Achmad Mubarok: Jaga Kemajemukan Agar Masyarakat Bangsa Ini Tetap Rukun dan Bersatu
Achmad Mubarok mengatakan bahwa fitrah manusia tercermin dalam tindakan berpuasa seperti menahan diri, bekerjasama, saling berbagi
Editor: Toni Bramantoro
Dan masyarakat harus menyadari bahwa melakukan tindakan kekerasan, menyebarkan kebencian, mengadu domba, serta tindakan terorisme itu bukanlah bentuk fitrah manusia. Untuk itulah manusia diminta untuk bisa menjaga kesuciannya.
“Suci itu unsurnya ada tiga yaitu baik, benar dan indah. Kalau tidak baik, pasti tidak Indah. Kalau tidak benar, pasti juga tidak indah. Jadi kalau kita menjaga kesucian pergaulan, kesucian cita-cita, kesucian perjuangan tentunya harus dilakukan dengan benar, pendekatan yang baik. Karena dari situ kemudian timbul keindahan,” jelas mantan Wakil Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Untuk itulah menurutnya dalam membangun fitrah sosial di kehidupan bangsa ini harus selalu dengan mensosialisasikan tentang kebenaran dan kebaikan. Sehingga dapat diperoleh hasil yang harmoni antara yang satu dengan yang lainnya.
Selain itu dirinya juga meminta kepada masyarkat untuk dapat menjaga kemajemukan yang dimiliki bangsa ini agar masyarakat bangsa ini tetap rukun dan bersatu.
Karena majemuk itu memiliki arti yang bermacam-macam, ada yang besar dan ada yang kecil. Yang mana yang dibutuhkan adalah pertukaran peran, dimana sesungguhnya yang besar membutuhkan yang kecil dan yang kecil juga membutuhkan yang besar.
“Contoh, orang kaya butuh ada kuli, butuh pembantu. Sementara pembantu butuh ada orang yang bisa membayar. Nah kalau orang kaya menghargai orang kecil, maka orang kecil juga akan menghargai orang kaya. Tetapi kalau orang kaya mengeksploitasi orang kecil, maka tidak terjadi harmoni. Disitulah agama mengatur. Seperti zakat, dimana zakat adalah hak orang miskin yang ada pada orang kaya. Kalau ada orang kaya bayar zakat itu bukan kebaikan, tapi itu menunaikan kewajiban. Kalau mau kebaikan, tentunya dia memberi lebih dari apa yang diwajibkan,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut dirinya juga menghimgbau kepada masyarkat untuk selalu menjaga persatuan di tengah perbedaan yang ada pasca Pilpres 2019 lalu.
Karena perbedaan itu sesungguhnya Sunatullah. Dirinya meminta masyarakat untuk menyadari bahwa berpolitik itu ibarat seperti music. Dimana musik itu ada nada, ada irama atau irama dan ada harmoni.
“Kapan nada itu dibunyikan, tentunya sesuai ritmenya yang kemudian akan menjadi Harmoni. Sehingga perbedaan itu menjadi musik yang indah. Tapi kalau nada itu sendiri tidak mengikuti ritme, maka akan terjadi cheos. Nah budaya politik inilah yang harus dimiliki oleh kita semua," urainya.
Karena sejatinya menurutnya, politik itu adalah game atau permainan. Tetapi yang terjadi sekarang ini politik itu justru bukan permainan, tetapi menjadi mempermainkan.
“Saya melihatnya politik sekarang ini bukanlah permainan. Karena kalau permainan itu sebenarnya indah, tapi kalau mempermainkan tentunya kita akan kesal, menjadi korban. Nah tentunya kita harus dapat menahan diri agar tidak kesal dengan apa yang terjadi,” jelasnya