PT Arah Luncurkan Ecofren: Solusi Terpadu Pengelolaan Limbah dan Sampah Untuk Sarana Komersial
Layanan Ecofren dibagi menjadi tiga paket, yakni EcoPrime, Eco Comprehensive, danEcoBasic.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Arah Environmental Indonesia (PT Arah), penyedia solusi terpadu pengelolaan limbah dan sampah yang tersertifikasi, memperkenalkan Ecofren, Kamis (21/2/2019).
Ecofren merupakan solusi pengelolaan limbah dan sampah secara terpadu khusus untuk segmen bisnis dan sarana komersial.
Solusi ini mencakup perencanaan, perlengkapan dan pengemasan, pengangkutan, pengolahan, pelatihan dan konsultasi, serta penempatan sumber daya manusia (managed service) dalam mengelola limbah secara tepat dan sesuai dengan standar pengendalian pencemaran lingkungan hidup.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tidak hanya bersumber dari segmen industri, tetapi juga berasal dari lingkungan tempat aktifitas keseharian seperti rumah/hunian, perkantoran, dan sarana komersial seperti mall dan lainnya.
Limbah B3 yang banyak dijumpai dari segmen ini diantaranya terdiri atas limbah elektronik, baterai bekas, lampu bekas dan kemasan tinta (cartridges) bekas.
Berdasarkan penelitian International Telecommunication Union (ITU) bersama United Nations University (UNU), e-waste atau sampah elektronik, yang mencakup produk-produk yang dibuang dengan baterai atau colokan termasuk ponsel, laptop, televisi, lemari es dan mainan listrik terus meningkat.
Pada tahun 2016, 44,7 juta metrik ton e-waste dihasilkan, naik 3,3 juta metrik ton (8 persen) dari 2014. Hanya sekitar 20 persen - atau 8,9 juta metrik ton - dari semua e-waste didaur ulang pada tahun yang sama.
PT Arah sangat menaruh perhatian pada segmen ini, terutama mengenai awareness (pemahaman) akan limbah B3 yang dihasilkan serta sarana pengelolaannya.
“Banyak masyarakat yang belum paham akan bahaya limbah B3 yang mereka hasilkan. Padahal dengan semakin masifnya penggunaan perangkat teknologi seperti ponsel, gadgetdan perangkat elektronik lainnya, maka limbah B3 yang dihasilkan semakin banyak. Masyarakat juga masih banyak yang membuang baterai bekas, lampu bekas, tinta cartridges bekas, dan sampah elektronik lainnya ke dalam satu wadah bersama sampah bekas makanan atau sampah plastik. Padahal sampahharus dipilah pembuangannya untuk kemudian masing-masing jenis sampah dikelola dengan treatment yang berbeda. Di sisi lain, ada masyarakat yang sudah paham bahayanya namun mengalami kesulitan bagaimana menanganinya,” ungkap Gufron Mahmud, Direktur Utama PT Arah dalam acara peluncuran Ecofren di Jakarta.
"Pengelolaan sampah dan limbah B3 yang buruk tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, namun juga akan membahayakan manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya, dan berdampak pada generasi berikutnya. Itu sebabnya, pengelolaan sampah dan limbah B3, harus ditangani dengan baik dan benar. Dengan ECOFREN kamiberinisiatif untuk mengedukasi dan membantu masyarakat dan para pelaku usaha dalam mengelola sampah dan limbah yang mereka hasilkan secara tepat dan sesuai dengan standar pengendalian pencemaran lingkungan hidup,” lanjut Gufron.
Layanan Ecofren sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang jika tidak dikelola dengan baik akan sangat berbahaya.
"Permasalahan terkini yang ada di Indonesia tentang limbah B3 termasuk juga limbah eletronik adalah minimnya pengetahuan tentang bahaya yang ditimbulkan serta kurang tepatnya penanganan dalam hal pengelolaan. Karenanya, kehadiran solusi ECOFREN kami harapkan dapat turut membantu program pemerintah untuk mengelola limbah B3 termasuk limbah eletronik atau e-waste secara baik dan benar," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Isnawa Adji.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 59 (1) menyatakan ‘Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya’. Oleh karena itu terdapat sanksi bagi yang melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut, seperti pada pasal 103 yang menyatakan ‘Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, dipidana denganpidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)’,” lanjut Isnawa Adji.
“Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta berharap PT Arah dapat mendukung kebijakan Pemerintah DKI Jakarta, turut berperan dalam mengedukasi para pihak yang menghasilkan limbah B3 termasuk limbah elektronik dengan membangun kesadaran dan partisipasinya dalam pengelolaan limbah B3 dengan cara yang tepat,” kata Isnawa Adji .