Kelalaian Dari Diri Kita Sendiri Penyebab Lunturnya Budaya Siswa Hormati Gurunya kata Hamdi Muluk
Hamdi Muluk, M.Si mengatakan bahwa penyebab lunturnya karakter atau budaya siswa untuk menghormati gurunya sebagai orang yang mendidik mereka
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Psikologi dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si mengatakan bahwa penyebab lunturnya karakter atau budaya siswa untuk menghormati gurunya sebagai orang yang mendidik mereka demi masa depannya dikarenakan kelalaian dari diri kita sendiri.
Di tingkat pendidikan dasar, orang tua lebih khawatir kalau anak-anaknya tidak cepat-cepat menguasai kemampuan skolastis seperti membaca, berhitung, matematika, bahasa Inggris, dan seterusnya dianggap tidak maju
“Kurikulum dasar kita baik untuk tingkat PAUD, TK dan SD saat ini sudah dijejelin agar supaya anak-anak ini cepat-cepat menguasai kemampuan skolastis ini. Karena kalau tidak seperti itu tentunya orang tua merasa khawatir kalau anaknya tidak jago kemampuan skolastik ini ada pemikiran sebagai bangsa, kita tidak Maju dan tertinggal,” ungkap Prof. Dr. Hamdi Muluk, Selasa (26/2/2019).
Menurutnya, ditingkat pendidikan dasar yang diperluklan adalah mengajarkan Nilai-Nilai seperti Integritas yang didalamnya mengandung kejujuran, bertanggungjawab, konsisten, Nilai-nilai kemandirian, dan Nilai-nilai persatuan yang mengajarkan toleransi, hormat-menghormati, sopan santun kepada yang lebih tua.
“Nah pendidian nilai-nilai ini lah sebenarya yang akan membekali orang untuk menghadapi dunia nyata, apa yang sering juga disebut sebagai Life Skills. Nah, kalau nilai-nilai ini tertanam dengan baik, maka hasilnya adalah Karakter Yang Kuat. Kalau karakter kuat dan sudah teratanam, baru mulai menguasai skil skil skolastik seperti matermatik, bahasa Inggris, Kimia, Biologi dan sebagainya. Dan itu tentunya akan lebih mudah,” ujarnya.
Karena menurutnya, orang yang berkarakter kuat tentunya tidak akan mudah menyerah, dimana orang tersebut akan selalu mencoba untuk belajar sendiri. Kalau nilai-nilai toleransi seperti homat kepada yang lebih tua, menghormnati otoritas (seperti guru), tentunya anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi dengan karakter kuat.
“Anak-anak seperti ini dikemudian hari tentu akan cepat menguasai kemamopuan akademik itu. Saya akui bahwa sistem pendidikan dasar kita ini agak kacau: Pendidikan PAUD, TK dan SD saja lebih banyak muatan akademiknya ketimbang pendidikan nilai-nilai budi pekerti,” kata pria kelahiran Padang Panjang, 31 Maret 1966 ini.
Dirinya memberikan contoh di luar negeri, dimana pendidikan awal seperti TK, SD lebih banyak dengan kegiatan "bermain" lewat ekperimen seperti olah raga ataupun kesenian. Dan disitu juga diselipkan pendidikan nilai-nilai seperti toleransi, sportifitas, kompetisi, hormat menghormati, persatuan dansebagainya.
“Harus seperti itu. Bukan malah menjejali anak murid yang masih kecil-kecil ini dengan Hapalan dikelas yang tentunya membosankan,” tuturnya.
Namun yang menjadi masalah menurutnya pendidikan kareakter yang terpadu dengan aktifitas mengembangkan kecerdasan majemuk seperti estetitka, kinetik, sosial, spiritual itu membtuhkan sarana dan prasana yang baik serta guru-guru yang juga mengajar dengan sepenuh hati (passion), bukan sekedar lepas dari kewajban.
“Guru harus punya kewibawaaan dan kompetensi yang cukup, sehingga tidak gampang diremehkan oleh murid-muridnya. Nah ini juga masalah kita, guru-guru kita kualitasnya rendah, gaji dan kehidupan eknominya juga agak morat-marti. Dengan kondisi seperti itu bagaimana dia tampil menjadi guru yang kredibel dan berwibawa di mata muridnya? Ini juga menjadi problem selama ini,” jelasnya
Permasalahan lain menurutnya juga dikarenakan lingkungan sosial, termasuk juga dirumah dan bahkan mungkin juga di sekolah yang sudah tidak punya atau sudah luntur.
“Padahal budaya melihat nilai-nilai itu lebih penting ketimbang kemampuan skolastik (akademik), Jadi kita tidak menghargai kalau nilai-nilai itu tidak dihormati, seperti orang tua atau murid yang ikut memukul guru atau ketika anaknya dimarahin guru. Nilai-nilai itu sudah luntur membuat anak-anak menjadi tidak terdidik dengan baik,” katanya.
Untuk itu dikatakannya, peran keluarga baik orang tua, kakek nenek, paman, tante dansebagainya juga harus sadar bahwa yang lebih penting untuk diajarkan kepada anak-anak itu adalah Nilai-nilai, bukan sekedeanr pencapaian nilai akedemis di sekolahan. Dirinya bahkan juga menyanyangkan ada orang tua yang malah kasak kusuk mencari bocoran soal, untuk dikasih ke anaknya supaya nilai anaknya bagus .