Kisah di Balik Meninggalnya Aurel, Parkibara Tangsel, Penjelasan PPI dan Cerita Ibu Berbeda
Ada kisah berbeda yang diungkapkan ibu dari anggota Paskibra Tangsel Aurellia Qurratu Aini yang meninggal saat diklat.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANGSELATAN - Ada kisah berbeda yang diungkapkan ibu dari anggota Paskibra Tangerang Selatan (Tangsel), Aurellia Qurratu Aini yang meninggal saat sedang menjalani pendidikan dan pelatihan (diklat) meninggal dunia, Kamis (1/8/2019).
Belum diketahui secara pasti penyebab meninggalnya Aurellia Qurratu Aini ini.
Namun, meninggalnya Aurellia Qurratu Aini diduga karena kelelahan.
Ibunda Aurellia Qurratu Aini, Sri Wahyuni mengatakan, pada Rabu (31/7/2019) putrinya dalam keadaan fit dan prima.
Saat itu, Aure, sapaan akrabnya, siap menjalani latihan paskibra.
"Aurel dalam kondisi yang sangat fit. Dia sudah kasih tahu bahwa akan ada renang di sore hari. Saya sempat bilang, setelah kalian kegiatan fisik, itu tidak semua siap langsung masuk ke kolam nak. Kamu jangan ikut kalau kamu tidak sanggup," ujar Sri menceritakan nasihatnya kepada Aurel.
Baca: Kata Wali Kota Risma Tentang Cuitan Anggota TGUPP DKI Jakarta: Dia Mengejek Saya
Baca: Fakta Terbaru Anggota Paskibraka Meninggal: PPI Bantah Aurel Alami Kekerasan Fisik oleh Senior
Namun Aurel seperti hendak menenangkan ibu tercinta. Ia mengatakan sanggup dan ingin tetap berenang.
Pukul 19.30 WIB hari itu, Aurel pulang dalam kondisi kelelahan. Kacamata seorang ibu tahu benar tanda-tanda pada anak.
"Dia sudah kelihatan sangat lelah. Sangat lelah. Tapi masih sempat cerita. Tadi kakak main air, mama, tadi ada empat orang teman kakak membuat kesalahan dan dihukum. Kakak berzikir jangan sampai kakak punya kesalahan. Alhamdulillah bukan kakak. Tapi karna korsa kami semua pasti dihukum bersama," ujar Sri menceritakan percakapan dengan anaknya yang ternyata itu adalah percakapan terakhir mereka.
Setelah satu jam bercerita, pelajar di SMA Islam Al-Azhar BSD Serpong itu masuk kamar Sri.
Sri Wahyuni dan Faried Abdurrahman, orang tua dari Aurellia Qurratu Aini, Paskibraka Tangsel yang meninggal saat masa diklat, di kediamannya di bilangan Taman Royal 2, Cipondoh, Tangerang, Jumat (3/8/2019).
Sudah beberapa hari belakangan, Aurel memilih tidur bersama ayah dan ibunya.
"Waktu kita masuk kamar kita baru sadar badannya panas. Demam. Tapi tidak kami bangunkan karena kami anggap, kami masih berpositif thinking, itu proses metabolisme tubuh karena dia melakukan kegiatan fisik yang lebih dari biasanya," ujarnya.
Pukul 01.00 WIB, Jumat (1/8/2019) weker bunyi. Sri dan Aurel bangun.
"Jam 1 bangun karena wekernya, 31 juli itu dirobek bukunya. Dia bangun jam 1 saya bilang nak masih jam 1, dia tidur lagi. Weker berikutnya itu jam setengah 4 atau jam 3 saya nggak ingat," jelasnya.
Setelah itu Aurel keluar kamar tanpa membangunkan kedua orang tuanya.
Sri menjelaskan konteksnya, pada hari terakhir latihan sebelum meninggal dunia, buku harian Aurel disobek pelatihnya.
Ia harus menulis ulang diary yang merupakan tugas untuk selalu ditulis setiap hari.
Aurel memiliki PR menulis diary untuk 22 hari pelatihannya. Sedangkan per harinya Aurel harus menulis minimal dua lembar kertas.
"Dia keluar kamar mengisi buku harian untuk tanggal 31 Juli. Karena untuk buku harian dari tanggal sebelumnya yang dia harus salin ulang, dia sudah enggak terkejar waktunya. 22 hari dengan minimal dua halaman. Jadi sekian puluh halaman harus dia salin dalam waktu sangat singkat. Sudah tak terkejar," paparnya.
Tidak lama, Aurel jatuh di dapur. Sri menyebut suaranya kencang hingga membangunkan ia dan suaminya.
"Tidak lebih dari lima menit kami berusaha membangunkan dia, langsung kami bawa dia ke rumah sakit. Saat di dapur dia jatuh dia sudah tidak bereaksi," jelasnya.
Sampai rumah sakit, dokter menyebut fungsi otak Aurel berhenti.
"Dokter di UGD bilang fungsi otaknya sudah terhenti. Ikhlaskan. Kami masih bilang ke dokter, maksimalkan," ujarnya.
Alat pacu jantung tak berhasil membuat Aurel hidup. Sri hancur, sulung yang sangat dicintainya itu sudah tidak ada.
"Dibantu dengan alat pacu jantung, Aurel tidak bereaksi sama sekali. Aurel sudah tidak ada. 1 Agustus 2019," ujarnya dengan suara yang semakin pelan.
Aurel bukan sosok yang lemah
Sri Wajyuniarti yang juga merupakan seorang Purna Paskibraka ini mengetahui betul diklat seharusnya dijalankan seperti apa.
Sri meyakini, anaknya bukanlah sosok yang lemah dan tidak mampu mengikuti diklat yang juga menggunkan pendekatan militer itu.
Ibu dua anak itu meyakini Aurel meninggal dunia karena diduga akumulasi kelelahan baik secara fisik maupun mental selama menjalani diklat.
"Dokter tidak menyebutkan diagnosa sejauh itu. Hanya dokter bertanya apa yang terjadi, yang kami sampaikan bahwa Aurel terjatuh. Yang kami yakini bahwa Aurel sudah sangat lelah. Akumulasi dari sekian puluh hari dia latihan, minim istirahat," ujar Sri saat ditemui di rumahnya, Jumat tengah malam (2/8/2019).
Sri memaparkan, hampir setiap hari selain Jumat, Aurel harus sudah sampai lokasi latihan pada pukul 06.00 WIB dan selesai latihan sampai 16.30 WIB.
Posisi rumah yang jauh membuat Aurel harus jalan dari rumah antara pukul 04.00 dan 05.00 WIB.
Setelahnya dia baru sampai rumah lagi setelah latihan, sekira pukul 19.30 WIB.
Ditambah lagi beban menulis diary atau buku harian.
Hal itu membuat Aurel bangun pukul 03.00 WIB dini hari untuk menulis kesannya terhadap diklat yang dijalaninya per hari.
"Karena dia sampai rumah lebih dari magrib, karena rumah kami memang cukup jauh, sekitar jam 7 atau setengah 8 malam. Dia baru bisa tidur jam setengah 9 setelah salat dan membersihkan diri. Tapi dia harus bangun lagi hampir selalu jam 3 pagi, untuk membuat cerita buku harian," paparnya.
Usaha keras membuat buku harian setiap subuh dengan istirahat yang minim nampak berbuah beban psikis tambahan, karena tulisan Aurel dalam diary itu disobek pada Rabu (31/7/2019).
Aurel harus mengulang menulis diary selama 22 hari pelatihan.
Aurellia Quratu Aini seorang paskibraka Tangerang Selatan yang akrab disapa Aurel (jilbab hitam) semasa hidupnya bersama ibunya bernama Sri Wahyuni.
Setiap harinya, ia harus menulis dua halaman dan jika ditotal selama 22 hari, ia harus menulis sekian puluh halaman hanya dalam waktu satu hari.
Terlebih, pada pelatihan Paskibraka, jika ada satu orang yang melakukan kesalahan, yang dihukum semuanya.
"Dan saat buku harian itu semua dirobek, sudah kurang lebih 22 hari membuat harian, dirobek dan harus menyalin dari ulang, itu sedikit memberikan pressure yang lebih lagi bagi Aurel di tengah istirahatnya yang sangat kurang," ujarnya.
Namun dengan besar hati, Sri menerima anaknya lah yang menjadi pengingat bagi tim pelatih dan penyelenggara diklat itu dari Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Tangsel.
"Tidak ada salahnya, tidak ada yang salah dengan sistem yang sudah dibuat Purna Paskibraka Indonesia. Tapi oleh beberapa oknum yang latah dan berlebihan, itu yang membuat pendidikan yang dijalani Aurel dan teman-temannya menjadi jauh lebih berat dari biasanya," ujarnya.
Aurel kerap cerita kepada ibunya
Sri mengatatakan bahwa putrinya, Aurel kerap bercerita seputar latihan paskibra kepadanya.
Sebagai ibu sekaligus seorang Purna Paskibraka pun tak jarang memberikan saran kepada Aurel.
Misalnya saja Aurel sempat bercerita jika tangannya terdapat luka lebam hitam di jari bagian atas.
Hal itu akibat push up dengan tangan mengepal pada diklat Paskibraka yang dijalaninya.
"'Ma, tadi kita push up. Ma, tadi kita begini'. Saya juga bilang, 'itu hal biasa nak, itu konsekuensi ikut paskibraka'. Tapi waktu saya lihat tangannya luka, hitam, saya bilang 'kamu push up kepal?', dia jawab 'iya'. Push up kepal itu sudah menyalahi aturan. Bahkan di militer sendiri pun ada waktu dan tempat untuk push up kepal bagi laki laki, tapi tidak untuk perempuan," ujar Sri di kediamannya di bilangan Taman Royal 2, Cipondoh, Tangerang, Jumat (2/8/2019).
Selain di pergelangan, luka lebam lain ada di bagian belakang lengan.
Sri juga mengatakan bahwa Aurel dicubit saat pelatihan.
Suara Sri merendah dan semakin berat.
Menurutnya, diklat Paskibraka tidak boleh ada kontak fisik.
"Lalu memang ada spot atau lebam, dia bilang 'Ma ini dicubit, biasa kok'. Saya bilang 'itu tidak biasa nak, karena harusnya tidak ada body contact untuk pendidikan paskibraka'," ujarnya.
Sri meyakini cubitan yang dialami anaknya sangat keras.
Hal itu karena bekas lebam yang kentara.
"Seingat saya ada di lengan kiri belakang kalau enggak kiri kanan belakang. Cukup besar biru. saya tanya kenapa, dicubit. Dicubit kenapa sampai segitunya nak. Kulit Aurel tidak putih, kulit aurel cukup gelap, jadi kalau sampai biru lebam artinya cubitan sangat keras," jelasnya.
Tak hanya di lengan, pihak keluarga lain juga mendapati lebam di bagian lutut Aurel.
"Ada spot lain, di lengan kiri depan itu saya lihat waktu almarhum dimandikan. Kalau enggak salah keponakan saya juga melihat ada spot biru lain di dengkul," ujarnya.
Penjelasan PPI Tangsel
Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Tangerang Selatan (Tangsel) memastikan tidak ada kontak fisik apa lagi kekerasan fisik pada pendidikan dan pelatihan (diklat) Paskibraka Tangsel.
"Dalam pelatihan pun kami tidak ada kontak fisik dalam latihan itu tidak ada. Dalam pelatihan yang sudah disepakati tim semuanya ya standard pola pembinaan. Ya kalau hukuman, hukuman biasa," ujar Ketua PPI Tangsel, Warta Wijaya saat ditemui di Pemkot Tangsel, Ciputat, Jumat (2/8/2019).
Warta menjelaskan diklat para calon paskibraka itu sudah mukai dari 1 Juli 2019 di bawah binaan PPI sampai 21 Juli 2019.
Setelah itu, dari 22 - 31 Juli 2019, pelatihan dibina oleh anggota TNI dari Batalyon Kavaleri 9.
Mereka berlatih setiap Senin sampai Kamis, lalu Sabtu dan Minggu. Sedangkan Jumat libur. Setiap latihan para peserta diklat sudah harus datang pukul 06.00 WIB dan pelatihan selesai maksimal 16.30 WIB.
Warta juga menegaskan bahwa porsi latihan bagi para calon paskibraka tahun ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Porsi latihan itu sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan dari kaveleri pun bukan pertama kali. Dia sudah beberapa kali bergabung bersama kami, karena memang setiap tahunnya Paskibraka diiringi dengan militer berbeda2, tahun ganjil itu dengan Yon Kavaleri, tahun genap dengan Arhanud," ujarnya.
Warta mengungkapkan, selama pelatihan, Aurellia hanya sekali izin sakit, itupun pada periode awal pelatihan.
Sementara setelahnya, ia menjadi anak yang paling prima sampai disepakati para pelatih menjadi pembawa baki.
"Dia itu paling sedikit bahkan tidak pernah masuk tim kesehatan tim medis itu tidak pernah. Dia anaknya kuat dia anaknya lincah. Bahkan karena kemampuannya dia kita sepakati bersama untuk membawa baki," ujarnya.
Saat ini diklat sudah memasuki latihan bersama dengan tim pengiring, dan tidak ada porsi latihan yang dikurangi atau berubah.
"Kami sekarang sudah bergabung dengan pasukan pengiring, pasukan 45 dari tentara. Pelatihan seperti biasa, tidak ada yang berubah," ujarnya.
Warta mengatakan belum ada komunikasi yang serius antara PPI dan pihak keluarga Aurellia.
"Terakhir saat kita datang ke sana untuk melayat saja. Mungkin karena situasinya juga masih syok," ujarnya. (TribunJakarta/Jaisy Rahman Tohir/Mohamad Afkar)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Sederet Aktivitas Aurel Selama Diklat Paskibraka & Penjelasan PPI Tangsel, Sang Ibu Ungkap Hal Lain,