Toa Dianggap Ketinggalan Zaman, Pemprov DKI Andalkan Grup WA untuk Peringatan Dini Bencana
BPBD kini juga tengah melakukan simulasi evakuasi di beberapa lokasi yang dianggap rawan banjir.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta tak lagi menggunakan toa atau pengeras suara untuk peringatan bencana.
Pasalnya, pengeras suara dalam early warning system (EWS) yang sebelumnya digunakan dianggap kuno atau ketinggalan zaman.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Mohamad Insaf mengatakan, kini pihaknya mengandalkan aplikasi WhatsApp sebagai sarana peringatan dini.
"Kami memiliki grup WhatsApp khusus dengan para aparat wilayah untuk koordinasi dan menginformasikan peringatan dini dan berbagi data," ucapnya, Selasa (8/12/2020).
Baca juga: LAPAN Minta Warga Waspadai Banjir ROB Dampak Pergerakan Badai Tropis 96S
Selain itu, BPBD kini juga tengah melakukan simulasi evakuasi di beberapa lokasi yang dianggap rawan banjir.
Dengan demikian, masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tidak kaget dan tahu apa yang harus dilakukan jika banjir menerjang.
"BPBD sedang melaksanakan gladi/simulasi lapangan penanganan bencana dan koordinasi di lokasi percontohan kampung tangguh bencana di 5 wilayah kota bersama SKPD terkait dan aparat wilayah setempat," ujarnya.
Penggunaan toa sebagai alat peringatan dini banjir di Jakarta sempat ditentang oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Hal ini diungkapkannya dalam rapat bersama jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditayangkan akun youtube Pemprov DKI.
"Ini bukan early warning system, ini toa. Kalau EWS itu kejadian air di Katulampa sekian, lalu Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol PP, seluruhnya tahu wilayah mana yang punya risiko," ucapnya dalam video yang dilihat TribunJakarta.com Jumat (7/8/2020) itu.
"Jadi, sebelum kejadian kita sudah siap antisipasi," sambungnya.
Anies baru menyadari hal ini setelah banjir besar mengepung ibu kota pada awal 2020 lalu.
Padahal, toa tersebut sudah dipasang di sejumlah kelurahan yang rawan banjir.
"Kejadian seakan-akan seperti banjir pertama. Kita menanganinya malah ad hoc. Padahal, tanah itu sudah puluhan tahun kena banjir," ujarnya.
Untuk itu, Anies pun meminta BPBD DKI tak lagi membeli pengeras suara atau toa sebagai sistem peringatan dini.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini pun meminta BPBD untuk membuat sistem peringatan dini baru yang lebih efektif dan efisien.
“Jangan diteruskan belanja ini (TOA) dan ini boleh jadi masuk museum sebagai contoh sukses promosi barang. (Mereka) hibah dulu, kemudian kita suka dan kita tidak berpikir maksudnya tapi berpikir alatnya, padahal alatnya tidak relevan,” kata Anies.