Kasus Lem Aibon Mencuat, Pengamat: Siapa yang Perlu Digugat?
Publik akhir-akhir ini ramai memperbincangkan terkait RAPBD DKI 2020 yang dianggap janggal dalam sejumlah item.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik ramai memperbincangkan terkait dengan lem aibon, pena, dana influencer bahkan biaya untuk mengecat jalan dengan harga yang fantastis di RAPBD DKI 2020.
Hal ini diawali oleh pengungkapan anggota DPRD DKI dari PSI.
Temuan itu, diawali dengan pengadaan Lem Aibon senilai Rp 82 miliar.
Perbincangan publik terus menguat kearah dugaan bentuk permainan anggaran dalam pengelolaan Pemerintah DKI Jakarta.
Polemik itu kemudian disangkal oleh Gubernur Anies Baswedan bahwa sistem yang telah dibangun tidak "smart".
Baca: Dilaporkan ke BK DPRD DKI Gara-gara Ungkap Anggaran Lem Aibon, William PSI Siap Pertaruhkan Jabatan
Dan tetap membutuhkan koreksi manual.
Bukan hanya itu, tim juru bicara kegubernuran juga membangun narasi, bahwa temuan itu belum definitif menjadi APBD.
Pengamat persoalan DKI Jakarta, Abi Rekso melalui Jakarta Corruption Watch berusaha untuk meluruskan situasi.
Abi Rekso menuturkan, bahwa tidak adil jika Anies selaku Gubernur hanya menghardik perangkat pemprov DKI Jakarta.
Dia justru kembali bertanya-tanya, kenapa hal sepele seperti ini bisa kebobolan oleh TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan).
Yang menghabiskan anggaran Rp 18,9M pada periode 2019.
"Kita bukan hanya bertanya soal kinerja TGUPP, bahkan 73 orang yang digaji dengan pajak kita sebagai warga Jakarta juga tidak transparan. Hingga detik ini apakah teman-teman wartawan sudah dapat 73 nama itu? Kita berhak tahu lho," ujarnya di Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Ketika, wartawan melayangkan pernyataan bahwa TGUPP bertanggung jawab langsung kepada Gubernur.
"Aakah itu berarti kita tidak perlu tahu?" ujarnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, TGUPP itu bosnya Gubernur DKI.
"Dan kita sebagai warga Jakarta adalah Bosnya Pak Gubernur. Justru Pak Gubernur yang harus mepaporkan itu semua kepada kita warga Jakarta sebagai Bos yang menggaji beliau," katanya.
Dalam Permendagri No. 33 tahun 2019, Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020, termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) yang mengatur soal pedoman serta prinsip proses APBD. Ayat itu salah satunya mengatur soal prinsip "transparansi".
Jadi, transpansi bukan saja dipandang pada putusan akhir ketika sudah menjadi APBD.
Namun juga, sebagaimana proses penyusunannya harus transparan.
"Jika Pak Gubernur sejak awal mengakui adanya kekeliruan dan segera meminta maaf pada publik Jakarta, hal ini tidak akan meluas. Namun, Pak Anies memilih menempuh jalan lain," ujar Abi Rekso.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.