Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Para Pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 Bertatap Muka

Para pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 akhirnya bertatap muka, meski dibatasi karena pandemi Covid-19.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Para Pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 Bertatap Muka
Dok. Humas HPN 2021
Para Pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 Bertatap Muka 

Waktu itu menjelang prediksi jumlah warga terpapar virus corona mencapai angka 100 ribu jiwa. Ia pun berangkat ke Pondok Rangon, Jakarta Timur untuk mengambil gambar ilustrasinya. “Saya sampai di makam, sekitar sore. Sambil nunggu pergantian hari, saya motret dua jenazah yang dimakamkam. Ternyata hingga menjelang malam hari nggak ada yang dimakamkan, pas magrib itu ada satu jenazah yang dimakamkan,” ulasnya.

“Momennya cepat dari mobil, sekitar lima menit saja, tidak ada ritual-ritual pemakaman. Jenazah datang, petugas waktu itu ada empat orang langsung mengangkut ke dalam liang, sebelum ditutup tanah diazanin, udah selesai,” kenang dia.

Keadaan sepi ketika itu, tidak ada fotografer lain saat proses pengambilan gambar.

“Lensa fix 50 mm, saya foto saja proses itu, saya sendirian dan keadaaan sepi, jadi saya leluasa menjaga jarak,” ucapnya.

Fotografer handal Tagor Siagian menyebut foto “Pemakaman Jenazah COVID-19” karya Totok Wijayanto yang paling dramatis.

“Kita lihat, tanpa lampu kilat dia mengandalkan cahaya yang ada dari lampu kendaraan, ISO–nya 4 ribu, lensanya lebar 24,” rinci Tagor via virtual, mewakili Dewan Juri kategori foto bersama Oscar Matuloh dan Reno Esnir.

Namun ia juga mengingatkan, dalam kondisi pandemi seperti sekarang, seorang pewarta foto tetap harus mengutamakan kesehatan diri sendiri.

Berita Rekomendasi

“Tetap tidak boleh gegabah, emosi. Jangan merasa dirinya rambo, main seruduk sana sini, karena beberapa teman peliput keluarganya menunggu di rumah, kembali selamat,” pesan dia.
Tagor juga berpesan untuk teruslah berkarya. Menang atau kalah dalam perlombaaan jangan dijadikan tolak ukur.

“Saya belum pernah menang Adinegoro, hanya juara harapan tahun 1993 saya meliput konflik di Kamboja, tentara Khmer Merah dan tentara Kamboja, tapi bukan berarti saya berhenti jadi wartawan,” ungkapnya.

Justru sebaliknya kata dia, anggaplah ajang perlombaan seperti Adinegoro ini untuk memperluas pergaulan.

“Bahwa masyarakat umum akan memperhatikan karya Anda selanjutnya di media tempat Anda berkarya,” sambungnya.

Di dalam sebuah karikatur, jelas Gatot, celetukan-celetukan ini diperlukan untuk menambahkan pesan yang disampaikan menjadi satir.

“Saya melihat gambar ini ada satir, ada kontras, masyarakat miskin dan kehidupan kota yang sangat metropolis. Sementara manusia gerobak ini, gerobak sekalian rumahnya,” ujarnya.

Pada sesi kedua ada Muhammad Aulia Rahman, pemenang kategori media radio dengan karyanya berjudul “Nasalis Larvatus di Antara Konflik dan Kepunahan”.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas