5 Fakta Sistem E-Budgeting: Dipakai Era Ahok, Dipuji KPK, Kini Hendak Diubah Anies
Inilah lima fakta soal sistem E-Budgeting. Dibuat pada era Gubernur Ahok, mendapat pujian dari KPK, kini akan diubah oleh Anies Baswedan.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Miftah
Inilah lima fakta soal E-Budgeting. Dibuat pada era Gubernur Ahok, mendapat pujian dari KPK, kini akan diubah oleh Anies Baswedan.
TRIBUNNEWS.COM - Sejak sepekan terakhir, sistem e-budgeting atau sistem sistem penyusunan anggaran secara elektronik, paling banyak dicari.
Sistem e-budgeting mengemuka setelah sejumlah rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2020 menjadi sorotan publik.
Sebut saja anggaran influencer Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar, pembelian lem Aibon Rp 82,8 miliar, pembelian bolpoin Rp 124 miliar, hingga pembelian komputer Rp 121 miliar.
Sistem e-budgeting sebenarnya telah diperkenalkan di DKI Jakarta ketika Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok/BTP) masih menjadi gubernur dan wakil gubernur.
Sistem e-budgeting baru dipakai pada era Ahok menjadi gubernur yang lantas diteruskan oleh gubernur penggantinya, termasuk Anies Baswedan.
Baca juga: Geger Lem Aibon 82 M, Anies Baswedan Siap 'Upgrade' E-Budgeting DKI
Baca juga: Diingatkan KPK, Anies Baswedan Ingin e-Budgeting Bisa Lakukan Verifikasi Otomatis
Selain itu, KPK juga memuji sistem e-budgeting peninggalan Ahok bahkan berharap sistem yang sama bisa diterapkan di sejumlah daerah.
Namun, Anies Baswedan berencana mengubah sistem tersebut agar publik bisa ikut mengomentari anggaran.
Berikut beberapa fakta terkait sistem e-budgeting sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari Kompas.com:
1. Digagas Era Jokowi
Sistem e-budgeting mulai diperkenalkan di era pemerintahan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dengan e-budgeting, semua perencanaan anggaran diinput secara digital ke dalam sistem.
Saat itu, menurut Jokowi, penerapan sistem e-budgeting itu merupakan langkah awal Pemprov DKI dalam mengontrol anggaran secara terbuka.
Nantinya, sistem itu akan bertransisi dan berkembang lebih baik kembali.
Mantan Wali Kota Solo itu pun berharap peristiwa seperti munculnya anggaran "siluman" atau permainan antara eksekutif bersama legislatif tidak lagi terjadi.
"Pokoknya tahun depan sudah full e-budgeting," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com.
Begitu ada e-budgeting, kata dia, hanya pihak yang memiliki otoritas tertentu yang memiliki password dan bisa mengubah anggaran.
2. Dipakai Era Ahok
Sistem e-budgeting baru benar-benar dipakai saat Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang jadi Presiden RI.
Sistem e-budgeting mulai digunakan pada penyusunan APBD tahun 2015.
Dalam sistem ini, hanya beberapa orang yang memiliki password untuk masuk ke dalam sistem.
Segala perubahan yang terjadi dalam sistem akan terlibat sehingga akan ketahuan jika ada yang mengurangi atau menambah anggaran.
Oleh karena itu, biasanya proses input sistem e-budgeting dilakukan bersama-sama semua SKPD di satu ruangan besar.
Sistem ini tetap digunakan sampai pembahasan anggaran yang terakhir yaitu APBD-Perubahan 2017.
Selain e-budgeting, Pemprov DKI juga menggunakan e-planing dan e-musrenbang.
Saat Ahok menjabat sebagai gubernur, rancangan anggaran juga sudah diunggah ke situs apbd.jakarta.go.id.
Tujuannya agar publik bisa mengoreksi anggaran yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan hasil musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
Ahok bercerita, dia pernah ribut dengan oknum DPRD DKI dan oknum SKPD lantaran sistem e budgeting.
"Gubernur DKI tuh sederhana, kamu berani pecat orang yang nyolong enggak. Tahun 2014 kan pada enggak mau ngisi (e-budgeting), saya pecatin semua."
"Tahun 2015 diisi, DPRD ngelawan, enggak mau tanda tangan. Itu kejadian yang mau impeachment saya itu," ujar Ahok, dikutip dari Kompas.com.
Ahok pun menekankan semua kebijakan di Pemprov DKI sangat tergantung pada kepala daerah yang memimpin.
Sistem e-budgeting hanya bisa berjalan dengan dukungan dari gubernurnya.
"Kalau kepala lurus, bawahnya enggak berani enggak lurus. Itu teorinya," ujar Ahok.
3. Ahok Temukan Usulan Anggaran Siluman
Saat menggunakan sistem e-budgeting, Ahok menemukan usulan anggaran siluman senilai Rp 12,1 triliun di rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) versi DPRD.
Di dalamnya terdapat usulan anggaran pengadaan perangkat uninterruptible power supply (UPS) untuk kelurahan sebesar Rp 4,2 miliar tiap unitnya dan untuk dipasang di sekolah sebesar Rp 6 miliar tiap unitnya.
Sementara itu, Gubernur Djarot Saiful Hidayat menambahkan, sistem e-budgeting juga bisa mengeliminasi kebocoran anggaran dalam APBD.
Dia berharap tidak ada lagi kasus-kasus mark up anggaran atau anggaran siluman seperti yang dulu disebut Ahok.
"Bayangkan kasus UPS tidak akan bisa muncul. Proyek fiktif enggak akan bisa muncul," ujar Djarot.
Djarot mengatakan sistem ini semakin baik karena didukung dengan pola transaksi non-tunai atau cashless.
Kemudian, pembukuan di Pemprov DKI Jakarta juga dilakukan setiap hari seperti yang terjadi di bank-bank.
Dengan semua upaya ini, dia yakin anggaran di DKI Jakarta tidak akan lari ke kantong-kantong yang salah.
4. Dipuji KPK
Sistem e-budgeting peninggalan Ahok juga mendapat pujian dari KPK.
Diketahui, tim koordinasi supervisi dari KPK sudah mendampingi kinerja pejabat DKI selama tiga bulan terakhir.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, laporan tim KPK itu begitu baik, khususnya terkait sistem penganggaran yang ada di Pemprov DKI Jakarta.
"Apa yang direncanakan disambungkan dengan anggarannya, e-budgeting dan e-planing harus terintegrasi sehingga masyarakat bisa melihat ada gak yang menyimpang dan berubah," ujar Basaria di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (4/10/2017).
Basaria lalu merayu Djarot agar mau membagikan sistem elektronik tersebut kepada daerah-daerah lain.
Dengan demikian, sistem itu bisa diterapkan di daerah lain juga.
Basaria ingin Pemprov DKI Jakarta menjadi role model dalam sistem penganggaran di Indonesia.
Kata dia, tim KPK siap membantu untuk menyempurnakan sistem itu.
"Nanti dengan beberapa perbaikan, best practice yang ada di sini akan kami ambil dan dibuat jadi contoh."
"Saya yakin Pak Gubernur akan memberikan gratis ya Pak. Akan kami ambil dan diberikan ke daerah lain," kata Basaria, dikutip dari Kompas.com.
5. Akan Diubah Anies Baswedan
Setelah tampuk kepemimpinan DKI Jakarta bergeser kepada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, banyak pihak yang bertanya, apakah sistem e-budgeting tetap digunakan?
Nyatanya, sistem penganggaran yang digunakan selama ini di pemerintahan Ahok-Djarot tetap digunakan hingga kini atau dalam menyusun rancangan APBD 2020.
Namun, SKPD diketahui tidak serius menyusun rancangan anggaran tersebut sehingga menuai banyak kritikan.
Menanggapi hal tersebut, Anies menyalahkan sistem yang ada.
Menurut Anies, kesalahan input anggaran disebabkan adanya kesalahan sistem digital.
Anies mengatakan, meskipun saat ini Pemprov DKI menggunakan sistem digital, pengecekannya tetap manual, sehingga banyak anggaran janggal yang lolos.
Menurut Anies, sistem itu seharusnya bisa dilakukan dengan smart system, yakni sistem yang memiliki berbagai algoritma tertentu untuk mendeteksi anggaran yang janggal.
Kepada wartawan, Anies mengaku, kelemahan sistem e-budgeting tersebut telah ia ketahui sejak tahun lalu.
"Kami mengetahui (kelemahan sistem e-budgeting) ini sejak tahun lalu. Tapi ya itu tadi, ya kami ini di pemerintahan."
"Kalau ada masalah, ya dikoreksi, diperbaiki, bukan diramaikan," kata Anies di Bundaran HI, Kamis (3/11/2019).
Oleh karenanya, Anies ingin mengubah dengan memperbarui sistem e-budgeting untuk membangun transparansi dan mengendalikan perilaku setiap pihak yang terlibat dalam menyusun anggaran.
"Karena itu lah, yang kita lakukan adalah melakukan upgrading agar kita bisa memastikan tidak ada penyimpangan lagi," tutur Anies.
Anies pun berjanji akan memperbaiki sistem elektronik itu dan berjanji akan rampung pada 2020.
Anies mengatakan, hal itu dilakukannya untuk mempermudah gubernur selanjutnya dalam mengakses sistem elektronik itu.
"Saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya, PR ini. Karena ini (sistem elektronik APBD Pemrov DKI Jakarta) saya menerima warisan nih, sistem ini."
Saya tidak ingin meninggalkan sistem ini untuk gubernur berikutnya," ucapnya, dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Kurnia Sari Aziza, Jessi Carina, Cynthia Lova)