Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kompolnas Dukung Rencana Polri Gandeng Preman untuk Awasi Penggunaan Masker

Menurut Kompolnas Poengky, pencegahan penyebaran virus Corona tidak hanya tugas pemerintah

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
zoom-in Kompolnas Dukung Rencana Polri Gandeng Preman untuk Awasi Penggunaan Masker
WARTAKOTA/Henry Lopulalan
PROTOKOL KESEHATAN - Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sudjana dan Pangdam Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurachman, menggelar kegiatan penerapan, pengawasan, pendisiplinan protokol kesehatan di Pasar Blok A Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (11/9/2020). Dalam kesempatan ini kapolda dan pangdam menyerahkan bantuan sosial sembako, masker dan rompi penegak disiplin kepada sejumlah elemen masyarakat di Tanah Abang. Hal ini dilakukan dalam rangka penanganan dan pencegahan penyebaran wabah Covid-19 di ibukota. (WARTAKOTA/Henry Lopulalan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menilai rencana Wakapolri Gatot Eddy Purnomo menggandeng preman untuk menegakan disiplin penggunaan masker atau protokol kesehatan Covid-19 telah tepat.

"Saya melihat tidak masalah jika mereka dilibatkan untuk membantu agar masyarakat yang berdagang, berbelanja atau jalan-jalan di area publik tersebut untuk benar-benar mematuhi Protokol Covid-19. Toh faktanya mereka adalah "penguasa informal" yang punya pengaruh di area tersebut," kata Poengky saat dihubungi, Minggu (13/9/2020).

Menurut Poengky, pencegahan penyebaran virus Corona tidak hanya tugas pemerintah. Sebaliknya, kesadaran dan pengawasan terhadap protokol kesehatan merupakan tugas semua pihak.

"Di Indonesia, masyarakat kita majemuk, ada yang punya kesadaran dan patuh. Tapi ada juga yang bandel dan ada yang baru melaksanakan karena takut ada sanksi hukuman. Oleh karena itu untuk mendisiplinkan masyarakat, polisi dapat menggandeng tokoh masyarakat untuk membantu memberikan penyadaran pada masyarakat," jelasnya.

Ia mengatakan penguasa informal tak melulu diidentikkan dengan preman saja. Poengky menyampaikan penguasa informal bisa saja seseorang yang dituakan di tempat tersebut.

"Di area-area publik, misalnya pasar, terminal, atau stasiun, kan faktanya ada penguasa informal. Penguasa informal di area publik jangan dilihat hanya preman saja. Misalnya di situ ada pangkalan ojek. Nah tukang ojek yang dituakan disitu bisa dilibatkan membantu mengajak masyarakat sekitar untuk mematuhi protokol kesehatan, paling sederhananya pakai masker," ungkapnya.

Namun demikian, Poengky menyampaikan polri harus memberikan penanda bagi preman atau penguasa informal yang diajak untuk membantu menegakan disiplin protokol kesehatan Covid-19.

Berita Rekomendasi

"Tentu saja dalam pelaksanaannya harus dengan pengawasan polisi dan diberikan penanda (misalnya kaos), sehingga tetap dalam koridor harkamtibmas dan mengedepankan tindakan yang humanis. Harus dipahami juga bahwa pelibatan tersebut bukan untuk penegakan hukum. Melainkan untuk edukasi publik. Jadi siapapun, terutama orang-orang yang berpengaruh, dapat diajak untuk berpartisipasi," pungkasnya.

Terlalu Berisiko

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, mengatakan gagasan tersebut terlalu berisiko jika direalisasikan. Kalangan yang dicap publik sebagai pelaku vigilantisme tidak mungkin berubah tabiat dan perilaku dalam waktu singkat.

Baca: Di Tempat-tempat Ibadah Jakarta, 500 Ribu Masker dan Tempat Cuci Tangan Dibagikan

Baca: Warga Medan Nyaris Adu Jotos dengan Aparat, gegara Bawa Masker tapi Tak Mau Pakai dan Tolak Dihukum

"Sehingga, alih-alih efektif sebagai pamong masker, lebih besar kemungkinan mereka menyalahgunakan kewenangan. Ujung-ujungnya, polisi -selaku perekrut jeger - yang rugi akibat tererosinya kepercayaan masyarakat," ujarnya, Minggu (13/9/2020).

"Tapi mari kita tafsirkan pernyataan Wakapolri dengan penuh empati. Polisi sesungguhnya pekerjaan superberat. Semakin ampun-ampun di masa pandemi. Tidak sebatas bekerja sebagaimana biasa, polisi sekarang harus menjalankan perpolisian Covid-19 atau Covid-19 policing," ujarnya.


Tidak hanya capek dengan tugas-tugas tambahan terkait pengendalian wabah di tengah masyarakat, personel polisi sendiri juga cemas menghadapi risiko tertular.

"Jam kerja yang lebih panjang, dan itu berdampak terhadap kesehatan dan kebahagiaan mereka. Tapi itu bukan excuse. Pokoknya, polisi harus hadir. Itulah ekspektasi bahkan tuntutan yang, kalau mau jujur, kurang manusiawi juga," katanya.

Barangkali kata Reza, guncangan akibat perpolisian Covid-19 itu pula yang dirasakan oleh Wakapolri.

"Gagasan Wakapolri terdengar laksana rintihan. Rintihan yang menginsafkan kita bahwa ternyata bukan hanya dokter yang di masa pageblug ini menjadi pahlawan. Sebagai profesi yang tetap tidak boleh rehat di tengah wabah hebat, tampaknya polisi juga butuh penghargaan," ujar Reza.

Sebelumnya, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono berencana memberdayakan preman pasar untuk membantu aparat keamanan TNI dan Polri mengawasi warga.

Harapannya, dengan cara demikian warga bisa lebih disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan di masa pandemi virus corona atau Covid-19.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas