Rahasia Suku Baduy dan Penggali Makam Tangkal Virus Covid-19
Warga Suku Baduy hingga saat ini tidak ada yang terpapar Covid-19, apa rahasianya ? termasuk tips penggali makam terhindari dari Corona.
Penulis: Theresia Felisiani
Para penggali makam pun tak kenal letih menggali pusara untuk jenazah Covid-19.
Sengatan matahari yang memanggang kulit dan hujan yang mengguyur sekujur tubuh tak mengurungkan niat mereka untuk menuntaskan sebuah tugas.
Bagi mereka, tugas memakamkan jenazah Covid-19 adalah sebuah ibadah kepada sang pencipta.
Saat petang merambat, Yanto Suyono (56) tengah melepas lelah bersama petugas makam lainnya di bawah naungan pohon di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Pria asal Surabaya itu bersama rekan-rekannya baru selesai menggotong jenazah Covid-19 dari mobil ambulans menuju pusara.
Yanto sebenarnya berdinas di TPU Menteng Pulo, Tebet.
Namun, ia dan sejumlah teman-temannya dari TPU lainnya di Jakarta Selatan diminta untuk membantu memakamkan jenazah Covid-19 di TPU Srengseng Sawah.
Pasalnya, TPU ini menjadi tempat pemakaman umum khusus Covid-19 di wilayah Jakarta Selatan.
Tampak sebagian dari mereka meregangkan otot-otot dengan berbaring di samping sebuah pusara di waktu istirahat.
Ada juga yang nikmat melahap sepiring siomay.
Yanto ikhlas mengemban tugas memakamkan jenazah Covid-19. Sudah kewajibannya sebagai petugas makam.
"Kita ridho dan ikhlas melakukan tugas ini. Hitung-hitung ibadah, itu aja," ungkapnya sambil duduk di tepi makam kepada TribunJakarta.com.
Saat itu, Yanto bertugas sebagai pembawa peti jenazah berukuran 2,2 meter. Kemarin, ia bertugas sebagai penggali makam.
"Setiap hari selang-seling tugasnya," tambahnya.
Bila bertugas sebagai tukang gali makam, ia harus bekerja sebaik mungkin agar tidak mengecewakan ahli waris ataupun pihak keluarga.
"Kita rapihkan makam sebaik mungkin, supaya keluarga mereka enggak kecewa. Sudah dimakamkan dalam kondisi seperti ini jangan dibikin kecewa lagi," jelasnya.
Ade (44), petugas makam dari TPU Tanah Kusir, juga sependapat dengan Yanto.
Ia, yang ditugaskan di TPU Srengseng Sawah, menganggap tugas yang dilakukannya ini adalah sebuah ibadah.
"Ini ibadah. Kalau kita (petugas makam) kena semua, siapa yang mau makamin lagi?" tambahnya.
Kerja sampai malam
Para penggali makam juga harus merelakan waktu pulang tak seperti hari-hari biasanya.
Sebab, mobil ambulans pembawa peti jenazah silih berganti datang ke tempat pusara tak kenal waktu.
Biasanya mereka baru bisa pulang sekira pukul 22.00 WIB.
"Karena mobil ambulans yang datang kan bukan hanya bawa jenazah dari Jakarta Selatan saja, tapi seluruh Jakarta," lanjut Yanto.
Suryadi Yahya (46) petugas pusara lainnya mengatakan pendapat senada.
Tenaga mereka juga terkuras lantaran jenazah terus berdatangan sejak pagi hingga malam hari.
"Tenaga kita lebih ekstra. Harusnya kita biasanya pulang jam 6 atau jam 7 malam. Tapi jam setengah 10 malam aja masih di sini karena tugas," sambungnya.
Ade menambahkan dalam sehari, mereka bisa memakamkan hingga 56 jenazah dari pagi hingga malam hari.
Paling banyak, lanjutnya, pernah mencapai 70 jenazah per harinya.
"Untuk makamin kita juga dibantu dengan alat pengeruk (ekskavator). Jadi pakai tangan iya, pakai alat juga iya. Kalau 56 jenazah semua pakai tangan (galinya), modar kita," tambah pria asal Pandeglang tersebut. (tribun network/thf/TribunJakarta.com/Kompas.com)