KPAI: Perilaku Delinkuensi Remaja Pembunuh Bocah 6 Tahun Bisa Berasal dari Keluarga Tak Utuh
Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengatakan perilaku delinkuensi NF (15) bisa berasal dari keluarga.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti mengatakan perilaku delinkuensi NF (15) bisa berasal dari keluarga.
Apalagi NF berasal dari keluarga yang tak utuh.
Diketahui, perilaku delinkuensi adalah tingkah laku yang menyalahi norma dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat.
"Sebagian besar dari jumlah anak-anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan atau broken home. Kondisi keluarga yang tidak bahagia dan tidak beruntung jelas membuahkan masalah psikologis personal dan penyesuaian diri yang terganggu pada diri anak-anak," ujar Retno, kepada Tribunnews.com, Minggu (8/3/2020).
"Sehingga pelaku mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga guna memecahkan kesulitan batinnya dalam bentuk perilaku delinkuensi," imbuhnya.
Di sisi lain, Retno mengatakan kesalahan seorang anak tak akan berdiri sendiri. Pasti ada faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Pun demikian dengan pola pengasuhan yang positif dan kepekaan orang dewasa di sekitar anak sangat diperlukan.
Karena menurut Retno anak biasanya akan menunjukan tanda-tanda yang dapat dikenali ketika memiliki masalah.
Dalam kasus ini, Retno mencontohkan perilaku NF yang kerap menyakiti hewan dan menuliskan serta menggambar di buku catatan hingga papan tulis di rumahnya.
"Andai orang dewasa di sekitar anak dapat memiliki kepekaan maka si anak dapat dibantu rehabilitasi psikologisnya. Sehingga perilaku delinkuensinya dapat diatasi, bahkan dihilangkan," jelasnya.
Retno juga menyayangkan karena potensi yang dimiliki oleh NF ternyata tidak dimaksimalkan oleh pihak sekolah.
NF diketahui berprestasi dalam olahraga tenis meja dan jago menggambar.
Padahal hal tersebut, kata Retno, dapat membangun kepercayaan diri dan menumbuhkan penghargaan terhadap yang bersangkutan.
"Sayangnya potensi ini tidak dimaksimalkan oleh lingkungannya, di sekolah misalnya. Pihak sekolah, seperti wali kelas dan guru Bimbingan Konseling (BK) semestinya juga memiliki kepekaan untuk menangkap perilaku delinkuensi si anak sehingga dapat menolongnya untuk mendapatkan bantuan psikologis," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.