Anggaran Pengadaan Dianggap Bermasalah, Kepala Bappeda DKI Mengundurkan Diri
Pengunduran diri Kepala Bappeda ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers di Balairung, komplek Balai Kota
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Ini yang juga ramai, pengadaan bolpoin di SDN Jakarta Timur harganya Rp 123,8 miliar," ucap anggota DPRD DKI Fraksi PSI William Aditya Sarana, Rabu (30/10/2019).
Dijelaskan William, berdasarkan data dari website milik Pemprov DKI, harga satuan bolpoin tersebut mencapai Rp 105 ribu.
"Jadi kalau dilihat, harga satuannya Rp 105 ribu di website APBD. Ini saya tidak mengada-ada ya," ujarnya di ruang Fraksi PSI DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Pengertian E-budgeting
Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Provinsi DKI Jakarta kini sedang menjadi sorotoan publik.
Hal ini karena penyusunan KUA-PPAS melalui sitem e-budgeting memunculkan anggaran belanja yang tidak masuk akal seperti lem aibon Rp 82,8 miliar hingga pulpen Rp 124 miliar.
Anggaran tidak wajar yang muncul dari KUA-PPAS tersebut pertama kali diviralkan oleh anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (F-PSI), William Aditya Sarana melalui media sosialnya.
Setelah viral, kemudian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan munculnya angka tersebut karena kesalahan sistem e-budgeting warisan gubernur sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Anies menyatakan e-budgeting yang diperkenalkan Joko Widodo ini sudah kuno dan tidak smart karena tidak bisa menyaring anggaran yang aneh.
“Tidak (tidak hanya tahun ini salah sistem). Berati mengandalkan manusia selama ini bukan? Selama bertahun-tahun mengandalkan manusia,” ucap Anies di Balai Kota, Rabu (30/10/2019).
Lalu apa yang dimaksud dengan e-budgeting?
Dilansir dari Kompas.com, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan sistem e-budgeting dalam menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2020.
Sistem e-budgeting mulai diperkenalkan di Jakarta ketika Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Sistem tersebut akhirnya digunakan di Jakarta saat Basuki atau Ahok menjadi gubernur.