Buntut 4 Warga Tewas Tertimbun Truk Tanah di Tangerang, Warga Kosambi Demo, Sandera 3 Truk Tanah
Persoalan truk tanah di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan wilayah yang berbatasan dengan Ibu Kota, belum kelar-kelar.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Persoalan truk tanah di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan wilayah yang berbatasan dengan Ibu Kota, belum kelar-kelar.
Warga kesal betul. Selain jalanan rusak, berdebu, kerap memakan korban jiwa, kemacetan akibat truk tanah ini juga merugikan ekonomi warga.
Seperti diketahui, meski sudah berkali-kali bikin kesepakatan dengan warga, juga terbit sejumlah peraturan daerah soal jam operasional truk tanah, setiap hari masih banyak truk tanah yang melanggar.
Berdasarkan pantauan, kemacetan parah sampai berhenti tidak bergerak sudah jadi pemandangan umum di Jalan Raya Perancis, Jalan Raya Dadap, Jalan Kapuk Kamal Raya dan sejumlah ruas jalan di Kabupaten Tangerang serta perbatasan Jakarta Barat dan Utara.
Baca: Kecelakaan Maut Truk Timpa Mobil di Tangerang: Salah Satu Korban Berencana Tunangan Bulan Ini
Kemacetan juga mengular panjang hingga ke Jalan Benda Raya, Jalan Atang Sanjaya, Jalan Husein Sastranegara di Rawa Bokor, tak jauh dari akses masuk ke Bandara Soekarno-Hatta.
Tak hanya macet, sejumlah titik di ruas-ruas jalan ini juga berlubang dan rusak parah. Kondisinya saat siang hari berdebu.
Sudah berkali-kali protes, pelanggaran jam operasional truk tanah tetap terjadi.
Kekesalan warga memuncak.
Kemarin, sekitar pukul 11 siang, ratusan warga Kecamatan Kosambi, Dadap, Kabupaten Tangerang, menggelar aksi protes untuk kesekian kalinya.
Ratusan warga ini berkumpul di Jalan Raya Perancis, Kosambi, Kabupaten Tangerang, tepatnya di depan Pabrik PT Paradise. Secara kebetulan, tiba-tiba lima truk tanah berwarna hijau melintas.
Warga langsung berkerumun menutup jalan. Truk disetop.
Tak lama, sejumlah polisi datang mecoba negosiasi dengan warga. Akhirnya, dua truk dilepaskan. Tiga disandera. Warga memasangkan berbagai spanduk protes di badan truk.
Polisi akhirnya mengalah, membiarkan warga yang menyemut di sekitar truk yang disandera, untuk menyampaikan keluh kesalnya .
Warga pun bergantian berorasi, meminta Peraturan Bupati larangan truk pasir operasi pagi hingga jam 10 malam ditegakkan.
“Masyakarat Kecamatan Kosambi sudah empat kali ini menggelar aksi ini. Tak ada yang mengkoordinasi. Ini murni warga bergerak. Kami sudah kesal dengan truk-truk tanah yang melanggar ini,” ujar perwakilan masyarakat bernama Wahyudi.
Permintaan warga tak muluk-muluk.
Hanya penegakan Peraturan Bupati (Perbup) Tangerang Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pembatasan Jam Operasional Angkutan Barang.
Dalam Perbup ini, truk tanah dan kendaraan berat boleh beroperasi mulai pukul 22.00 hingga 05.00 di seluruh Kabupaten Tangerang.
“Sudah terlalu banyak korban jiwa. Salah satu korban istri saya jatuh sepulang kerja, pendarahan akhirnya meninggal. Tindak tegas truk-truk tanah yang melanggar,” ujar Wahyudi geram.
Setelah beberapa kali pertemuan dan mediasi, penegakan Perbup ini nyatanya masih letoy. Setiap hari, tak sedikit truk yang ngeyel melanggar aturan.
“Dinas Perhubungan memang menindak, tapi truk cuman difoto, terus pulang lagi. Besok ada lagi yang melanggar lebih banyak,” keluh Wahyudi.
Warga Kosambi lainnya, Supriyadi, juga menyampaikan kekhawatirannya. Menurutnya, jika melintas di luar jam yang diatur Perbup, nyawa warga terancam.
“Truk tanah ini sudah menggangu warga. Kami hanya ingin Pergub ditegakkan. Tidak menyetop 24 jam kok. Sudah banyak yang mati dan jadi korban. Setop mobil tanah besok. Jangan ada aktifitas.
Aktifitas warga setiap pagi, anak sekolah, pergi ke pasar, terancam menjadi korban truk tanah yang melanggar ini. Kemarin saja, di Kawaraci, empat orang meninggal,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Kamis pekan lalu, kecelakaan naas truk tanah menimpa mobil Sigra terjadi di Jalan Imam Bonjol, Cibodas, Karawaci, Kota Tangerang. Mobil remuk menewaskan empat orang.
Warga lainnya mengeluh kemacetan yang bikin usahanya merugi.
“Jam kerja molor, pengantaran barang ngaret, waktu terbuang. Ini kan kompleks pergudangan yang butuh akses lancar pengiriman barang. Kami sudah rugi banyak bertahun-tahun karena kemacetan,” tegas Yudi.
Hingga pukul dua siang, unjuk rasa belum menemui hasilnya.
“Bupati tahu, Dishub tahu, tapi tak ada ketegasan. Kalau ikutin alur, mediasi, gak akan ada hasil. Kita akan aksi terus,” ancamnya disambut teriakan dukungan warga.