Harga Sewa Ducting di Jakarta Dikeluhkan, Biayanya Dianggap Terlalu Mahal
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang gencar melakukan sosialisasi pembuatan ducting terpadu utilitas
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang gencar melakukan sosialisasi pembuatan ducting terpadu utilitas.
Para pemangku kepentingan seperti anggota Apjatel, operator telekomunikasi non Apjatel, operator selular, Telkom, PLN, PDAM dan PGN diundang untuk mendapatkan informasi mengenai standar pembuatan Pembuatan Ducting Terpadu Utilitas yang dilakukan oleh Pemprov DKI melalui Badan usaha milik daerah (BUMD) PT Sarana Jaya dan PT Jakarta Propertindo.
Antusiasme para pemangku kepentingan tersebut untuk mendukung Pemprov DKI menata ulang jaringan utilitas sontak berubah ketika disuguhkan estimasi skema tarif yang dibuat oleh Sarana Jaya tersebut.
• Rizieq Shihab Minta Pendukungnya Menghukum Mati Penista Agama Secara Cerdas, Apa Maksudnya?
• Petugas SPBU Ditusuk Pembeli Bensin Hingga Tewas, Ini Kronologi dan Motifnya
Harga sewa untuk Pelaksanaan Pembuatan Ducting (kabel bawah tanah) terpadu dengan kondisi Trotoar telah dilakukan revitalisasi (Trotoar Baru) dengan pembuatan Manhole per 200 m dengan End-hole per 100 m dipatok Rp 700.000 permeter per oprator per satu ruas jalan.
Sedangkan pelaksanaan pembuatan ducting terpadu dengan kondisi trotoar belum dilakukan revitalisasi dengan pembuatan Manhole per 200 m tanpa pembuatan End-hole per 100 m dipatok Rp 600.000 per meter per operator per satu ruas jalan.
Yang tak kalah mahal juga diberikan PT Jakarta Propertindo (JakPro).
BUMND milik Pemprov DKI ini juga menawarkan harga sewa spektakuler.
Untuk sewa kabel yang ditawarkan oleh JakPro sebesar Rp 70.000 per meter per tahun per satu ruas jalan di Jakarta. Sungguh harga yang mencekik leher.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenenterian Komunikasi dan Informatika DR. IR. Ismail MT mengharapkan agar pemerintah daerah tidak mematok biaya sewa yang besar bagi perusahaan penyedia layanan publik.
• Teori Evolusi Charles Darwin Lahir dari Indonesia, Begini Penjelasan Sejarawan JJ Rizal
Menurut Ismail seharusnya pemerintah daerah bisa mempertimbangkan harga sewa yang jauh lebih terjangkau agar tidak membebankan masyarakat ataupun pelaku usaha.
Ismail mengatakan bahwa saat ini terjadi pola pikir yang keliru di pemerintah daerah mengenai infrastruktur telekomunikasi.
Pemerintah daerah cenderung menjadikan infrastruktur telekomunikasi sebagai lumbung pendapatan asli daerah (PAD) dengan membebankan retribusi yang memberatkan kepada perusahaan.
Padahal, seharusnya sektor telekomunikasi dan penyedia layanan kepada masyarakat tidak dibebankan hal tersebut.
Karena pendapatan yang diberikan oleh sektor lain dengan hadirinya infrastruktur Telekomunasi akan lebih besar dari retribusi.