Pemprov DKI Diminta Tertibkan Restoran yang Menyajikan Layanan ala Bar dan Diskotek
Hana pun mengaku telah melaporkan hal itu ke Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani meminta Pemprov DKI agar menertibkan restoran yang menyajikan pelayanan menyerupai bar, pub, dan diskotek.
Hana mengatakan dirinya banyak menerima keluhan dari anggotanya.
“Para pengusaha hiburan itu mengeluh. Mereka menerima alasan tidak beroperasi karena pandemi ini. Tapi restoran-restoran seperti ini yang membuat mereka mengeluh. Selain merebut pasar, tempat ini rawan penularan. Kalau terjadi penularan, artinya pengusaha hiburan semakin lama tidak beroperasinya,” katanya di Jakarta, kemarin.
“Pemprov DKI baru memberikan restu kepada restoran untuk beroperasi di masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar) transisi. Itu pun dengan protokol kesehatan yang ketat,” lanjutnya.
Baca: Sarah Azhari Jalani New Normal di Amerika Serikat, Sudah Pergi ke Mall dan Makan di Restoran
Namun, dalam praktiknya, lanjut Hana, mereka menjual minuman beralkohol kadar tinggi dan menyajikan musik yang membuat tamu bergoyang sehingga melanggar protokol kesehatan.
Berdasarkan aturan, restoran hanya boleh menyajikan minuman keras golongan A, atau minuman beralkohol dengan kadar etanol sebesar 1% sampai dengan 5%.
“Mereka hanya boleh sajikan bir atau minuman lain yang kadar alkoholnya di bawah 5%. Kalau lebih dari itu, izinnya harus bar. Bar merupakan tempat hiburan yang belum boleh beroperasi selama PSBB transisi,” ungkapnya.
Baca: Cek Penerapan Protokol Kesehatan di Kokas, Anies Temukan Restoran Belum Terapkan Physical Distancing
Hana pun mengaku telah melaporkan hal itu ke Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI.
Ia pun mengapresiasi langkah Disparekraf yang bekerja cepat merespons laporannya.
“Ada beberapa lokasi yang telah diberi sanksi dan disegel, tapi kebanyakan karena menampilkan live DJ. Sementara soal penjualan minuman keras belum ada. Harusnya petugas memeriksa perizinan mereka. Izinnya memperbolehkan atau tidak menjual minuman keras dengan kadar alkohol di atas 5%,” ujarnya.
Jika dilihat dari besaran pajak, lanjutnya, restoran dan tempat hiburan yang resmi sangat berbeda jauh.
“Restoran itu pajaknya hanya 10%, sementara bar, pub, dan diskotek itu 25%. Kalau restoran beroperasi layaknya tempat hiburan, ini tidak adil,” katanya.
Ia pun mengatakan akan mengajukan komplain mengenai hal itu ke Badan Pajak dan Restribusi Daerah DKI Jakarta.
Menurutnya semua ketertiban dalam operasi tempat hiburan kembali kepada ketaatan pengusaha dalam menjalankan usaha secara benar.
“Saya imbau kepada sesama pengusaha hiburan untuk menaati semua aturan operasional yang sudah ditetapkan dan mematuhi protokol pencegahan covid-19 dari pemprov,” katanya.