Aisyah Menangis Meminta Bantuan Saat Ibunya Meninggal karena Covid-19, Kini Dia pun Dirawat di RLC
Mereka tidak berani mendekati jasad Rina karena khawatir jika almarhumah dalam kondisi positif Covid-19.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Covid-19 tak melihat-lihat sasaran. Siapapun bisa menjadi korban virus mematikan tersebut. Tak peduli laki-laki, perempuan, tua, muda, semua bisa terkena.
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) itu pula yang menyerang orang tua dari Aisyah Allisa hingga membuat bocah berusia 10 tahun itu kini hidup sebatang kara.
Kisah Aisyah, bocah di Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), itu viral setelah pada Jumat (15/1/2021) pekan lalu dia ditinggal untuk selama-lamanya oleh sang ibu lantaran terpapar Covid-19.
Sehari berikutnya Aisyah turut dinyatakan positif Covid-19.
Ketua RT/RW 01/18 Kelurahan Benda Baru, Agung Nugroho, mengungkapkan, Aisyah tinggal hanya bersama ibunya Rina, di sebuah kontrakan yang berada persis di samping rumahnya.
Setelah kepergian sang ibunda, Aisyah menjadi anak yang hidup seorang diri.
Saat ini murid kelas 4 SDN 04 Serua itu telah dilarikan ke Rumah Lawan Covid (RLC) Tangsel untuk melakukan isolasi karena terpapar Covid-19.
Agung menceritakan kronologis sebelum Aisyah pada akhirnya diisolasi di RLC.
Pada Sabtu (16/1/2021) sekitar waktu maghrib Aisyah diketahui menangis dan meminta bantuan.
Selang beberapa menit, warga sekitar, termasuk Agung mengecek ke rumah kontrakannya.
Mereka mendapati Rina tergeletak di lantai.
"Singkat cerita, tanggal 16 Januari kemarin meninggal secara mendadak menjelang maghrib, anaknya (Aisyah) nangis-nangis minta tolong. Setelah itu saya lihat (Rina) sudah tergeletak," ceritanya, Rabu (18/1/2021).
Agung mengatakan, dia dan beberapa warga yang mendatangi lokasi tidak bisa berbuat banyak.
Mereka tidak berani mendekati jasad Rina karena khawatir jika almarhumah dalam kondisi positif Covid-19.
Baca juga: Pemprov DKI: Kasus Positif Covid-19 Klaster Keluarga Meningkat Terus, Kini di Angka 44 Persen
Terlebih beberapa hari sebelumnya juga dikabarkan di lingkungan tersebut ada sejumlah orang yang dinyatakan terpapar Covid-19.
Lalu, seorang perempuan yang merupakan ibu dari teman sekolah Aisyah memberanikan diri mengecek kondisi Rina dengan mengenakan alat pelindung diri (APD).
Dari situ diketahui denyut nadi Rina sudah tidak berdetak, artinya sudah tidak bernyawa.
"Sekitar jam 21.00 WIB baru ada dari Polsek datang terdiri dari enam orang. Setelah itu mereka menemukan salah satu map putih dari RS Permata Pamulang yang menunjukkan Rina dinyatakan positif Covid-19. Entah kenapa dia (Rina, ibu Aisyah) sakitnya tidak bilang sama saya dan warga lingkungan," kata Agung.
Menurut penuturan Agung, semalaman itu jasad Rina masih berada di kontrakan.
Hingga keesokan harinya, 17 Januari 2021 sekira pukul 09.00 WIB, pihak Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pemakaman Kota Tangsel datang melakukan penjemputan terhadap wanita, yang kata Agung, telah menjadi mualaf sekitar tahun 2000 itu.
Sementara itu, Aisyah langsung dibawa ke fasilitas kesehatan untuk melakukan tes swab.
"Aisyah malam itu (16/1/2021) sempat dites rapid antibodi dan hasilnya non reaktif. Tapi saya selaku pengurus lingkungan kurang yakin, kebetulan anak saya lulusan farmasi, dia (Aisyah) dibawa ke Medika BSD, lalu infonya dibawa ke RS Siloam Karawaci dan ternyata positif lewat PCR," jelasnya.
Setelah dinyatakan positif Covid-19, Aisyah langsung diinisiasi warga untuk dibawa ke rumah sakit atau puskesmas yang bisa menampung.
Dengan berusaha keras, mengingat kondisi kapasitas di sejumlah RS dan puskesmas penuh, akhirnya Aisyah bisa ditampung di Rumah Lawan Covid (RLC) Ciater, Serpong.
"Kalau di sini (di kontrakan) anaknya sendiri hidup sebatang kara. Kalau Covid itu kan juga orang-orang pada takut. Dengan jaminan surat dari puskesmas dan ada penanggung jawabnya, akhirnya ditaruh di RLC. Dalam hal ini, saya yang bertanggung jawab," terangnya.
Baca juga: Polisi Masih Dalami Motif Pelaku Penyebar Hoaks Kasdim Gresik Meninggal Usai Divaksin Covid-19
Hingga kemarin Aisyah masih menjalani karantina terpusat di RLC guna memulihkan kondisinya.
Puluhan pasien Covid-19 yang dikarantina di RLC pun menjadi keluarga barunya.
Dibantu Irma, seorang wartawan yang juga tengah menjalani karantina, TribunJakarta.com (Tribun Network) dan berhasil mewawancarai Aisyah melalui sambungan telepon.
Dari suaranya, anak kelas IV itu terdengar ceria. Ia tidak canggung menjawab pertanyaan tentang kondisinya.
"Baik, enggak ada sakit-sakit. Lagi istirahat," tutur Aisyah.
Ia pun menceritakan kesehariannya di tempat karantina yang dibangun sejak pertengahan April 2020 lalu itu.
Aisyah juga dekat dengan teman sekamarnya di RLC.
"Senam, main, main badminton sama istirahat. Badminton buat main biasa saja. Kalau sorenya makan," ujarnya.
Meski suaranya terdengar jelas, dan mengaku sudah tidak sedih lagi, Aisyah hanya menjawab dengan singkat setiap pertanyaan yang dilontarkan.
Aisyah mengatakan, dirinya hanya berdua dengan sang ibu, keluarga lainnya tinggal di Jakarta dan Bangka Belitung.
"Cuma sama mama, berdua doang, ayah sudah meninggal duluan. Ada paling di Jakarta sama Bangka Belitung, eyang tiri," katanya.
Aisyah sempat bingung saat ditanya akan pulang ke mana setelah selesai karantina.
Baca juga: KPK Cium Praktik Rasuah Lain di Kemensos Selain Pengadaan Bansos COVID-19
Ia sempat menjawab "enggak tahu", namun setelahnya ia menjawab lagi Aisyah ingin pulang ke rumah.
Dia bilang akan ada kakaknya, yang menjemput.
Aisyah mengaku memiliki dua orang kakak, salah satunya Kak Alma (21).
"Ke kontrakan dulu. Nanti ada keluarga yang datang. Kak Alma iya tinggal sama eyang," katanya.
Sejak sang ibu sakit sampai meninggal, Kak Alma sering menghubunginya.
"Setiap hari ngehubungin," ujarnya.
Bayangan sang ibu juga masih teringat jelas di benak Aisyah.
Satu pesan yang terus terngiang adalah ketika Aisyah meminta pindah sekolah.
"Yang paling aku inget itu, katanya sekolahnya nunggu lulus dulu baru pindah. Kata mama waktu itu, kalau memang mau pindah sekolah, nanti tunggu sudah lulus dari SD," tuturnya.
Almarhum ibunya mencari nafkah sehari-hari dengan berjualan online. Aisyah pun kerap membantu sang ibu.
"Dagang online, itu kaya dagang baju buat kerja gitu, seragam. Iya sering bantu, ngemas-ngemasin," ujarnya.
Berbeda dengan profesi sang ibu, Aisyah memiliki cita-cita yang tinggi, yakni ingin menjadi seorang dokter gigi.
"Jadi dokter, dokter gigi. Enggak apa-apa sih kayanya enak gitu jadi dokter gigi," katany sambil tertawa.(tribun network/jsy/dod)