Keroyok Jusni Hingga Tewas, 11 Oknum Anggota TNI Dituntut 1-2 Tahun Penjara
11 prajurit TNI dari Batalyon Perbekalan Angkutan 4/Air TNI AD mengeroyok dan menganiaya hingga tewas seorang pria bernama Jusni
Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 11 prajurit TNI dari Batalyon Perbekalan Angkutan (Yon Bekang) 4/Air TNI AD mengeroyok dan menganiaya hingga tewas seorang pria bernama Jusni di Jakarta Utara, pada 9 Februari 2020.
Dalam rekaman video CCTV yang diunggah oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), terlihat bagaimana detik-detik saat Jusni dikeroyok sejumlah oknum anggota TNI berpakaian sipil hingga korban meninggal dunia.
Baca juga: 11 Oknum TNI Terlibat Penganiayaan Berujung Kematian Jusni, Sempat Ada yang Teriak Cabut Pistol
Insiden mengerikan berujung maut itu tersorot kamera CCTV pada 9 Februari 2020 sekitar pukul 06.00 WIB.
Melalui pantauan via Google Maps yang disandingkan dengan tangkapan layar video CCTV tersebut, tempat kejadiannya berada tepat di depan Masjid Jamiatul Islam di Jalan Edam I, Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Lokasi tersebut berjarak sekitar 2 kilometer dari markas Yon Bekang Air TNI AD.
Dari gambar suasana Jalan Edam 1 yang diambil Google Maps pada Maret 2020, terlihat kecocokan objek benda yang ditampilkan Google Maps dan rekaman video, yaitu dua kursi bercat biru bersandingan menyandar ke tembok bangunan. Lalu lampu pijar terpasang di tengah sela-sela tiang atap, serta fondasi tiang hijau di depan pagar masjid tersebut. Di dekat dua kursi itu Jusni terkapar tak berdaya mencium aspal jalan.
Kamera CCTV yang terpasang di tiang depan Masjid Jamiatul Islam ini merekam jelas aksi kekerasan oknum anggota TNI kepada Jusni. KontraS memegang bukti rekaman video dari kamera pengawas tersebut.
Detik-detik penganiayaan
Berdasarkan video itu, terlihat satu pelaku memakai helm, berkaus hitam dan bercelana panjang motif loreng menenteng benda mirip senjata api laras pendek.
Awalnya, dua pria berboncengan satu sepeda motor menghadang Jusni yang tengah berjalan tergesa-gesa.
Salah satu pelaku berkaus hitam yang dibonceng itu turun dan menghampiri Jusni.
Spontan, Jusni mengangkat kedua tangannya. Namun, dari arah belakang, motor lainnya yang ditunggangi dua pria, menyeruduk Jusni hingga terjatuh samping kursi biru dekat tembok bangunan yang tertera nomor 212. Motor penabrak itu langsung tancap gas.
Dua pria yang awal mencegat Jusni melancarkan pukulan dan tendangan. Sesaat kemudian, dua motor masing-masing ditumpangi tiga pria berhenti di depan Jusni.
Terakhir, ada satu motor yang ditumpangi dua pria juga turun di titik pengeroyokan. Pria-pria yang baru saja turun dari sepeda motor ini ikut mengeroyok Jusni. Bogem dan sepakan keras pelaku bertubi-tubi menerjang tubuh Jusni.
Pria berbaju putih yang baru turun dari motor kemudian mengangkat meja hijau dan menghantamkannya ke Jusni, dua kali.
Dalam posisi terjatuh, Jusni melindungi kepalanya dengan tangan. Ada satu pria berbaju hitam yang sekali lagi menghempaskan meja ke korban.
Setidaknya ada empat kali pria itu dilempar meja. Pria berbaju merah mencoba menghalangi lemparan kelima. Namun pria korban pengeroyokan terus diinjak-injak kepalanya dan dipukul bertubi-tubi. Ada pula pria yang memukul korban dengan tongkat panjang.
Jadi Pelaut
Staf Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy mengungkapkan korban yang dikeroyok dalam peristiwa kekerasan tersebut adalah seorang warga Desa Kolowa Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara bernama Jusni (24).
Andi mengungkapkan awalnya Jusni yang sudah berada di Jakarta selama tiga bulan untuk bekerja sebagai pelaut diajak ke sebuah kafe di kawasan Jakarta Utara pada 9 Februari 2020 oleh temannya.
Jusni dan kawan-kawanya tiba di café tersebut sekitar jam 3 pagi dini hari. Mereka pulang dari café tersebut sekitar jam 5 dini hari.
Setibanya di depan pintu untuk pulang, tanpa alasan yang jelas Jusni dipukul pakai botol oleh salah seorang yang diduga anggota TNI dan terjadi perkelahian bersama teman-temannya.
Saat perkelahian terjadi, terdapat teriakan perintah untuk mencabut pistol dari salah seorang yang diduga anggota TNI. Mendengar hal itu kemudian Jusni beserta teman-teman lainnya melarikan diri.
Sekitar pukul 06.00 WIB para oknum TNI itu mengejar Jusni. Tepat di depan Masjid Jamiatul Islam, Jusni mengalami pengeroyokan. Setelah mengalami penyiksaan, Jusni dibawa ke Jalan Enggano dan kembali mengalami penyiksaan.
Sekitar 5 menit setelahnya, Jusni diduga dibawa ke Mess Perwira Yonbekang 4/Air. Jusni juga diduga mengalami penyiksaan di mess tersebut sekitar 30 menit.
Akibat penyiksaan tersebut Jusni mengalami luka di bagian kepala, lebam di area wajah, dan luka sabetan di sekujur punggung.
Kemudian seorang saksi bernama Maulana mendengar informasi dari kawannya menyampaikan bahwa Jusni diculik oleh anggota TNI.
Maulana bersama beberapa rekannya lantas datang menjemput korban bertemu di depan Termbekang-1 pada pukul 07.30 WIB.
Jusni selanjutnya dibawa teman-temannya ke RSUD Koja untuk mendapatkan perawatan pada pukul 08.00 WIB. Jusni dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 13 Februari 2020 setelah menjalani pemeriksaan dan koma.
"Kondisinya ketika itu saat dijemput, anggota TNI membawa Jusni dari asrama ke tempat yang dijanjikan untuk menyerahkan Jusni. Jusni sudah dalam keadaan luka berat. Sekira 07.30 WIB Jusni dibawa ke RS Koja, ini di tanggal 09.00 WIB. Ini sempat mengalami koma dan dinyatakan meninggal dunia pada 13 Februari 2020," kata Andi.
Pihak KontraS sendiri baru menerima pengaduan beberapa pekan lalu dari pendamping keluarga korban.
"Akhirnya kita menelusuri dan menemui saksi-saksi yang ada terkait verifikasi bukti yang kami dapat," kata Rizaldy.
Sebelas prajurit TNI yang mengeroyok Jusni sudah diseret ke Pengadilan Militer dan sudah menjalani sidang pembacaan tuntutan oditur militer.
11 prajurit itu dituntut hukuman antara 1 hingga 2 tahun penjara, dan 2 di antaranya diminta dipecat dari TNI.
Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Militer Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (17/11), sebelas terdakwa hadir di sidang tersebut dengan pakaian dinas lengkap dan berdiri di hadapan hakim selama persidangan.
Ke-11 terdakwa itu ialah Letda Cba Oky Abriansyah NP, Letda Cba Edwin Sanjaya, Serka Endika M Nur, Sertu Junedi, Serda Erwin Ilhamsyah, Serda Galuh Pangestu, Serda Hatta Rais, Serda Mikhael Julianto Purba, Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih, Praka Yuska Agus Prabakti, dan Praka Albert Panghiutan Ritonga.
Oditur militer meminta majelis hakim menyatakan sebelas terdakwa itu bersalah melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian.
"Kami mohon agar majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan mati sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 351 ayat 1 jo ayat 3 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata oditur militer, Salmon Balubun.
Salmon juga meminta hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan.
Hal yang memberatkan adalah, pertama, perbuatan para terdakwa merusak citra TNI dalam pandangan masyarakat; kedua, para terdakwa kurang menghayati Sapta Marga Sumpah Prajurit butir ke-2 tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan dan 8 wajib TNI, butir ke-7 tidak sekali-sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat; dan ketiga, perbuatan para terdakwa mengakibatkan Saudara Jusni meninggal dunia.
Sementara itu hal yang meringankan ialah, pertama, para terdakwa bersikap sopan dan berterus terang dalam persidangan; dan kedua, para terdakwa mendapat rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad Mayjen TNI Isdarmawan Ganemoeljo berdasarkan surat Kapusbekangad R/622.06/12/293/subditpamoster tanggal 30 Juni 2020.
Keluarga Kecewa
Terhadap tuntutan ringan tersebut, pihak keluarga korban mengaku kecewa.
Pengacara dari Kantor Hukum FAS & Partners Law Office Maulana selaku kuasa hukum korban almarhum Jusni mengatakan orang tua korban kecewa karena merasa tidak memperoleh keadilan atas tuntutan tersebut.
Selain itu, Jusni merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan merupakan tulang punggung keluarga.
"Keluarga Jusni merasa kecewa karena keadilan tidak berpihak pada anaknya sebagai korban penganiayaan oleh oknum TNI Yonbekang 4/Air," kata Maulana saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (18/11).
Berdasarkan fakta yang ada, Maulana menilai semestinya para terdakwa dituntut dengan ancaman pidana maksimal dan diberhentikan secara tidak hormat mengingat para terdakwa ialah aparat TNI yang seharusnya menjaga dan melindungi warga negara sesuai sumpah prajurit dan Sapta Marga.
Selain itu Maulana menilai ada kejanggalan dalam proses penegakan hukum tersebut. Ia mengungkapkan, berdasarkan pertimbangan yang meringankan dalam tuntutan para terdakwa mendapat rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad Mayjen TNI Isdarmawan Ganemoeljo berdasarkan surat Kapusbekangad R/622.06/12/293/subditpamoster tanggal 30 Juni 2020.
Menurutnya dalam menegakkan keadilan tidak perlu disangkutpautkan dengan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kapusbekangad. Ia menilai rekomendasi tersebut merupakan intervensi untuk mengaburkan keadilan dan penegakan hukum.
"Para terdakwa mendapatkan rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad sehingga Oditur Militer mengabulkannya, upaya ini menunjukan ada upaya intervensi terhadap proses peradilan dan menimbulkan konflik kepentingan," kata Maulana.
Selain itu Maulana menilai hal tersebut membuktikan bahwa ada upaya perlindungan kepada para terdakwa yang melakukan penyiksaan terhadap Jusni sebagai korban penyiksaan.
"Jika ini dibiarkan maka kedepannya kesewenang-wenangan aparat akan melakukan penyiksaan terus menerus kepada rakyat sipil jika hakim memutuskan tanpa ada pertimbangan hukum yang adil," kata Maulana.
Maulana mengatakan oditur militer mendakwakan terdakwa dengan pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan Jo ayat 3 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Seharusnya, kata Maulana, pasal yang didakwakan adalah pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian Jo pasal 170 ayat 2 ke 3.
Ia menilai perbuatan para oknum TNI tersebut juga bertentangan dengan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28 g ayat 2 UUD 1945.
"Kemudian bertentangan dengan Konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi kedalam undang-undang no 5 tahun 1998. Dan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Maulana.
Untuk itu, Maulana mengatakan pihaknya bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berencana akan mengadukan perkara tersebut ke sejumlah lembaga negara di antaranya Komnas HAM.
"Kami dari kuasa hukum keluarga korban akan mengadukan di Komisi Yudisial, Komnasham, Ombudsman RI dan LPSK," kata Maulana.
Terpisah, Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD (Danpuspomad) Letjen Dodik Widjanarko mengatakan proses hukum terhadap 11 anggota TNI dari kesatuan Yon Bekang 4/Air itu dipastikan akan dilakukan secara transparan.
"Proses hukum terhadap tersangka oknum prajurit TNI AD, pastilah akan diproses dengan baik, benar, dan transparan sesuai aturan hukumnya," ujar Dodik.
Dodik pun menegaskan, pihaknya akan menindak tegas prajurit TNI AD yang terbukti melakukan kesalahan. Proses hukum dilakukan secara transparan sehingga semua pihak bisa mengikuti. "Tugas kami melaksanakan memproses hukum dengan baik dan benar," ucap Dodik.(tribun network/git/dod)