Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemulung Jangan Mengeluh dan Menjual Kesedihan Agar Dapat Perhatian Orang Lain kata Eddie Karsito

Eddie Karsito, Pendiri Rumah Singgah Bunda Lenny, Humaniora Foundation mengatakan, para pekerja keras mendapat kemuliaan Allah.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Pemulung Jangan Mengeluh dan Menjual Kesedihan Agar Dapat Perhatian Orang Lain kata Eddie Karsito
ist
Pendiri Rumah Singgah Bunda Lenny – Humaniora Foundation, Eddie Karsito, bersama pemulung janda lanjut usia, Mak Awit (95 tahun), dan Mak Ecok (58 tahun), di gubuknya, di Kampung Kranggan Kulon, Jatisampurna, Bekasi. Keduanya tinggal di gubuk di atas tanah yang dulu miliknya, namun kini bukan miliknya, karena dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Di hadapan para pemulung, Eddie Karsito, Pendiri Rumah Singgah Bunda Lenny, Humaniora Foundation mengatakan, para pekerja keras mendapat kemuliaan Allah. Derejat kemuliaan manusia diantaranya diapresiasi dari kerja keras. Tak peduli apapun profesinya, selama dilakukan dengan cara ma’ruf.

“Maka bekerjalah. Sebah Tuhan Maha Bekerja,” ungkap Eddie Karsito saat menyambangi gubuk Mak Awit (95 tahun), pemulung janda lanjut usia, di Kampung Kranggan Kulon, Jatisampurna, Bekasi, Jumat (22/2/2019).

Dikatakan Eddie Karsito, bekerja adalah salah satu bentuk syukur pada Allah (min ‘ibaadiyasy-syakuur). Walau kerja memulung, tapi mulia di mata Allah.

"Mengais rezeki dengan cara halal. Allah tidak menyiakan-nyiakan orang yang mau berusaha keras,” kata pekerja sosial yang juga aktor film dan sinetron ini.

Eddie juga meminta, agar para pemulung jangan mengeluh, apalagi menjual kesedihan untuk mendapat perhatian dari orang lain.

“Sesulit apapun jangan mengeluh. Apalagi meminta-minta; mengemis. Inilah semangat hidup yang kami tanamkan kepada para pemulung agar senantiasa bekerja keras,” ujarnya.

Selain kerja keras, kata Eddie, nenek moyang bangsa Indonesia mengajarkan agar setiap orang rendah hati. Menjunjung tinggi integritas, kesamaan derajat yang diwujudkan dalam kehidupan sosial.

Berita Rekomendasi

“Kita semua sama di mata Tuhan. Perbedaan itu hanya diukur dari ketakwaan yang diimplementasikan dalam bentuk tindakan nyata, diantaranya perilaku simpati, empati, dan produktif,” jelas pendiri Rumah Budaya Satu-Satu (RBSS) ini.

Kehadiran para penggiat sosial di gubuk Mak Awit ini, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-9 Rumah Singgah Bunda Lenny, Humaniora Foundation [22 Februari 2010 - 22 Februari 2019].

Mak Awit, adalah salah satu janda lanjut usia, berprofesi sebagai pemulung, binaan Rumah Singgah Bunda Lenny – Humaniora Foundation. Beliau tidak cuma buta huruf, tapi pandangannya terganggu karena uzur. Tinggal di gubuk di atas tanah yang dulu miliknya, namun kini bukan miliknya, karena dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Kedatangan kami ke sini, adalah bagian dari social responsibility. Mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan untuk kemaslahatan orang banyak. Bentuk keterlibatan kami ikut membantu mengatasi masalah sosial kemiskinan kota,” urai Chief Executive Officer, Dioz Chicken and Resto, Anwar Syafei.

Pada kesempatan ini, Dioz Chicken and Resto membagikan nasi box dan minuman kepada para pemulung, janda lanjut usia, pekerja penggali tanah dan pembersih saluran, serta para dhu’afa lainnya. Karena waktu produktif bagi pemulung, maka sebagian makanan dan minuman dibagikan di jalanan, di tempat mereka sedang mengais sampah dan barang bekas.

Para pemulung ini sebagian besar adalah binaan Rumah Singgah Bunda Lenny, Humaniora Foundation. Lembaga sosial nirlaba ini, membina lebih dari 150 pemulung dan 120 anak yatim dan fakir miskin, yang tersebar di dua rumah singgah, Bekasi (Jakarta), dan di Baleendah Bandung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas