Cerita Para Pemulung Bertahan Hidup di Jakarta
Penghasilan yang pas-pasan dari hasil memulung membuat mereka terkadang mengharap derma di pinggir jalan.
Editor: Hasanudin Aco
Kebutuhan hidupnya kadang diringankan oleh sejumlah donatur yang kerap memberikan bantuan sembako ke kampung pemulung.
Selain memulung, ia pun kerap kali mengharap bantuan uang di jalan raya.
"Sawerannya (bantuan) banyak dalam sehari dari orang-orang. Orang melihat kita kasihan, dikasih Rp 100 ribu," terangnya.
Sedangkan Hasnah (40) mengatakan pemulung yang membawa anaknya jauh lebih besar peluang untuk diberikan uang ketimbang memulung sendirian.
"Kalau di jalan pernah ada yang ngasih saya tapi jarang ketimbang pemulung yang bawa anak," tambahnya.
Roimah (37), pemulung lainnya kadang mengajak anaknya untuk turut memulung di jalan.
Menurutnya, saat ini tak bisa mengandalkan sampah di sekitaran kompleks perumahan.
Penghasilannya per bulan kadang hanya cukup untuk makan. Ia dan suami harus mencari pemasukan lain agar utangnya kepada pelapak bisa lunas.
"Kalau ngandelin di kompleks perumahan sekarang susah. Soalnya pembantu rumah tangga juga ikut ngumpulin. Saking susahnya, sampai saya bawa anak di jalan bantu suami biar cukup buat sehari-hari," ujarnya.
Gali lobang tutup lobang
Para perempuan di Kampung Pemulung Pondok Labu RT 011 RW 009 sehari-hari menyambung hidup dengan mengais sampah.
Menjadi pemulung merupakan cara mereka bertahan hidup meski pendapatannya dari hasil mengangkuti sampah yang teronggok di kota tak menentu.
Salah satu warga Kampung Pemulung, Hasnah (40) sudah akrab dengan sampah.
Pemandangan di depan rumahnya sehari-hari dipenuhi lautan sampah yang berjibun setiap hari.