Kesetiaan Sumriyanti Menjual Jamu Sejak Tahun 1992
"Saya aja udah disuruh pulang ke kampung, cuman akunya gak betah, gak bisa cari uang di sana," ujar Sumriyanti.
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan Wartawan Magang Muhammad Alberian Reformansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Wanita berbusana kebaya dan kain batik, rambut dikonde atau dikuncir , tidak lupa gendongan rotan berisi berbagai jenis jamu dan rempah-rempah.
Ya, seorang penjual jamu gendong. Hingga saat ini, penjual jamu masih dapat ditemui meski sudah jarang. Sumriyanti, salah satunya. Ia menjual jamu sejak tahun 1992, ketika pertama kalinya merantau ke Jakarta.
"Saya ke Jakarta dari (tahun) '92, diajarin (saudara) ipar saya buat dan jual jamu," kata wanita asli Wonogiri itu saat ditemui pada Jum'at (22/11/2019).
Awalnya ia dan suaminya merantau ke Jakarta untuk membuat usaha pada saat itu. Tekadnya itu diawali dengan keinginan kuat Sumriyanti untuk bisa menjamin masa depan anaknya yang kala itu berusia 2 tahun.
"Saya dari kampung, punya anak umur 2 tahun ditinggal di kampung, ke Jakarta mulai usaha, gak nganggur lagi, langsung belajar (buat jamu)," ujarnya.
"Ya namanya udah berkeluarga, Di kampung saya bertani gak bisa, apalagi hasilnya kan lama, nunggu musim panen," lanjut Sumriyanti.
Baca: Hanya dengan Jamu, Dewi Hartati Punya 8 Anak di Usia Muda, Kini Jadi Bisnis Raih Omzet Puluhan Juta
Ketika sedang menyajikan jamu beras kencur kepada pelanggannya, ia bercerita tujuan mulianya itu terhambat dengan kandasnya pernikahaannya 7 tahun kemudian.
Perceraian dengan suaminya itu sempat membuatnya kehilangan gairah untuk berjual jamu kembali. Namun, ia memutuskan tetap menjual jamu untuk menghidupi anaknya serta orangtuanya di Wonogiri.
Hasil dari penjualan jamu sendiri berkisar Rp50.000 per harinya. Sumriyanti mengatakan kerja kerasnya itu masih bisa menghidupinya serta orangtuanya di kampung.
"Per hari Rp50.000, itu masih kotor, saya seminggi sekali belanja habis Rp400.000. Tapi masih dapet untung, masih bisa bauar kontrakan dan ngirim ke orangtua," jelasnya.
Sumriyanti mengaku jamu masih digemari oleh orang-orang Jakarta saat ini. Para pelanggannya pun tidak mengenal usia, dari anak kecil hingga lansia.
Baca: Mulai Ikuti Jejak Sang Mbah, Jan Ethes Cucu Pertama Jokowi Gemari Jamu, Ini Beragam Manfaatnya
"Masih banyak (peminatnya), yang orangtua juga ada, anak-anak kecil juga ada yang beli," kata Sumriyanti.
Menurutnya, jamu Sambiroto paling banyak digemari oleh pelanggannya. Jamu yang berasa pahit itu disenangi karena khasiatnya. Beras Kencur dan Buyung Upik juga menjadi favorit anak-anak yang membeli jamunya.
"Kalau orang yang punya penyakit gula biasanya minum yang pahitan, jamu Sambiroto. Itu bisa menyembuhkan penyakitnya, kebanyakan itu," jelas Sumriyanti.
Baca: Presiden Jokowi Buka-bukaan Soal 3 Rempah yang Membuatnya Bugar Selama Belasan Tahun
"Kalau anak-anak juga ada. Beras Kencur, Buyung Upik biasanya," lanjutnya.
Sumriyanti mempunyai tekad untuk tetap menjual jamu walaupun sempat ditawari anaknya yang sudah bekerja untuk pulang ke kampung. Selain tidak ingin memberatkan keluarganya, ia masih ingin menghidupi orangtuanya dari hasil kerja kerasnya menjual jamu.
"Saya aja udah disuruh pulang ke kampung, cuma akunya nggga betah, engga bisa cari uang di sana," ujar Sumriyanti.
Baca: Jokowi Beberkan Ramuan Jamu yang Bikin Bugar : Tak Ada yang Istimewa, Hanya Ramuan Sederhana
Sumriyanti kecewa karena tidak ada lagi yang mau meneruskan perjuangannya menjual jamu, termasuk anak-anaknya. Saudara iparnya pun juga berhenti berjualan jamu karena faktor usia
Tetapi hal itu malah menjadi semangatnya untuk berjualan jamu. Walaupun lama kelamaan penjual jamu semakin berkurang, Sumriyanti tetap mengarungi Jakarta dari pagi hingga sore, maupun hujan atau terik.