Kisah Sarono, Seorang Pemecah Batu yang Hidupi 75 Anak Yatim Piatu
"Sudah banyak (pasirnya) tetapi enggak ada yang beli. Terus ada ibu-ibu nanyain ini buat apa, saya bilang ini buat pasir," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Sudah banyak (pasirnya) tetapi enggak ada yang beli. Terus ada ibu-ibu nanyain ini buat apa, saya bilang ini buat pasir, alhamdullillah dia nawar, dia beli," kata dia.
Sarono mengaku tak mematok harga untuk menjual hasil pecahan batu yang telah menjadi pasir. Pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini rela dibayar berapa pun sesuai keikhlasan sang pembeli.
Baca: Bocah 12 Tahun Menyambi Dagang Cilok Sambil Sekolah untuk Bantu Beli Susu Adik
"Pendapatan enggak tentu walaupun prosesnya lama. Saya jual juga enggak patokin harga, seikhlasnya saja yang mau beli sekarung berapa," ujar Sarono.
"Biasanya ada yang beli Rp 10.000 sekarung ada yang Rp 20.000 minta 3 karung ya Alhamdullillah enggak apa-apa," sambung dia.
Biayai 75 anak Yatim Piatu
Meski pendapatannya tak seberapa, Sarono mengaku terpanggil untuk membantu anak yatim piatu.
Semua itu berawal ketika ia bertemu dengan seorang ibu yang membawa anak dan diketahui sudah tak mempunyai ayah.
Baca: Yatim Piatu, Begini Kisah Hidup Ronaldikin yang Tetap Rendah Hati Meski Sudah Terkenal
"Jadi pertama saya sndiri enggak nyari anak yatim tapi Allah gerakin. Waktu itu saya ke Pasar Gembrong, saya masih bisa samar-samar melihat tahun 2002 saya beli makanan burung karena dulu hobi melihara burung," kata Sarono.
"Pas mau pulang naik angkot ada ibu-ibu bantu nyetopin (angkot) ibunya gendong anak, anaknya teriak mau jajan saya kasih ongkos sedikit. Akhirnya setelah itu saya coba ke rumah ibu itu, saya samperin tanya RT soal benar enggak sudah yatim. Ternyata benar. Ya dari situ saya mulai membantu anak-anak," ucap dia.
Sarono mengaku bersyukur bisa membantu para anak yatim. Sebab, ia pun tak mempunyai anak kandung dan hanya tinggal berdua dengan istrinya di rumah kecil yang tak jauh dari lokasi ia memecahkan batu.
Hingga kini, anak yatim yang dibiayai pendidikannya oleh Sarono berjumlah 75 orang.
Anak-anak ini memang tak menetap di rumahnya, tetapi selalu datang mengunjungi Sarono dan istrinya ke rumah untuk mengaji bersama, bermain, maupun berkumpul.
"Saya mulai merawat anak yatim maupun duafa yang punya ayah tetapi enggak pernah diurusin. Saya berani tanggung jawab ke Allah, saya urusin anak ini," ujar Sarono.
Bahkan, beberapa dari anak angkatnya sudah duduk di bangku kuliah atau bekerja. Dibantu Untuk membiayai pendidikan para anak yatim itu, Sarono sebenarnya tak sendiri.