Kemenkeu Tolak Bayar Ganti Rugi 4 Pengamen Salah Tangkap, Kuasa Hukum : Mereka Tanggung Jawab Negara
Pihak Kemenkeu mengatakan, pekerjaan pengamen dilarang sesuai perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam sidang gugatan ganti rugi keempat pengamen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pihak Kementerian Keuangan RI menolak membayar ganti rugi kepada keempat pengamen korban salah tangkap sebesar Rp 750 juta.
Pihak Kemenkeu mengatakan, pekerjaan pengamen dilarang sesuai perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum.
Apabila melanggar aturan tersebut, pelaku bisa diganjar ancaman pidana kurungan penjara 10 tahun dan paling lama 60 hari atau denda Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta.
"Pengamen secara tegas dan jelas tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan di DKI Jakarta," ujar Daryono selaku kuasa hukum dari Kementerian Keuangan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (23/7/2019).
Namun, menurut kuasa hukum keempat pengamen, Okky Wiratama Siagian, Kemenkeu tidak berwenang untuk mengaitkannya dengan Perda DKI.
"Sekarang, legal standing dia ngomong seperti itu apa? Selama ini kita saksikan pengamen jalanan, itu tanggung jawab siapa? Tanggung jawab negara. Negara wajib mengurus, apalagi mereka anak-anak," bebernya.
"Mereka saja tidak sekolah karena tidak mampu, cari nafkah dari mana tidak mungkin mencuri. Mencuri itu pidana, tapi kalau dia pengamen ya kan dia menggunakan kreativitasnya. Dia nyanyi dan main musik itu seni. Kalau nyanyi salah dong?" tanyanya lagi.
Okky kembali menegaskan bahwa Kemenkeu RI tidak berwenang membacakan jawaban di muka sidang terkait Perda DKI.
"Menurut saya tidak pantas Kemenkeu mengomentari hak-hak di luar batas kewenangan mereka," tandasnya.
Persidangan kasus salah tangkap empat pengamen oleh polisi kembali bergulir dengan agenda pembacaan jawaban dari para termohon.
Dalam sidang itu, hadir tiga pihak termohon yaitu Polda Metro Jaya, Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Jawaban termohon dari Polda Metro Jaya dibacakan oleh AKP Nova Budianto, Kementerian Keuangan oleh Daryono, serta Kejaksaan Tinggi Negeri oleh Hadiyanto dan RV Latumenten.
Tiga pihak itu menolak dalil yang sebelumnya dibacakan oleh kuasa hukum keempat pengamen korban salah tangkap, Okky Wiratama Siagian pada Senin (22/7/2019) silam.
Polisi Nilai Tuntutan Pengamen Korban Salah Tangkap Mengada-ada
Pihak Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, menolak permohonan ganti rugi keempat pengamen korban salah tangkap senilai Rp 750 juta rupiah.
Menurut Kuasa Hukum Polda Metro Jaya, AKP Budi Novianto, permohonan tersebut tak sesuai dengan pasal 95 KUHAP dan Pasal 77 KUHAP.
"Ganti rugi yang mengada-ngada dan tidak berdasar hukum, sehingga sudah sepatutnya ditolak oleh hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo," ujar Budi di ruang sidang lima, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (23/7/2019).
Budi menuturkan, kerugian yang didera oleh para pengamen selama di penjara di antaranya pengeluaran biaya kamar, biaya besuk, biaya makan telah diberikan secara layak oleh pemerintah.
"Sangat mengada-ngada dan tanpa bukti yang jelas yang dapat dipertanggung jawabkan. Termohon 1 sampaikan bahwa selama penahanan, Negara telah menyediakan makanan dan minuman bagi para pemohon selama masa penahanan dilakukan layak," terangnya di pengadilan.
Sebelumnya, Kuasa Hukum keempat pengamen korban salah tangkap, Okky Wiratama Siagian mengatakan pihak termohon harus mengganti rugi kliennya berupa biaya materiil maupun imateriil.
Kerugian biaya materiil secara keseluruhan sebesar Rp 662.400.000 juta dan biaya imateriil sebesar Rp 88.500.000 juta.
Bila ditotal, mencapai Rp 750 juta rupiah.
"Perhitungan kerugian imateriilnya waktu korban disiksa, disetrum dan akhirnya menyebabkan luka-luka. Kita menghitungnya dari yang ditimbulkan. Misalkan jadi cedera fisik," ujar Okky saat ditemui beberapa waktu silam.
Persidangan kasus salah tangkap empat pengamen oleh polisi kembali bergulir dengan agenda pembacaan jawaban dari para termohon.
Dalam sidang itu, hadir tiga pihak termohon yaitu Polda Metro Jaya, Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Jawaban termohon dari Polda Metro Jaya dibacakan oleh AKP Nova Budianto, Kementerian Keuangan oleh Daryono, serta Kejaksaan Tinggi Negeri oleh Hadiyanto dan RV Latumenten.
Tiga pihak itu menolak dalil yang sebelumnya dibacakan oleh kuasa hukum keempat pengamen korban salah tangkap, Okky Wiratama Siagian pada Senin (22/7/2019) silam.
Penjelasan Polisi Terkait Dalil Permohonan Empat Pengamen Korban Salah Tangkap
Pihak termohon, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, membantah dalil-dalil permohonan para keempat pengamen yang mengatakan mereka korban salah tangkap.
Bertempat di ruang sidang lima, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, AKP Budi Novianto selaku kuasa hukum Polda Metro Jaya mengemukakan bantahannya.
"Bahwa dalil-dalil pemohon kabur, menolak tegas dalil para pemohon," ujar Budi pada Selasa (23/7/2019).
Budi memohon kepada majelis hakim untuk membatalkan permohonan praperadilan empat pengamen secara seluruhnya.
Terkait penyidikan, lanjut Budi, pihaknya telah melakukannya secara sah dan tidak menyalahi aturan.
Di hadapan majelis hakim, Budi membeberkan enam butir permohonan bahwa pengajuan praperadilan dari pihak korban keliru.
Sebanyak tiga pihak selaku termohon dihadirkan untuk membacakan jawaban dari dalil yang sebelumnya dilontarkan oleh pihak korban.
Tiga pihak itu yaitu Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Mereka masing-masing menolak dalil yang sebelumnya dibacakan oleh kuasa hukum keempat pengamen korban salah tangkap, Okky Wiratama Siagian pada Senin (22/7/2019) silam.
Empat Pengamen Korban Salah Tangkap Minta Perlindungan LPSK
Selama proses persidangan, keempat pengamen korban salah tangkap di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Menurut Kuasa Hukum keempat pengamen, Okky Wiratama Siagian, permohonan berupa surat itu telah diajukan ke LPSK.
"Belum ada pertemuan khusus, kita baru menyurati saja," ungkapnya wartawan pada Selasa (23/7/2019).
Okky melanjutkan selama persidangan belum ada intimidasi yang menyerang empat pengamen itu.
"Untuk saat ini belum ada, belum ada tekanan hingga intimidasi. Kemarin sampai disamperin di sini sama penyidiknya yang di Polda Metro Jaya," ungkapnya.
Empat pengamen yang salah tangkap saat itu, masih berusia belasan tahun, Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), dan Pau (16).
Mereka beralasan semenjak dinyatakan tak bersalah pada tahun 2016 silam, belum mendapatkan ganti rugi atas kesalahan yang dilakukan polisi.
Mereka pun menuntut ganti rugi berupa materil senilai Rp 165 juta untuk masing-masing korban
Kasus salah tangkap itu berawal pada tahun 2013, mereka berempat dinyatakan bersalah oleh kepolisian lantaran melakukan pembunuhan antar pengamen lain dengan motif berebut lapak pengamen di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Sehingga mereka harus mendekam di balik jeruji besi di Tangerang.
Akan tetapi, kemudian terbukti di persidangan bahwa korban yang tewas bukanlah pengamen, dan mereka bukan pembunuh korban.
Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kasus mereka kemudian dibawa menuju meja hijau.
Menurut Kuasa Hukum korban dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, Mahkamah Agung memutuskan keempat korban tidak bersalah melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
"Di Mahkamah Agung, putusannya menyatakan membebaskan keempat anak kecil ini. Nah, kami memberitahu kepada mereka, ketika putusannya bebas maka ada hak mereka yang bisa dituntut ganti kerugian. Dan udah ada mekanismenya dari PP 92 tahun 2015," ujarnya kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (17/7/2019).
Penulis : Satrio Sarwo Trengginas
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul : Kemenkeu Ogah Bayar Ganti Rugi Rp 750 Juta kepada 4 Pengamen Korban Salah Tangkap, Ini Alasannya