Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

YLKI dan Jaringan Pengendalian Tembakau Dorong Pemerintah Revisi PP 109/2012

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan upaya tersebut merupakan upaya untuk menurunkan prevalensi perokok anak Indonesia.

Editor: Sanusi
zoom-in YLKI dan Jaringan Pengendalian Tembakau Dorong Pemerintah Revisi PP 109/2012
Tribunnews.com/Syahrizal
Tulus Abadi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bersama jaringan pengendalian tembakau lainnya mendorong Pemerintah segera mengamandemen PP 109 Tahun 2012.

YLKI juga meminta pemerintah merevisi ukuran perbesaran pencantuman Peringatan Kesehatan Bergambar (PHW) agar efektif dan transparan dalam memberikan informasi yang sejelas-jelasnya akan bahaya merokok kepada konsumen.

Baca: YLKI Soroti Keputusan Pemerintah soal Pilkada Serentak di Tengah Covid-19

Baca: Merger Grab dan Gojek, YLKI: Bisa Sangat Rugikan Konsumen

Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 mengatur tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan upaya tersebut merupakan upaya untuk menurunkan prevalensi perokok anak Indonesia.

"Jika PP No 109 direvisi, sepertinya nanti akan menjadi satu-satunya instrumen yang akan mengendalikan peredaran tembakau di Indonesia, yang sifatnya komprehensif," tutur Tulus saat virtual Press Conference Menagih Janji Pemerintah Turunkan Perokok Anak dengan Perbesaran PHW melalui Amandemen PP 109/2012, Rabu (30/9/2020).

Baca: YLKI: Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia Terhadap Minyak Sawit Masih Rendah

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi menyampaikan bahwa Kemenkes dan pemerintah ingin menyelamatkan masyarakat, ingin memproteksi masyarakat dan sama-sama berkomitmen menyelamatkan masa depan generasi terhadap ancaman bahaya rokok.

Berita Rekomendasi

"Tentunya kita sudah paham betul bahwa situasi-situasi yang menunjukkan angka-angka terhadap persoalan rokok, persoalan-persoalan penyakit akibat rokok ini menjadi persoalan tersendiri," terang Oscar.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Kemenkes melihat bahwa jumlah perokok Indonesia di tahun 2018 mencapai 33,8 persen.

Walaupun menurun dibanding 2013 yang 36,3 persen, tapi jumlah absolutnya ternyata meningkat.

Ini artinya ada 64,9 juta jiwa di 2013, kemudian di 2018 meningkat menjadi 65,7 juta jiwa.

Peningkatan prevalensi juga terjadi terutama pada usia 10-18 tahun, dari 7,2 persen di 2013, meningkat 9,1 persen di 2019.

Kemudian, sepanjang tahun 2007-2018 perokok pemula juga meningkat 240 persen, dari 9,6 persen menjadi 23,1 persen.

Sementara perokok usia 15-19 juga meningkat 140 persen, dari 36,3 persen menjadi 52,1 persen.

"Kita sudah bersama-sama melalui ini, sehingga di dalam kebijakan RPJMN tahun 2020-2024 itu dengan jelas di dalam Perpres 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024. Kita menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah dalam mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia ini tertuang dalam beberapa agenda, antara lain pelarangan total iklan dan promosi rokok dan perbesaran percantuman peringatan bergambar bahaya merokok. Kami juga meminta untuk adanya revisi PP 109 tahun 2012," jelas Oscar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas