Kritik Ketua DPRD DKI ke Pemprov: Biaya Banjir Diefisiensi Enggak Betul Itu
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menilai Pemprov DKI tak memprioritaskan penanganan banjir
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah DKI Jakarta mendapat sindiran terkait banjir yang melanda sejumlah wilayah di Ibu Kota.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menilai Pemprov DKI tak memprioritaskan penanganan banjir.
Baca: Delman Nekat Terobos Banjir di Serpong: Seekor Kuda Tewas Tenggelam, Kusir Pingsan
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta sendiri batal membebaskan 118 bidang tanah di bantaran Sungai Ciliwung yang berlokasi di Kelurahan Pejaten Timur, Tanjung Barat, Cililitan, dan Balekambang untuk normalisasi.
Adapun, program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam mengatasi banjir disebut sebagai naturalisasi.
"Di sini kan ya harus normalisasi harus ada kali yang besar harus ada jalan kiri kanan inspeksi dinormalisasi oleh teman-teman, ini harus disikapi pemerintah. Pemerintah punya uang, bukan pemerintah tidak punya uang," ucap Prasetio ketika meninjau lokasi banjir Gunung Sahari Utara, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2020).
Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta tidak fokus dalam melakukan penanganan banjir, terbukti dengan sedikitnya anggaran yang diajukan untuk program tersebut.
Padahal naturalisasi saat ini belum efektif berjalan dan masih banyak wilayah yang terdampak banjir.
"Saya juga melihat kemarin biaya banjir diefisiensi sebetulnya juga enggak betul ini. Makanya di sini saya minta sekali lagi kepada teman-teman eksekutif konsentrasi bagaimana ini banjir masih panjang," tutur Prasetio.
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta batal membebaskan 118 bidang tanah untuk normalisasi.
Hal ini disebutkan karena adanya defisit anggaran DKI pada 2019 berimbas pada efisiensi sejumlah belanja kegiatan.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mulanya berencana membebaskan 118 bidang tanah itu pada akhir tahun ini.
Dinas SDA bahkan sudah siap membayar 118 bidang tanah itu dengan anggaran Rp 160 miliar.
Pembayaran tinggal menunggu keputusan gubernur (kepgub) soal penetapan lokasi (lokasi) yang akan dibebaskan tersebut.