini agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, sehingga semua pengurus rumah ibadah harus ekstra hati-hati dalam merawat dan menjaga tempat ibadahnya.
“Jangan sampai justru tempat ibadah itu menjadi lahan perpecahan. Kalau dalam konsep Islam menjadi masjid dhiror yang artinya masjid yang membuat atau tempat ibadah yang membuat masyarakat menjadi terpecah. Nah itu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Jadi secara intern, Islam itu menjaga semua jamaah, dan juga secara eksternal itu ukhuwah beragama itu tetap menjadi prioritasi dari ajaran Islam,” urai dosen Ilmu Fiqih Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini
Dirinya juga mengatakan bahwa perlu adanya peran dari pemerintah untuk ikut serta mengawasi rumah ibadah agar tidak timbul narasi kebencian yang disebarkan melalui rumah ibadah. Karena pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga kondusifitas dari semua masyarakat serta semua lapisan, termasuk dalam hal ini masjid jangan sampai menjadi tempat narasi kebencian.
“Karena seharusnya orang masuk masjid itu justru mencari ketenangan, ketenangan batin. Jangan justru keluar dari masjid malah membakar semangat yang justru jauh dari nilai-nilai kerahmatan Islam agama itu sendiri,” katanya.
Untuk itu dirinya berharap kepada para pengurus Masjid untuk bisa menjaga kondusifitas baik di lingkungan internal Islam dan eksternal untuk dapat menjaga dengan baik jamaahnya dengan melakukan konsolidasi pengurus secara internal sehingga celah celah masuknya paham-paham yang ingin menyebarkan dakwah dakwah kebencian itu dapat ditutup.
“Selain memperkuat jaringan internal sesama pengurus baik itu sesama pengurus Masjid, maka silaturahmi ke rumah-rumah ibadah yang lain juga harus dilakukan secara intens. Dimana silaturahmi adalah sesuatu yang paling baik, karena tidak ada sesuatu yang paling baik kecuali dengan Silaturahim,” urainya.