Faktanya Calo Aborsi Justru Meraup Untung 50 Persen, Kemudian Dokter dan Pemilik Klinik
dari keuntungan itu, yang lebih besar mendapat keuntungan dari uang 'haram' itu justru bukan dokter atau pemilik klinik, tapi calo yang mencari pasien
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktek ilegal aborsi seperti tak habis-habisnya dibongkar aparat kepolisian. Setiap klinik yang ketahuan melakukan praktik pengguguran kandungan dan kemudian di proses hukum, maka akan tumbuh klinik penggantinya, entah kapan.
Apa yang menyebabkan 'bisnis' mematikan calon makhluk hidup itu seperti tidak ada matinya?
Ternyata keuntungan yang diraup sangat menggiurkan, sehingga para pelaku rela melawan hukum negara dan terlebih melawan hukum agama.
Keuntungan yang didapat per harinya bisa sekitar Rp 10 juta, dengan kisaran sekitar 4 -6 pasien yang datang untuk menggugurkan kandungannya.
Dahsyatnya, dari keuntungan itu, yang lebih besar mendapat keuntungan dari uang 'haram' itu justru bukan dokter atau pemilik klinik, tapi calo yang mencari pasien yang akan mengggugurkan kandungan.
Hal itu terungkap dari pernyataan Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak bahwa calo klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, kawasan Senen, Jakarta Pusat mengantongi untung lebih banyak ketimbang pemilik dan dokter di klinik tersebut.
Baca: Klinik Aborsi Ilegal di Jakpus Gugurkan 32.760 Janin, Patok Tarif Rp 2-4 Juta, Untung Rp 10 Miliar
Hitungannya, satu orang calo klinik mendapatkan jatah 50 persen dari tarif yang dibayarkan pemakai jasa. Sementara sisanya dibagi - bagi ke perawat, resepsionis dan pengantar Rp150 - 250 ribu, serta 40 persen untuk dokter dan pemilik tempat praktik ilegal itu.
"Jadi untung calo ini lebih besar dibanding tenaga support tim dan dokter," ujar Calvijn kepada wartawan, Sabtu (26/9/2020).
Jasa Calo
Dengan keuntungan besar itu, para calo berusaha memasarkan jasa ilegal tersebut lewat dunia maya.
Bahkan mereka membuat situs internet khusus pada alamat klinikaborsiresmi.com.
Belakangan ditemukan fakta ternyata peran para calo sangat besar dalam suburnya praktik klinik aborsi di kawasan Percetakan Negara.
"Web itu dibuat oleh calo. Kami menemukan fakta bahwa dalam praktik aborsi, peran calo sangat besar," ujarnya.
Sebelumnya polisi menggrebek klinik aborsi ilegal di kawasan Percetakan Negara, Senen, Jakarta Pusat. Dalam penggrebekan itu polisi menangkap 10 orang berinisial LA (52 tahun), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).
Berdasarkan pengakuan para tersangka, mereka telah beroperasi sejak tahun 2017 silam dan total telah mengaborsi 32 ribu janin.
Tarif yang mereka patok bervariasi tergantung umur janin. Janin berusia di bawah 5 minggu dipatok Rp2 juta, dan lebih dari 5 minggu dikenakan Rp4 juta. Dalam sehari mereka bisa melayani 5 - 6 pasien.
Total, keuntungan yang telah mereka raup dari praktik ilegal ini sejak 2017 sebesar Rp10 miliar, dengan keuntungan harian Rp10 juta.
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dikenakan Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 Jo pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Ancamannya maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 1 milliar.
Fakta yang Terungkap
Fakta di balik kelamnya penggerebekan klinik aborsi ilegal, sudah 32.760 janin dibunuh, dokter yang praktik abal-abal.
Terkuaknya bisnis klinik aborsi di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat menggegerkan masyarakat.
Bagaimana tidak, klinik yang sudah beroperasi dari tahun 2017 silam ini ternyata membuka praktik aborsi setiap hari dengan keuntungan mencapai Rp 10 milyar.
Polda Metro Jaya akhirnya menggerebek praktik aborsi ilegal tersebut, Rabu (9/9/2020) lalu.
Dalam penggerebekan itu, polisi menangkap 10 orang tersangka yaitu LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, Rabu (23/9/2020 kemarin menjelaskan, terbongkar dan tertangkapnya para tersangka berawal dari laporan masyarakat. Polisi lalu melakukan penyelidikan dan menangkap 10 orang dari klinik itu.
"Dari sepuluh orang itu, sembilan di antaranya yang menjalankan praktik dan satu orang yang menjadi pasien," ujar Yusri saat rilis kasus itu secara daring kemarin.
Yusri menambahkan, klinik itu menjalankan praktik aborsi ilegal setiap Senin hingga Sabtu, dari pukul 07.00 sampai dengan 13.00 WIB.
"(Praktik) dilakukan setiap hari kecuali hari Minggu. Jadwal itu dari jam 7 pagi sampai 1 siang," kata Yusri.
Peran Masing-masing
Para tersangka punya peran yang berbeda-beda selama mengoperasikan klinik aborsi ilegal itu.
Tersangka DK berperan sebagai seorang dokter yang mengambil tindakan terhadap pasien aborsi.
"LA sebagai pemilik klinik. Kemudian inisial NA bagian registrasi pasien. MM yang melakukan USG, dan YA serta LL yang membantu DK melakukan aborsi," ujar Yusri.
Tersangka RA berperan sebagai petugas keamanan, ED sebagai petugas kebersihan yang merangkap sebagai penjemput pasien aborsi.
"Kemudian SM, ini perempuan yang melayani pasien dan RS (pasien) saat dilakukan penggeledahan ada satu pasien yang kami amankan," kata Yusri.
Gugurkan 32.760 janin
Klinik aborsi ilegal itu sudah beroperasi sejak tiga tahun lalu, tepatnya sejak Maret 2017.
Setiap hari klinik tersebut bisa melayani 6 pasien yang datang untuk menggurkan kandungan.
"Hampir setiap hari klinik itu bisa menerima lima sampai enam orang pasien," kata Yusri.
Menurut Yusri, setidaknya sudah 32.760 janin digugurkan selama klinik itu beroperasi.
"Dihitung dari 2017, ada 32.760 janin yang sudah digugurkan. Ini yang sudah kita hitung sementara," katanya.
Namun, polisi masih memeriksa lagi catatan buku pasien yang menjadi barang bukti untuk mengetahui jumlah pasti janin yang digugurkan.
"Kami masih dalami lagi karena memang ada bukti-bukti lagi, karena memang biasanya mereka masukkan dalam buku-buku," ucap Yusri.
Untung Rp 10 miliar
Yusri mengatakan, keuntungan yang didapat para tersangka mencapai Rp 10 miliar selama klinik itu beroperasi.
"Kalau dihitung (selama operasi) dari tahun 2017, kami hitung berapa keuntungan yang diraup. Itu sekitar Rp 10 miliar lebih," ujar Yusri.
Klinik itu memberikan tarif berbeda kepada pasien yang ingin melakukan aborsi. Perbedaan tarif disesuaikan dengan usia kandungan.
"Biaya termurah sekitar Rp 2.000.000 dengan janin yang termuda atau (usia kandungan) dua minggu. Kemudian di atas lima minggu itu sekitar Rp 4 juta," ujar Yusri.
Keuntungan dari praktik aborsi ilegal itu dibagi setiap hari untuk dokter hingga calo sesuai kesepakatan yang mereka buat.
"Dalam satu hari, kelompok ini bisa meraih untung Rp 10 juta. Pembagian dokter dapat bagiannya 40 persen," kata Yusri.
Calo dan karyawan lain yang membantu dalam praktik aborsi tersebut juga mendapatkan upah, hanya saja nominalnya berbeda.
"Kemudian ada juga untuk pegawainya. Pegawainya dibayar Rp 250.000 per hari selama Senin sampai Sabtu. Karena Minggu tutup," kata Yusri.
Dokter Gadungan
Dari pemeriksaan polisi diketahui, tersangka berinisial DK yang berperan sebagai dokter di klinik itu ternyata tidak memiliki sertifikasi dokter.
"Siapa dokter ini? Karena memang ada dokter inisial DK. DK lulusan Universitas Sumatera Utara. DK tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter," ujar Yusri.
Yusri menjelaskan, DK hanya pernah menjalani koas atau co-asisten di salah satu rumah sakit tetapi tidak diselesaikan.
"Koas yang bersangkutan tidak sampai selesai, kemudian direkrut oleh si pemilik klinik untuk lakukan praktik aborsi," kata Yusri.
Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti berupa alat praktik kesehatan, beberapa obat, selimut, dan dua buku pendaftaran pasien.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 346 KUHP, Pasal 348 ayat (1) KUHP, Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-undang RI Nomor 36 tentang kesehatan dengan ancaman paling lama 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Sumber Tribunnews.com, Tribunmataram, Kompas.com