Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pilu Penyandang Disabilitas Terima Bansos Covid-19 Kualitas Buruk: Beras Berkutu & Sarden Amis

Kisah pilu dari penyandang disabilitas terima bansos Covid-19 kualitas buruk: beras berkutu dan sarden berbau amis.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Kisah Pilu Penyandang Disabilitas Terima Bansos Covid-19 Kualitas Buruk: Beras Berkutu & Sarden Amis
Tangkapan Layar Youtube Najwa Shihab
Kisah pilu dari Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Wilayah DKI Jakarta Murhayati terima bansos Covid-19 kualitas buruk, beras berkutu dan sarden berbau amis di Program Mata Najwa , Rabu (11/2/2021). 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Wilayah DKI Jakarta Murhayati membagikan cerita soal bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang diterima pihaknya.

Setiap organisasi penyandang disabilitas mengajukan adanya bansos. Sayangnya, pihaknya menerima kualitas bansos yang buruk.

Murhayati menjelaskan, tahap bansos Covid-19 pertama yang diterima masih komplit.

"Kualitas dan isi bantuan untuk pertama di bulan April (2020). Kami mendapat bantuan sosial secara komplit,"  ceritanya pada YouTube Mata Najwa, Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Viral Kisah Penerima Bansos Dapat Beras Kualitas Buruk, Pengunggah: Rasanya Seperti Gabah

Baca juga: Pemerintah Buka Keterlibatan Banyak Pihak Pantau Program Bansos

Bansos itu berisi 10 kg beras, 1 kg minyak goreng, 5 buah mie instan, 5 buah susu UHT, 4 buah sarden, gula, sabun, telur.

Lambat laun, di bulan Mei 2020, isi bansos yang diterima berbeda. Ada perubahan merek pada beberapa sembako yang pihaknya terima.

"Masih lengkap, tapi susu sudah berubah, gula menghilang. Sarden dan minyak goreng sudah berubah merek," kata Murhayati.

Berita Rekomendasi

"Bantuan pertama ada telur, kedua tidak ada," lanjutnya.

Kisah Pilu Penyandang Disabilitas Terima Bansos Covid-19 Kualitas Buruk: Beras Berkutu & Sarden Amis
Kisah pilu dari penyandang disabilitas terima bansos Covid-19 kualitas buruk, beras berkutu dan sarden berbau amis di Program Mata Najwa , Rabu (11/2/2021).

Baca juga: Kemensos Minta Bantuan Polri untuk Awasi Penyaluran Bansos 2021 

Baca juga: Temukan Dugaan Penelantaran Kasus Juliari Batubara dan Edhy Prabowo, MAKI Lapor ke Dewas KPK

Sementara di tahap bansos ketiga, semakin banyak perubahan yang diterima.

"Mie instan merek yang berubah, cabe juga mereknya sudah tidak ada di pasaran," ucapnya.

Murhayati sempat menemukan beras bansos yang berkutu dan sarden berbau amis. Sehingga, tak layak dikonsumsi.

"Berasnya berkutu, sudah ada yang menjadi tepung. "

"Sardennya sudah bau amis menyengat. Jadi, sudah tidak layak dikonsumsi," ungkap Murhayati.

Baca juga: Cerita Mahfud Pernah Didatangi Eks Mensos Juliari Batubara Terkait Bansos

Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Eks Mensos Juliari Batubara 30 Hari

Wanita itu mengakui, bansos ini sangat berpengaruh.

Dimana masa pandemi ini, pihaknya sebagai penyandang disabilitas bergantung pada bansos.

"Kebanyakan teman-teman disabilitas bekerja di sektor UMKM. Di masa pandemi kami sulit untuk memasarkan hasil produk kita."

"Jika kita mendapatkan bantuan berupa sembako, apalagi yang tidak layak dikonsumsi."

"Itu sangat berpengaruh sekali di makan kita sehari-hari," tambahnya.

Ia merasa kecewa dan menyanyangkan kasus korupsi bansos Covid-19 yang melibatkan eks Menteri Kementerian Sosial, Juliari Batubara.

"Miris sekali ya, sudah kita disabilitas. Hak kita juga masih dikorupsi. Tega banget," pungkasnya.

KPK Perpanjang Masa Penahanan Eks Mensos Juliari Batubara 30 Hari

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara selama 30 hari kedepan.

Itu artinya tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Kementerian Sosial RI tahun anggaran 2020 ini akan lebih lama lagi menghuni Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan rutan selama 30 hari berdasarkan penetapan ketua PN Jakarta Pusat dimulai tanggal 3 Februari 2021 sampai 5 Maret 2021," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, diberitakan Tribunnews sebelumnya, Rabu (3/1/2021).

Baca juga: 20 Tahanan KPK yang Positif Covid-19 Sudah Dinyatakan Sembuh dan Kembali ke Rutan

Tak hanya Juliari, KPK turut memperpanjang masa penahanan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono selama 30 hari.

Adi merupakan penghuni Rutan Polres Jakarta Selatan.

"Perpanjangan penahanan dilakukan karena tim penyidik masih memerlukan waktu menyelesaikan proses penyidikan dan pemberkasan perkara para tersangka tersebut," jelas Ali.

Baca juga: Jaksa KPK Belum Siapkan Saksi, Sidang Nurhadi Kembali Ditunda

Perpanjangan penahanan pun telah dikonfirmasi sendiri oleh Juliari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada hari ini.

"Iya perpanjangan (masa penahanan)" kata Juliari di markas komisi antikorupsi.

KPK menetapkan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos serta dua pihak swasta bernama Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekira Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Baca juga: Polisi Periksa Nurhadi terkait Kasus Pemukulan Petugas Rutan KPK Besok

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekira Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.

Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.

Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian Iskandar Maddanatja, Harry Van Sidabukke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.

Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari P Batubara melalui Adi dengan nilai sekira Rp 8,2 miliar.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekira Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari P Batubara.

Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Adapun Ardian IM dan Harry Sidabukke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Tribunnews.com/Shella/Ilham Rian Pratama)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas